[4] // Writer 91

78 42 21
                                    

  YuhuuTap star jangan lupa🐢

"Ningsih, apa kamu pernah lihat atau punya kertas kayak gini?"
Tanya Asta padaku dengan sungguh-sungguh.

Aku menggeleng, dia terlihat kecewa.
Arai mendengus dan kembali berjongkok mengamati pohon.

"Bukankah seharusnya kita nggak sepenasaran ini"
Kata Putu tiba-tiba, alisnya mengernyit menatap kertas tadi.

"Eh... hahaha, kamu ngomong apa sih put."
Balas Asta tertawa canggung, aku juga ikut penasaran apa yang membuat Putu tiba-tiba berkata begitu.
Sedangkan Arai, dia tidak perduli situasi. Dia masih saja mengamati pohon.

"Ta,kita nggak seharusnya sepenasaran ini"
Ucapnya lagi.

"Apaan sih Put, kamu aneh tauk."

"Lihat, pegang. Ada bau dan tekstur parafin di permukaan kertas"
Tandas Putu agak memaksa.

Aku dan Asta menurut, mengecek kertas seperti apa yang Putu minta.
Dan memang benar setelah kucium, ada bau parafin pada kertas.

"Jadi?" Tanya Asta tak faham

"Kalian tau, lotre mainan anak SD,jaman dulu, sipenjual menuliskan angka dengan lilin dikertas putih, agar tulisan tidak terlihat. Cara mengetahui angka adalah dengan mencelupkan kertasnya ke dalam air, cara lama penjual mainan,sesepuh kalian cerdik kan"
Celetuk Arai tiba-tiba,menjelaskan panjang lebar kemudian berdiri meninggalkan kami menuju ke dalam rumah.

Aku melongo, sedangkan Asta mangut-mangut mulai memahami.

"Tunggu apa lagi, cepet celupin ke air"
Cetus Asta semangat. Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal, merasa bodoh.

"Kamu yakin pengen tau apa tulisannya?"
Tanya Putu pada Asta, dan yang ditanya hanya mengangguk.

"Kamu tau Ta, bahkan anggota keluarga sekaligus pemilik rumah tidak sepenasaran kamu."
Terang Putu sembari menatapku,aku menggeleng antusias. Menolak apa yang baru saja Putu katakan.

"Aku juga penasaran kok."

"Hmm okelah, ayo"
Ajaknya melenggang pergi kedalam rumah menyusul Arai. Meninggalkan aku dan Asta

_ _ _

Kami ber empat berdiri menatap bakmandi yang berisi penuh dengan air.
Entah kenapa, Asta mendesak untuk menyelupkan kertas itu di kamar mandi.

"Aish, seharusnya cukup isi air dibaskon dan celup disana, aku pegal berdiri"
Gerutu Arai kesal.

"Dan lagi, kamu nunggu apa Put? Taroh kertasnya"
Lanjutnya dengan sedikit memaksa.

"Tunggu dulu, tangan ku.. merinding."

"Putu lama ih" keluh Asta, mencomot kertas itu dari tangan Putu. Dan meletakkan nya di air tanpa ragu.

Tak lama, muncul beberapa kata, samar samar bertuliskan Nama kami berempat terpampang.

"kertasnya ngigo" desis Asta dengan posisi sedikit mundur dari bakmandi.

"Lihat kan? Seharusnya kamu jangan nyelupin dulu"
Kata Putu dengan mengangkat bahu.
Aku melihat Arai yang masih terus mengamati kertas dalam diam.

"Jadi selanjutnya apa?"
Tanyaku pada mereka bertiga,

Brakk
tepat sebelum Putu hendak menjawab, pintu kamar mandi tertutup keras
Lampu mati tanpa diduga,

Arai menoleh cepat,sedangkan Asta sudah menjerit dan menangis diketiak Putu.
Kucoba memutar kenop pintu, tapi tetap tak mau terbuka.

"Ningsih minggir, biar kutendang nih pintu kurang ajar. Bikin kaget aja, nggak sopan ni pintu."
Geram Arai dengan bersungut-sungut.

Aku mengangguk dan menepi dari depan pintu.
Saat Arai mengambil ancang-ancang, pintu dengan ringan terbuka pelan.

"baru aja waktunya sore, setannya mau ngajak duel sekarang nih. Nggak sabaran banget"
Celetuk Putu bergurau dikondisi yang tak tepat.

Dicubitnya pinggang Putu dengan keras oleh Asta, dia hanya mengaduh sebentar lalu nyengir.
"Jangan gitu," ucap Asta masih sesengguk an.

"Udahlah, aku lapar" ujar Arai mengalihkan topik. "Mungkin tadi angin" lanjutnya dengan menggiring kami bertiga menuju dapur.

Writer 91 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang