2: Kali Pertama

27 4 6
                                    

Nadhiya kembali memeriksa ponsel yang berada tak jauh darinya. Dia ingat Raihan semalam memintanya untuk membangunkan lewat telepon. Pasalnya, hari ini, dua hari setelah kedatangannya di kota ini, kampus meminta setiap fakultas untuk mengadakan First Gathering, alih-alih demikian, dia dan Raihan sepakat untuk menamainya sebagai dunia perospekan akan segera dimulai.

Teleponnya masih tetap berdering, tidak menemui suara berat laki-laki itu di seberang. Andai bukan karena kegiatan mendesak seperti hari ini, gadis itu pasti akan membiarkan Raihan tetap molor hingga siang nanti. Seperti hal yang menjadi kebiasaannya.

Telepon keduanya masih tetap sama, tak menemui tuannya. Telepon ketiga. Telepon keempat. Dan telepon kelima, akhirnya suara berat itu muncul.

"Anjir, kesiangan gue, Nadh."

Gadis itu menghela napas lega. "Kamu susah banget sih dibanguninnya. Udah tahu susah bangun, harusnya habis shubuh tadi jangan tidur lagi, Raihan...."

"Ngantuk banget, yailah, Nadh. Habis kerja rodi gue semalam."  Suara gemuruh benda-benda jatuh terdengar dari seberang telepon. "Yaudah, gue mau siap-siap kilat dulu. By the way, thanks, Nadh."

Reflek, gadis itu pun mengangguk. Bodohnya adalah dia yakin Raihan pun dapat melihat anggukan itu. "Oh, iya. Saya duluan ke kampus, ya, Rai."

"Hah? Kata lo semalam berangkat bareng, nggak jadi, nih?"

"Kapan-kapan aja, ya. Semalam akhirnya, saya berani ngajakin seseorang buat berangkat bareng." Nadhiya mengakhiri kalimatnya dengan tawa yang dirasa terdengar sedikit aneh.

"Cewek atau cowok?" tanya Raihan penuh rasa ingin tahu.

"Kamu kok kepo?" Dia kembali tertawa. "Sana siap-siap! Omong-omong, goodluck buat first gath-mu!"

Panggilannya sengaja diputus agar Raihan dapat bergegas, alih-alih menerornya dengan berbagai macam pertanyaan. Kembali gadis dengan rambut yang setengah diikat itu memeriksa chatroom grup angkatan. Beberapa dari mereka sudah berkumpul di depan gedung C—gedung dimana acara itu diadakan.

Farah, 07.22
Lo udah siap?

Sebuah pop-up chat muncul di layar ponselnya. Nadhiya berlari kecil menuju cermin di lemari, lalu tersenyum setelah meyakinkan diri bahwa dia harus siap melewati masa-masa ini. Lalu, dengan lihai, jemarinya bergerak di layar tipis itu. Udah, kamu udah siap? Kita ketemu di mana enaknya?

Farah, 07.24
Maaf, Nadh, gue baru bangun ya ampun. Lo mau duluan apa nunggu gue 10 menit lagi?

Nadh, 07.25
Saya bareng kamu aja deh, Far. 10 menit lagi di Gerbel ya kalau gitu?

Farah, 07.25
Okaay, sorry banget ya, Nadh.

Dilihatnya arah jarum jam yang berada di meja belajar. Okay, nggak perlu buru-buru, Nadh, batinnya. Dia meraih almamater yang sengaja hanya digantung di meja belajar agar mudah terlihat. Ponsel ini bergetar kembali, menampilkan nama Raihan selepas dia mengunci pintu indekos.

"Nadh, lo udah berangkat? Gue dah siap nih–"

Kalimat Raihan terpotong. "Ini mau otw gerbang belakang. Kamu mandi nggak, sih? Kok cepet amat."

"Mandilah, anjir. Yaudah, tunggu depan gang lo. Gue dah keluar kostan nih." Gadis itu bisa mendengar bunyi pintu yang terkunci dengan nyaring di seberang sana. 

AfternoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang