1: Perjalanan Baru Dimulai

37 5 7
                                    

Gadis berambut hitam sebahu itu melemparkan pandangannya ke rerumputan hijau yang menemaninya sepanjang perjalanan. Dengan langkah gontai dan perasaan setengah hati, ia putuskan untuk berangkat ke tempat yang biasa mereka sebut tanah rantauan. Agaknya dia sedikit beruntung karena tak harus mengadu nasib sendirian di sana. Pasalnya, tepat di sampingnya, laki-laki berambut hitam legam itu tersenyum ke arahnya seolah meyakinkan bahwa ini merupakan pilihan yang tepat.

"Nadh?" tanya laki-laki di sampingnya, dia menyodorkan sebelah earphone ke arah Nadhiya.

Lantas, ditatapnya earphone yang disodorkan ke arah gadis bernama Nadhiya. Laki-laki berjaket denim itu menatap Nadhiya dalam-dalam, beberapa detik kemudian, setelah dirasa gadis itu tak berminat untuk mengambil setengah earphone miliknya, maka disematkannya earphone itu dengan paksa.

Nadhiya menatap sengit laki-laki yang duduk tepat di sebelahnya. Bahu bidang laki-laki itu menyentuh bahunya. Secara tiba-tiba pula, hal tersebut mampu menggetarkan aliran listrik tak masuk akal. Hening pun tercipta di antara keduanya, menyisakan lirik dalam dari lagu yang terdengar dari earphone milik Raihan.

'Cause I don't know
The perfect road to go down
But I know
I'm trying my best
I'm trying my best to be okay
I'm trying my best but every day
It's so hard
And I'm holding my breath
I'm holding my breath til I can say
All of the words I want to say
From my heart
(Trying My Best - Anson Seabra)

"Menurut kamu, saya bisa nggak, Rai?" suara Nadhiya tiba-tiba terdengar di sela-sela lagu yang mengalun dengan sendu.

Raihan menoleh secepatnya ke arah Nadhiya. "Memang alasan apa yang bisa buat seorang Nadhiya nggak bisa?" Laki-laki itu memicingkan matanya. "Yang gue tahu, Nadhiya nggak pernah sepesimis ini."

Gadis itu membuang wajah begitu mengetahui laki-laki di sampingnya tengah menatapnya dalam-dalam. Mukanya seakan memanas setelah menyadari wajah Raihan begitu dekat dengannya.

"Heh, lo kenapa, Nadh?" Jari telunjuk laki-laki itu sengaja memainkan pipi tembam milik Nadhiya. Sungguh, Raihan tak sanggup menahan tawanya melihat wajah gadis di sebelahnya itu yang memerah.

Nadhiya menepis jari telunjuk Raihan, lalu menggerutu, "tangan kamu kotor, habis megang macam-macam, 'kan? Nanti muka saya jadi jerawatan, Rai."

"Memang kenapa kalau jerawatan?"

Gadis itu mendengus. "Nggak tahu! Kamu pikir aja sendiri!"

Lantas Nadhiya pun kembali memalingkan wajahnya, menatap sawah-sawah yang mulai menguning menggantikan pemandangan rerumputan hijau sebelumnya. Sementara, laki-laki pemilik nama Raihan itu justru tertawa kecil melihat tingkah lucu gadis di sebelahnya yang merajuk namun tidak juga melepaskan earphone miliknya.

oOo

"Lo yakin bisa sendiri, Nadh?" Raihan bertanya selepas mereka tiba di stasiun pemberhentian terakhir perjalanan mereka. Dia menatap gadis mungil di sebelahnya yang terlihat repot dengan barang bawaan–dua koper dan satu totebag serta backpack di punggungnya.

Raihan mengambil alih salah satu koper milik Nadhiya ke sebelah kirinya, sementara tangan yang lain menarik satu koper miliknya sendiri. "Banyak banget sih bawaan lo, kayak orang nggak bakal balik ke rumah lagi tahu, nggak?"

"Biar sekalian, Rai, nggak mondar-mandir lagi." Nadhiya tertawa, memperlihatkan lesung pipi kecil di pipi kirinya.

"Kalau kayak gini, mending gue ke kost lo aja dulu." Raihan mengetikkan jarinya pada sebuah ponsel tipis di genggamannya. "Nama kost lo apa?"

AfternoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang