Di dalam sebuah kamar, seorang gadis yang mengenakan baju tidur berwarna biru, masih berkutat dengan buku, komputer, kertas dan mesin printer yang tertata rapi di atas meja belajarnya.
Jemari itu terlihat begitu lihai, menekan sejumlah tombol yang membuat sebuah rangkaian kata dari keyboard komputer pentium tujuh. Sambil menatap monitor LED di depannya. Kegiatan yang rutin Veranda lakukan setiap hari yap, menyusun skripsi di malam hari adalah waktu terbaiknya.
Helaan nafas sekian detik menguasai ruangan, kemudian menghilang. Dan kembali terdengar bersamaan dengan dentingan jam dinding yang mengarah ke angka sembilan. Veranda tengah berada pada masa—masa semangat mengejar skripsinya yang baru memasuki bab kedua.
Di sisi lain...
Keynal mendapati dirinya terbangun di lantai kamar mandi. Dia memegangi kepala yang berdenyut—denyut, rasa pening mengelilingi keadaan sekitarnya.
Keynal tidak tahu apa yang terjadi, terakhir yang Keynal ingat dirinya di dorong oleh seseorang. Perlahan Keynal bangkit, dia lantas memakai baju dan turun ke lantai satu. Keynal melewati ibunya yang tengah berbincang—bincang serius dengan seorang wanita, itu tetangganya yang tinggal di sebelah rumah.
Keynal berjalan ke dapur mengambil gelas yang tergantung cantik di rak berbahan stainless, lalu menuangkan air dingin dari dispenser. Meneguknya sekali, Keynal mengulangi itu sebanyak tiga kali.
“Kenapa mih, tadi kok kedengarannya serius banget?” Veranda segera menghampiri ibunya, Setelah tetangganya itu pulang.
“Kamu tau Ulfa kan?”
“Tau, Ulfa anaknya Bu RT?”
“Bukan. Itu lho Ve, si Ulfa, putrinya bapak Saman yang suka jualan sate keliling.”
“Oooh, Ulfa yang kelas dua SMP itu. Emang dia kenapa Mih?”
“Katanya, dia hilang dari pulang sekolah terus nggak balik—balik, dan warga nemuin mayat Ulfa di selokan tak jauh dari rumahnya.”
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”
Keynal berjalan ke ruang tamu sembari membawa satu cup ramen, sepiring sosis bakar lengkap dengan bumbu barbaque serta satu kotak susu coklat. Keynal duduk di sofa panjang samping Veranda dan berhadapan langsung dengan ibunya.
Keynal menaruh semuanya di atas meja. Perlahan Keynal mengunyah mie ramen dengan raut tak terbaca. Lilis memperhatikan putranya yang sedang makan ramen.
“Nggak dikasih nasi Nal, biar kenyang.”
“Gak Mih, enak gini.” Keynal kembali mencicip kuah ramennya, dia juga sedikit menyesap susu di hadapannya, lalu menatap ibunya penuh simpatisme.
“Jadi dia meninggal karena dibunuh?”
“Bukan cuma itu, tapi mayatnya juga dimutulasi jadi beberapa bagian.”
“APA?” Kedua kakak beradik itu kaget bersamaan.
Veranda menutup mulut dengan tangan. Sementara Keynal merasakan adrenalinnya berpacu cepat, dan jantungnya berdetak dengan irama tak beraturan.
Keynal ingat satu hal. “Eee, Suki kemana Mih?” Keynal menanyakan kucing peliharaannya.
“Suki? Bukannya tadi ikut kamu?”
“Kapan?”
“Tadi, pas kamu keluar rumah dia buntutin kamu dari belakang.” Pantas saja Keynal merasa seperti ada yang mengikuti, ternyata itu ulah kucingnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better With You [VENAL]
Teen Fiction18+ Akan ku penuhi seluruh sarafmu dengan kenikmatan hingga kita menegang dan terbakar hangus.. Kita akan terbang, menuju puncak surga terindah didunia.. Kamu adikku, tapi kamu juga cinta pertamaku. -Jessica Veranda. Kamu tau, kamu telah menjeratku...