s'tu●

32 5 1
                                    

"Rasa bahagia itu tidak akan pernah tercapai, bila setitik senyum saja, tidak pernah kamu tampakkan."

●●

Jihan tengah membersihkan kolam kala itu, saat Bi Haji, pemilik penginapan "Leuwi Geulis", penginapan dimana Jihan menjadi pekerja disana, membuat suara melengking memanggil Jihan, guna menghampirinya.

Tak ayal suara wanita paruh baya itu membuat Jihan langsung berlari tergopoh gopoh menghampirinya. Suara sendal dan tongkat Jihan saling menyahut, mengiringi larian Jihan. Bi Haji gak galak kok tenang aja, cuman ya kalau marah sedikit serem aja.

"Iya, Bi Haji panggil Jihan?" Sapaan lembut Jihan, tak juga melunturkan kepanikan yang Bi Haji tunjukan melalui wajahnya.

"Cik kadieu gera eneng,"

Jihan menghampiri, melihat sebaris kalimat pada ponsel jadul Bi Haji, ponsel itu menunjukan beberapa pesan dari Naraya, putri satu satunya Bi Haji yang merantau ke Jakarta.

"Ieu teh maksudnya apa atuh eneng? Si Naya tiba tiba bilang mau pulang dan udah sampai Sukabumi, bawa rombongan bosna deui caritana mau laliburan didieu."

Jihan kemudia melepaskan senyuman, "iya bener bi,  teh Naya teh mau pulang kayanya. Tapi kenapa baru bilang sekarang ya, gak biasanya."

Bi Haji mendengus, "dasar budak eta sok pararadu san ari pagawean teh. Bentar atuh Bi Haji telfon dulu biar jelas."

Lalu sambungan terhubung, dan terdengarlah suara sapaan di sebrang sana. Percakapan Bi Haji dan Naraya tak luput dari pengawasan Jihan, bukan maksud menguping, tapi memang Bi Haji pun tak bermaksud merahasiakan panggilannya, dilihat dari posisi wanita tua itu yang hanya membelakangi Jihan.

"Jadi bagaimana bi?"

Bi Haji berdecak, "ini teh bener Naya mau pulang, katanya udah mau masuk perbatasan Pangandaran, kamu cepet ya belanja, minta anter Mamad aja, soalna ieu Naya mau dimasakin masakan kamu Jihan, Bi Haji mau manggil si Bapak dulu dilaut ya."

"Siap Laksanakan Bi Haji!"

Bi Haji akhirnya terkekeh, mengelus puncak kepala Jihan. "Bi Haji percayakan perut Naya sama kamu ya,"

Jihan hanya terkekeh sambil menganggukan kepalanya.

"Dah atuh sana, hati hati ulah ngebut kituh ka si Mamad bawa motorna."

Dan dilihat Jihan hanya tersenyum sambil berlalu dengan kaki yang terpincang pincang.

"Anak itu." Gumam perempuan berhijab itu sambil berlalu dan melebarkan senyumnya.

●●

Sudah sekitar dua jam berlalu, setelah pulang dari pasar, Jihan bergegas memasak beberapa jenis masakan kesukaan Naya, seperti tumis kangkung, udang asam manis dan beberapa macam makanan seafood lainnya.

Jihan tidak tahu makanan seperti apa yang rombongan Naya bawa, tapi semoga saja mereka menyukai masakan yang Jihan buat.

"Eneng sudah masak nya?" Seorang lelaki paruh baya yang masih kelihatan gagah itu berjalan menghampiri Jihan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Manufaktur RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang