S.A.I.R.A || SATRIA

17 8 2
                                    

Bandung- Saira dan Satria sedang mengobrol ringan di taman pinggiran kota. Tempat ini menjadi favorit anak remaja yang sedang dimabuk asmara, tapi tidak dengan mereka.

Mereka dipertemukan oleh Rehan beberapa menit yang lalu. Namun sayangnya, Rehan tidak dapat menemani karena ada urusan mendadak. Entah itu salah satu taktik Rehan yang ingin mendekatkan mereka atau tidak, yang pasti Saira tahu kakaknya itu berusaha menghindar seperti sebelumnya.

"Kak Re bilang, bang Satria pinter gombal ya?" tanya Saira.

"Aduh Ra, jangan panggil abang dong. Nanti kalau disingkat jadinya bangsat." Satria protes sembari bersungut-sungut dan wajah cemberutnya mengundang tawa Saira yang sedari tadi hanya melempar tanya tanpa berniat untuk tersenyum sedikit pun.

"Hehehe, maaf kak. Saira nggak kepikiran." Saira terus tertawa sampai perutnya terasa kram.

"Panggil kakak aja." Satria tersenyum sembari mengusap lembut puncak kepala Saira.

Kalau diperhatikan Satria memiliki perawakan yang tidak jauh berbeda dengan Rehan. Memiliki rambut hitam legam, tinggi tapi kurus seperti anak sekolahan biasa, dan juga senyum yang memikat.

Hanya saja perbedaan keduanya juga cukup mencolok bila ditinjau dari sikap. Mereka berdua sangat bertolak belakang seperti air yang tidak akan pernah menyatu dengan minyak, tetapi saling membutuhkan.

Satria tipe orang yang ramah dan suka sekali membuat guyonan walau garing sekali pun, lebih seringnya sih menggombal. Sedangkan Rehan tipe orang yang pelit senyum namun perhatian.

"Kalau kata kak Re, kak Satria ini rajanya gombal."

"Bisalah dikit-dikit." Saira tersenyum mengejek dan menantang Satria untuk menggombalinya.

"Kalau gitu, coba gombalin Saira pake bahasa Arab," selorohnya.

"Eemm...Ra, coba kamu sebutkan nama panjang kamu."

"Buat apa?" Saira bingung dengan arah pembicaraan yang dimaksud Satria, namun ia tetap menyebutkan siapa tahu memang benar-benar perlu.

"Saira Inafisyah Khairani."

"Kamu tau nggak kepanjangan nama tengah kamu itu apa?"

"Inafisyah itu?"

"Bukan, cuma Ina nya aja."

"Nggak tau, emangnya apa?" Satria berpikir sebentar lalu melirik ke arah Saira yang menunggu jawabannya dengan fokus dan serius.

Saat mata mereka bertatapan, Satria menggoda Saira dengan menaik turunkan alisnya yang tebal itu.

"Innailaihi wa innailaihi rojiun," jawab Satria cepat.

Buugghh...

Saira meninju lengan Satria dengan kencang, berharap tinjuannya itu dapat menyakiti lelaki berbadan kurus itu. Tapi ternyata diluar dugaan, Satria tidak goyah sedikit pun.

"Kamu kira bakalan sakit?" Satria tertawa terpingkal-pingkal.

"Yang ada malah tinjuan kamu itu nggak ada rasanya tau," sambungnya.

"EGP," tukas Saira.

"Apa itu?"

"Emang gue pikirin," kata Saira sembari menginjak kaki Satria. Melihat Satria yang mengaduh kesakitan membuat tawa Saira semakin kencang.

Satria yang tidak terima dirinya diinjak pun bangkit mengejar Saira yang sudah kabur duluan untuk menghindari amukannya.

Sore itu di taman kecil yang sunyi dan hening, Saira dan Satria tertawa bersama. Kedua manusia berbeda jenis itu terlalu asik dengan gelak tawa mereka hingga tidak menyadari ada sepasang mata yang menatap mereka dengan pandangan sendu.

S.A.I.R.ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang