S.A.I.R.A || Meet Me Again

31 9 0
                                    

Yogyakarta- Saira menangis dengan tersedu-sedu, memikirkan ulang bagaimana dulu ia dengan mudah mendapatkan perhatian dari Rehan.

Sekarang, jangankan mendapat perhatian, menatap muka saira saja Rehan tidak sudi.

Saira memegang handphonenya dengan bergetar. Mengetik nomor Rehan dengan perlahan yang sangat ia hapal.

Sudah deringan ke-5 pun Rehan masih saja tidak mengangkat panggilan itu.

Saira menghela napas, sudah 2 tahun terakhir Rehan mengabaikannya. Bahkan Rehan dengan tega meminta kepada kedua orang tua mereka agar Saira dipindahkan sekolah ke Yogya dengan alasan menemani Oma yang sudah tua dan sakit-sakitan.

Saira tahu itu bukan alasan yang tepat, namun Saira sangat menghargai keputusan kakaknya itu walau hatinya tidak setuju sekali pun.

Saira mencoba menelepon Rehan untuk yang kesekian kalinya. Dan sungguh, kali ini keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Rehan mengangkat panggilan dari Saira setelah deringan ke-4.

"Ada apa?" akhirnya Saira dapat mendengar suara yang sangat dirindukannya.

"Ha...halo kak," suara Saira sedikit bergetar menahan isak tangis.

"Ra, kamu nangis?" terselip kekhawatiran disana. Saira sangat bahagia mengetahui fakta bahwa kakaknya itu masih bisa mengkhawatirkan dirinya.

"Nggak kok. Cuma sakit tenggorokan."

Hening cukup lama. Saira memastikan bahwa panggilan masih terhubung, dan ketakutannya itu tidaklah benar. Saira takut bahwa kakaknya itu mematikan panggilan karena enggan berbicara padanya.

"Ra..."

"Kak, Saira mau ketemu."

Rehan menghembuskan napas dengan gusar. Terdengar suara berisik disana, seperti suara kursi yang digeser dengan kasar.

"Nggak bisa Ra.

"Kenapa nggak bisa? Apa karena ucapan Saira yang waktu itu?" tanyanya menggebu-gebu.

"Bukan."

"Lalu apa? Jangan kakak pikir Saira nggak tau alasan kakak mindahin Saira untuk sekolah di Yogya!" emosi Saira sudah tersulut karena kakaknya itu begitu sulit untuk ditemui.

"Kalau sudah tau, kenapa masih bertanya?"

Cukup sudah kesabaran Saira diuji. Dengan gerakan cepat, Saira mematikan panggilan itu.

Saira komat-kamit merutuki kecuekan kakaknya yang tidak peka itu. Saira minta ketemu itu karena dia rindu. Belum selesai Saira komat-kamit, tiba-tiba dia menyadari sesuatu.

"Iihh...dasar pinter. Ngapain coba panggilannya dimatikan Saira...," Saira terus merutuki dirinya sambil memukul-mukulkan kepalanya dibantal.

***
"Yang paling berbahaya itu perasaan Ra," jelas Rehan kala Saira terus saja menangis dihadapannya.

Ya. Rehan dengan segala kedongkolannya itu dengan terpaksa menemui Saira di Yogyakarta karena adiknya itu terus saja mengganggunya.

S.A.I.R.ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang