Hello Rava | 5

9 2 0
                                    

Dia tidak bersalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia tidak bersalah. Dia hanya jatuh cinta, lalu apa yang harus diperdebatkan? Toh itu tidak akan menampik kenyataan tentang apa yang tumbuh di dasar hatinya.

-Syafa Ardiningrum Apsari

==========♡==========

Malam itu Syafa sedang memandangi layar ponselnya dalam geming di atas kursi belajarnya. Perasaannya berkecamuk menyaksikan kejadian yang mengaduk emosinya.

Sebuah kejahatan yang menyudutkannya. Syafa tidak bisa melawan, hanya menyaksikan melalui layar ponselnya. Kata-kata kejam yang mampir ke akun media sosialnya, kata-kata kejam yang diributkan di group UKM-nya, atau bahkan kata-kata kejam yang tiba-tiba nyasar dari nomor-nomor yang tidak Syafa kenal. Ini membuatnya frustasi.

Sayangnya, Syafa sedang tidak ingin menangis untuk kali ini. Dia tidak bersalah. Dia hanya jatuh cinta, lalu apa yang harus diperdebatkan? Toh itu tidak akan menampik kenyataan tentang apa yang tumbuh di dasar hatinya.

Mereka hanya merasa iri, merasa cemburu dan meluapkan kekesalannya karena Syafa melangkah satu langkah lebih jauh dari mereka. Meskipun, itu tidak pernah dilakukan secara sadar oleh Syafa sendiri.

Siapa sebenarnya yang memasang sketsa itu di mading?

Syafa menopang dagunya dengan telapak tangan, mencoba menerawang. Namun, pikirannya buntu. Belum banyak yang Syafa kenal di sana. Bagaimana mungkin ada orang asing yang mempermalukannya tanpa alasan? Kecuali, jika dia memang salah satu dari gadis yang juga mengagumi Saga.

Memang kenapa? Apa yang salah dengan jatuh cinta. Syafa hanya menunjukkan perasaannya. Kalian kenapa si, senang sekali membesar-besarkan hal yang begini.

Syafa tercengang membaca salah satu komentar di group UKM-nya. Itu adalah Chelsie. Dia membelanya. Bahkan Syafa tidak pernah bertemu dan mengenalnya, namun dia sudah begitu baik padanya. Syafa merasa terharu.

Sayangnya, itu tidak mengurangi rasa benci anak-anak lain di group. Mereka merasa, menyudutkan Syafa adalah hal yang benar, mereka merasa menjelek-jelekannya adalah langkah yang tepat untuk membalas tindakan yang tidak tahu malu.

Syafa tidak ingin berkomentar sama sekali. Biarkan seperti itu. Akan melelahkan jika di ikut terjun dalam obrolan. Karena dia tahu, dia tidak akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Syafa sudah cukup terluka dari apa yang dia baca. Dia tidak ingin dihakimi secara langsung dengan kemunculannya yang tiba-tiba dalam obrolan. Jadi, Syafa pun membiarkan mereka terus membicarakannya.

Mengumpulkan keyakinannya, akhirnya Syafa menekan tombol 'Keluar dari Grup'. Sebuah senyuman tersungging di wajahnya. Inilah akhir keputusannya. Dia pergi, namun melarikan diri seperti seorang pecundang. Syafa menangis tergugu di atas meja belajarnya.

*

Siang itu, setelah dua mata kuliah Syafa lewatkan dengan menahan hati, dia lekas berlalu meninggalkan kelas. Putri yang saat itu merasa ikut tersentuh dengan penderitaan Syafa berusaha mendekatinya, namun Syafa sedang tidak ingin mendengar belas kasihan. Dia ingin menganggap ini hanyalah omong-kosong yang tidak perlu ditanggapi. Dia hanya ingin pergi untuk absen mendengar gunjingan atas dirinya, menghindari kegilaan yang mengacaukan hatinya.

Hello RavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang