Burung-Burung Hitam

89 38 36
                                    

Saat matahari berada tepat di atas kepala, menyinari hampir segala sesuatu di bawahnya, memusnahkan limpahan bayangan pendek benda-benda, membuatnya bercahaya. Samar-samar di antara sinar panas yang tumpah ruah di sebagian muka bumi ini, tercipta lengkungan ramping pelangi cantik di kaki langit: fenomena lumrah, kerap terjadi setelah hujan deras disertai guntur dan angin kencang yang membungkus kota berjam-jam lamanya, tapi selalu saja membuatku takjub, tidak berhenti memuji betapa indah lukisan langit ciptaan-Nya.

Di sebelah utara kota, terlihat jam tua berumur 200 tahun lebih dibangun sejak 1800-an, kondisinya lapuk dan nyaris roboh. Berdiri kokoh tidak jauh dari tempatku termangu sambil berdiri tegak. Jam besar itu memperdengarkan lonceng berdentang yang amat nyaring, sesekali di sela suara decitan ngilu; mesin berkaratnya pasti lagi-lagi kekurangan oli, sementara itu warna-warna cerah yang bertumpukan di atas mulai memudar, lalu menghilang dari pandangan. Namun, di detik-detik terakhir kepergiannya yang fantastis, dengan secepat kilat aku menyusup ke dalam rimbunan tinggi semak-semak perdu yang terapit di antara bulevar batu bata merah sempit taman kota di sisi sebelah kanan dan hamparan gundukan tanah bergelombang yang ditumbuhi rerumputan di sisi lainnya-itu tempat favoritku sejak sebulan lalu, biasanya untuk beristirahat, menghabiskan waktu di jam-jam makan siang yang seakan berjalan merangkak dan kalau memungkinkan, aku akan melakukan sebuah aktivitas menyenangkan di situ.

Di tengah semak terdapat rongga kosong yang agak luas dengan batang semak yang melengkung, di sanalah lokasi paling cocok buat berlindung dari cuaca panas seperti ini. Sengatan membara mentari tak mampu menembus dedaunan lebar hijau yang sehat. Apalagi tempat ini sangat tersembunyi dan aman, cocok dijadikan tempat mengawasi keadaan sekitar secara diam-diam, tanpa terlihat oleh siapapun (itu hanya kegiatan iseng, sungguh). Satu hal lagi yang membuatku betah berlama-lama di sana: kesejukan yang menyelubungi sekelilingku, menyeruak dari substrat tanah lembap berwarna kecokelatan dan wanginya lavender yang menebarkan keharuman mencolok di udara-secara acak ditanami di petak-petak tanaman membuat baunya seolah ada di mana-mana.

Hari-hari musim pancaroba masih melanda ibu kota dan mempengaruhi total harian pengunjung taman yang kini tak sebanyak biasa, jumlahnya dapat dihitung jari; nampak seorang pria gempal sedang mengelilingi taman. Sekujur tubuhnya bersimbah peluh, pipinya menggelembung merah menahan lelah, terus memaksakan diri berlari dengan susah payah di sepanjang bulevar bertanda dalam kecepatan siput-karena selalu berhenti setiap kali melangkah untuk mengambil napas. Si gemuk tidak sendiri, dia didampingi pria kurus bertampang lesu bermata tajam yang dibingkai kacamata berbentuk kotak warna hitam, tubuhnya yang kurus dibalut jas putih, tangannya yang sama kurusnya memegang sebuah buku catatan dan dia berulangkali menatap catatannya itu sambil meneriaki si pria gempal dengan kata-kata menyemangati; di ujung terjauh taman di dalam jarak lingkup pandangku, tampak sekumpulan bocah ingusan pengendara sepeda roda tiga dengan berbagai dekorasi konyol bergerak perlahan mengitari bundaran air mancur yang sudah tak lagi mengalirkan air, seperti arak-arakan payah di festival gagal; terakhir, selusin burung-burung hitam yang hinggap di beberapa wahana permainan anak-anak yang terlampau sepi, sepertinya mereka sedang asyik berjemur.

Penyebab utama penyusutan pengunjung bukan hanya akibat pergantian mendadak cuaca: hujan berhawa dingin menggigit seketika menjadi panas membakar atau sebaliknya. Semua ini terjadi karena tersebarnya desas-desus mengenai kematian seorang pria paruh baya yang tak wajar di tepi danau buatan di taman, pelakunya pun masih menjadi misteri, bahkan polisi belum mengambil tindakan setelah 3 hari sejak kemunculan kasus itu, seolah pembunuhan orang biasa bukanlah sebuah masalah besar untuk diurus.

Diyakini banyak khalayak, kematiannya pastilah suatu pembunuhan berencana yang dilakukan seorang psikopat gila, satu alasan kuat yang mendukung argumen itu ialah kondisi mayat yang beberapa bagian tak lengkap dan memiliki luka menganga pada perut, ditambah semua isinya nyaris raib: usus dua belas jari, usus besar, pankreas, jantung, hati dan lambung, menghilang tanpa jejak. Pelakunya mungkin saja masih bebas berkeliaran di kota, mencari mangsa baru dan mencuri organ-organ vital mereka, lalu memakan semuanya mentah-mentah!

Creepypasta: Sasa (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang