2

880 126 17
                                    

Setelah mendengar semuanya secara singkat (terima kasih Kirishima, kilas balik yang disertai kalimat-kalimat hiperbola semacam "Bakugo itu jantan sekali!") Aizawa-sensei memutuskan untuk mengeluarkan Bakugo untuk sementara waktu.

Bukan. Bukan Drop Out seperti kasus hamil-menghamili yang menjadi hukuman akhir pada remaja kebanyakan. Atau mendapat tugas tadarus tiga juz, menghapal surat-surat pendek, membersihkan masjid, dan hal-hal religius dengan tujuan membentuk karakter yang lain.

Bakugo nggak mempan disuruh ngaji.

Khusus pagi ini, sampai jam terakhir, Bakugo dipersilahkan pergi kemanapun. Asal jangan di lingkungan sekolah, dan tak boleh merusak fasilitas umum. Intinya sih diusir.

Tentunya tak sendiri, gadis dengan netra coklat diperintahkan untuk ikut menemani. Serba salah juga sebenarnya, memangnya setelah kejadian itu Bakugo masih punya muka? Dihadapan [F/N] terutama.

"Mau kemana bangsat?!"

Bakugo menatap tajam, menyadari gadis dihadapan berjalan mendahului.

"Jogja."

"Hah?! Ngapain?!"

"Beli esgrim." [F/N] mendongak, kelopak menyipit kala mendapati matahari yang bersinar terik. "Ceket."

"Kok sampe ke Jogja segala?! Disini emang gak ada?!"

Gadis itu menatap bingung, "hah? Itu deket perempatan kan Jogja?"

"Yogya, bangsat. Yogya." Bakugo berkata dengan wajah datar, perempatan imajiner muncul pada pelipis. Menandakan amarahnya sedang meledak, namun si empunya badan tak kuasa melampiaskan.

"Iih sama aja!"

Bakugo akhirnya berjalan mengikuti, dalam pikirannya tetiba berputar lagu sebuah lagu yang ditujukan untuk promosi.

'Hanya di Jogja!'

Saat memasuki supermarket yang sebelumnya diperdebatkan, Bakugo masih memikirkan hal yang sama. Membatin mengiyakan, merasa bodoh karena otaknya bekerja pada hal yang tak terlalu penting.

'Iyasih sama aja.'

Beberapa saat kemudian, keduanya mendudukan diri pada kursi yang tersedia di taman terdekat. Matahari mulai tertutup mega, tanda jarum jam sudah berputar ke arah selatan.

"Kenapa tahu."

Bakugo berbicara sangat pelan, dengan nada datar. Tak memancing atensi [F/N] sedikitpun, gadis itu sibuk menyendok esgrim cup rasa coklat kesukaannya.

"Woi."

"Hah?"

"Kenapa tau."

"...."

Gadis itu berpikir beberapa saat, meskipun tetap gagal mengerti apa konteks dari pertanyaan Bakugo barusan.

"Yang tadi."

"...."

"...."

"Oh!" [F/N] menjentikan jari, "yang kamu suka aku?"

"Gak usah disebut-sebut lagi bisa nggak?!"

Gadis itu memasang cengiran kuda, "ehe."

"Jawab dong? Bangsat?"

"Kamu bego atau gimana sih?"

"Hah?!"

Bakugo tak terima. Kedua tangannya mulai mengeluarkan keringat disertai ledakan-ledakan kecil, kalau saja yang tengah berbicara dengannya ini bukan seorang gadis. Terlebih bukan seorang gadis yang mencuri hatinya.

Gimana coba rasanya dikatain bego sama orang bego?

"Keliatan tauuuuu!"

Bakugo tak menyahut, mencoba merefleksi diri pada hari-hari di masa lalu.

Apa iya terlihat sejelas itu?

"Bakugo 'kan suka ngeliatin aku terus, aku kalau suka sama cowok juga selalu pengin liat mukanya lama-lama."

[F/N] tersenyum lebar, meninggalkan pujian kecil yang terlontar dalam hati laki-laki yang tengah bersamanya.

'Cantik.'

"Bentar-bentar," Bakugo mendapati sesuatu yang janggal.

"Kenapa?"

"Tiap aku liat kamu selalu liat balik? Aku gak pernah liatin kamu lama-lama ya. Geer."

"Hah?"

"Tsk." Laki-laki itu mendecak kesal. "Aku gak pernah liatin kamu lama-lama, kamu nengok terus tiap baru diliatin bentar."

Sumpah. Itu kalimat terpanjang yang diutarakan seorang Bakugo Katsuki. Minggu ini. Tanpa mengandung satupun kata kutukan.

"Iya kan aku udah bilang? Aku kalau suka sama cowok selalu pengin liatin dia lama-lama."

"H-hah?!"

"Aku juga suka Bakugo."

rock bottom. | katsukiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang