Matahari pagi hangat membungkus kota. Perdebatan politik yang semakin memanas hanya di pandang bosan oleh aril.
"Seandainya profesi barista bisa ku ubah menjadi pejabat". Aril mengetuk-etuk layar televisi yang sama sekali tidak berpengaruh dengan halusinasinya.
"Seandainya benar saja seperti itu, pasti..." Aril menggantungkan perkataannya karna halusinasi yang terlalu tinggi.Tiba-tiba saja ia melompat-lompat lalu meneriakkan hal-hal yang ia idam-idamkan. "Rumah besar......mobil......mall..." Dengan mata terpejam, halusinasi akan semakin indah. Itulah motto yang tak pernah ketinggalan di pikiran aril.
Betapa nikmatnya menjadi orang kaya. Betapa hebatnya menjadi orang kaya. Dan betapa bahagianya menjadi orang kaya. Beberapa kalimat itulah yang selalu menghantui aril. Harapan besar akan kemakmuran hidup ia tumpahkan pada sang ayah.
Beberapa hari yang akan datang, ia akan meluncur ke amerika demi sang ayah. Biaya untuk itu telah ia siapkan jauh-jauh hari. Baginya, lelah yang ia jalani selama ini akan membuahkan hasil yang memuaskan.
***
"Jika aku tahu bahwa di dalam pesawat sedingin ini, pasti aku memilih untuk berjalan kaki". Bibir aril memutih karna kedinginan. Hal itu, benar-benar membuatnya membeku.
"Permisi kakak". Seorang ibu bertubuh besar duduk di samping aril dengan membawa tas yang sama besarnya dengan tubuh ibu tersebut.Aril hanya mengembuskan nafas kesal. Baginya, menaiki pesawat kali ini adalah pengalaman yang amat menyebalkan. Aril memilih untuk memasang secuil kapas di telinganya dan berfoya-foya di alam mimpi.
Sesampainya di amerika, ia bersegera untuk menghubungi sang ayah.
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Hubungi nomor ini sesaat lagi".
"Ayah.....!". Lirih kesal aril setelah mendengar pernyataan operator.Ia tak mempunyai pilihan lain selain berjalan kaki menuruti keyakinan hatinya. Keresahan pun membanjiri pikiran dan hatinya ketika senja mulai menyapa.
"Huft...bagaimana ini?" Kata-kata kebingungan mulai keluar dari mulut mungilnya.
"Seharusnya sebelum datang kemari aku menanyakan alamat ayah terlebih dahulu". Lanjutnya.Tugas mentari kini diganti oleh sang surya malam. Lelah adalah salah satu hal yang dirasa oleh aril. Tak lama kemudian, ia memasuki kedai kopi dan segera memesan minuman.
Tempat duduk yang diletakkan di pojok menjadi pusat perhatiannya.
"Huft....Hari yang melelahkan".Tulang rusuk yang masih tegap ia sandarkan di badan kursi.Tak sengaja bola matanya tertuju pada seorang laki-laki yang terlihat menua. Beliau sedang melayani 2 orang laki-laki yang duduk di barisan depan. Dan ternyata ia amat mengenalnya.
"Ayah...!" Ia menghampiri sang ayah yang ia cinta.Sang ayah pun menoleh lalu menatapnya tajam. Seolah bukan siapa-siapa. Dan parahnya, semua mata tertuju padanya dengan tatapan keheranan.
"Ayah...." Lirihnya semakin membuat mata sang ayah memerah.Tiba-tiba ayah mendorong dan mengobrak-abrik koper yang aril bawa.
"Dimana uang yang kau bawa????" Perilaku ayah yang demikian benar-benar membuatnya hancur. Semua harapan gugur di hadapannya.
"Ayah...apa yang kau lakukan?" Sang ayah mengipatkan tangan aril yang menyentuh tangannnya.
"Dengarkan aku! Aku membutuhkan uang sekarang! Dan betapa bodohnya engkau yang percaya begitu saja dengan ucapanku ini".Ayah pun meninggalkan aril setelah mendapat uang yang ia inginkan. Kebohongan itu, menjatuhkan harga diri aril di hadapan semua orang meskipun mereka tak paham bahasa yang dikatakan. Terlalu percaya terhadap orang tua apakah itu suatu kesalahan?
Orang-orang hanya menatap prihatin. Mereka tak sepenuhnya paham akan hal yang terjadi.
"Hello baby..." Seorang pemabuk laki-laki menghampiri aril yang tengah bersimpuh di hadapan barang-barang yang berserakan.
Ia menatapnya jijik. Dengan segera ia mengemasi barang-barangnya yang berserakan.
Tangan pemabuk itu tiba-tiba mengambil sebotol permen kesukaan aril. Karna kesal, aril mengambil tas kecilnya untuk memukul pemabuk itu. Namun, seorang laki-laki menghentikan tangannya.
"Apa yang akan kau lakukan?".
"K..au.... me.nger...ti ba..hasa.....ku...?" Tanya aril keheranan. Laki-laki itu hanya mengangguk sebagai jawaban.Tak lama kemudian laki-laki itu membawa pergi pemabuk keluar kafe.
Di pikiran aril hanya 1. Bagaimana ia akan pulang ke rumah
:)
