1. Putus

11.1K 479 32
                                    

Enjoy the read
❤❤❤❤❤❤

"Kenapa harus menangis?" Gab kesal dengan tingkah Solen. Wanita yang sudah menjadi sahabatnya sejak mereka masih balita. Sekarang Solen bekerja sebagai asistennya yang berharga.

"Menyedihkan, apakah aku salah mencoba mempertahankan prinsipku?" racau Solen. Ia langsung pergi ke apartermen Gab, setelah hubungannya kandas dengan Gio, pria yang sudah dia pacarai selama dua tahun ini. Bahkan mereka berencana untuk menikah tahun depan.

"Prinsip apa?" Gab mengambil segelas air dingin, memberikannya pada Solen dan ikut duduk di lantai dengan Solen. Pemandangan dari jendela kaca kamarnya memang indah.

"Tetap menjaga keperawananku sampai akhirnya kami menikah."

Gab mendengus mengejek. "Kamu tidak pernah berhubungan seks dengan pacarmu itu?" Gab bukan pria suci. Ia tahu setiap pria dewasa membutuhkan kata S itu. Jika tidak mau berbuat zinah, pilihannya adalah  segera menikah. Jika tidak mau menikah, pilihannya ada tiga. Satu tetap menjaga moral dan hidup selibat, yang pasti sulit melakukan ini bagi Gab. Dua, memiliki simpanan atau jangka panjang yang bersedia melayani kebutuhan pasangannya tanpa membicarakan masa depan. Tiga, sesekali melayani diri sendiri ataupun mencari cinta semalam di luar sana. Karena Gab bukanlah tipe yang akan menikah, ia juga bukan penggemar hubungan jangka panjang atau memilih hidup selibat, maka pilihannya jatuh pada pilihan nomor tiga. Dia bukan pribadi yang setiap saat memikirkan seks, jika itu terjadi, restoran yang ia bangun tidak akan seberjaya sekarang.

"Tidak."

"Sol, Pria mempunyai kebutuhan," ia merangkul wanita di sampingnya tanpa rasa canggung. "Kalau kamu tidak bisa memenuhi kebutuhan itu, dia akan mencarinya ketempat lain."

"Tidak semua pria seperti kau." Solen melepas rangkulan Gab.

"Itu benar, tidak salah sama sekali. Tapi," ujarnya sambil menikmati pemandangan malam di hadapannya, "sebagian besar pria seperti itu. Bahkan bagi yang memilih menikah sekalipun, urusan ranjang itu penting. Suami harus bisa memuaskan istri dan sebaliknya. Jika ada salah satu yang tidak puas, bisa saja hal ini akan berdampak pada pernikahan itu sendiri."

"Seolah kamu pernah menikah saja." cibir Solen. Ia meneguk air dingin yang diberikan Gab. "Aku tidur di sini, dan jangan ganggu aku."

"Aku memang tidak pernah menikah, tapi Jae menikah dan tampak sangat puas dengan Ayu." Gab mengangkat bahunya acuh. Ia mendengar suara tawa Solen dan bisa melihat pantulan wanita itu dari kaca bening di hadapannya. Solen sudah melepas jaketnya, meninggalkan wanita itu dengan kaos oblong putih dan celana jins longgar. Bagaimana bisa Gio tahan dengan Solen, wanita itu tidak pernah tahu caranya memoles diri. Jangan salah mengira, Gab tetap menyayangi Solen sebagai sahabat, bahkan saudara, tapi wanita itu perlu memunculkan yang terbaik dari dirinya.

"Waktu berjalan cepat." Solen masuk ke dalam selimut di ranjangnya. "Ngomong-ngomong, mereka akan pindah ke rumah baru bulan depan?" tanya Solen.

"Ya, katanya begitu." Gab bangkit, membawa gelas yang tergeletak di sana ke meja kecil di sudut ruangan. "Dia bilang, dia akan membutuhkan rumah sesungguhnya untuk menampung bocah-bocah kecil yang terlalu aktif itu." Ia lalu bergabung dengan Solen di ranjang.

"Ya, mereka memang membutuhkan rumah yang sesungguhnya." Solen menutup matanya, mencoba untuk bersantai. "Aku tidak menyangka akan di campakan seperti ini." Ia tertawa. Air matanya sudah mengering lama, rasa sakit masih menggerogotinya, tapi ia akan baik-baik saja.

"Kau akan baik-baik saja."

"Aku tahu." Solen bergerak ke samping "menurutmu, apakah aku harus belajar sesuatu agar tidak dicampakkan oleh calon suami potensialku di masa depan?"

Solen GabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang