[1] Ridin

1.5K 167 46
                                    

|RELOAD : 1. Ridin|

***

Bandung, Juni 2015

Aku memijit bagian pelipisku pelan. Mengurai rasa pening yang sepertinya menyumbat pembuluh darah menuju otak. Helaan nafas dari Refa disebelahku juga menandakan kalau dirinya sama lelahnya denganku.

"Perasaan waktu itu Hera ikut raker kan? Masa' dia nggak tau sih kalau PI itu wewenangnya mengawasi keberlangsungan organisasi juga jalannya acara." Ujarku menahan kesal.

Aku merasakan tepukan ringan dipunggung. Tatapan mata Jaka seolah mengatakan; sabar jangan meledak. Aku hanya bisa mendengus kasar seraya menyandarkan kepala yang tiba-tiba terasa berat kepundak Refa

"Entar kalo makin panas, masuk aja Sa. Kagak bakal kelar urusannya."

"Lihat ntar Fa, sebel gue hari ini sama temen kelas lo. Hehe..."

**

"Tapi kami tetap butuh salah satu PI untuk menjadi kordinator timdis kali ini. Nggak mungkin acara menghandle keseluruhan." Bisa kulihat Hera mengeluarkan pendapat sekaligus unek-uneknya disaat yang bersamaan.

Disatu sisi Arjun mengusap wajahnya kasar. Untung Arjun bukan tipikal Wondy ketua himpunan kami yang keras dan tegas. Dan beruntungnya lagi Wondy sedang rapat BEM Fakultas bersama si gigi kelinci Bobi. Wakil yang punya kepribadian berbanding terbalik 180 derajat yang selalu menyatakan sedang berada pada love hate relationship dengan Wondy. Kadang aku heran kenapa mereka bisa mendapat suara terbanyak di pemilihan. Oke, kembali ke topik, yang jelas saat ini kepalaku sedang ingin meledak menyaksikan perdebatan rapat.

"Di AD/ART Hima, tugas PI adalah mengawasi jalannya acara. Tahun ini kenapa kita ngggak masukin PI sebagai kordinator. Karena evaluasi tahun kemarin kerja PI sibuk dibagian eksternal, Her."

Seperti yang kuharapkan dari Arjun si ketua pelaksana. Untung saja isi kepalaku bisa disampaikan olehnya.

"Terus PI ngapain aja jadinya?" Pernyataan dari Hera otomatis kembali membuatku menghela nafas kasar.

Kenapa dia bisa tidak berpikiran terbuka disaat seperti ini, sih. Posisi rapat persiapan LDKM untuk mahasiswa baru kali ini bukan hanya melibatkan pengurus Hima saja. Tapi juga mengajak anggota oprec lainnya. Perkataan Hera otomatis dapat menimbulkan opini bahwa PI secara tidak langsung adalah pengurus ter-santuy yang tidak melakukan apa-apa.

"Masuk ketupel." Aku mengangkat tanganku, sekarang sudah pukul tujuh malam dan aku bisa gila jika rapat kali ini tetap sampai disitu-situ saja. Hamba lapar ya Tuhan!

"Iya, silahkan Lisa."

Arjun mempersilahkan untuk bicara. Entah kenapa seisi selasar mendadak hening. Semua atensi tertuju padaku. Kenapa aku jadi deg-degan begini, berasa mau sidang atau evaluasi akhir bulan.

"Saya perwakilan dari PI ingin menyampaikan pendapat. Memang benar apa yang disampaikan oleh ketupel jika mengacu pada AD/ART. PI tidak bisa masuk dalam kepanitiaan, tidak menutup kemungkinan jika kenyataannya kita memerlukan tenaga lebih. Tapi bukannya kordinator timdis udah ditunjuk ya?" Tanyaku ingin memperjelas hasil kerja sie acara sebelum menyampaikan pendapat selanjutnya.

"Emang udah, tapi itu dipegang Silmi. Dan Silmi kan masih Junior pastinya terlalu berat buat dia. Jadi aku minta setidaknya kamu atau Refa yang ngehandle langsung timdis. Tampang kalian kan garang juga, Sa!" Jelas Hera, yang benar saja. Ide siapa yang bilang mukaku garang?

"Kalau begitu yang diperlukan adalah backing, bukan pergantian posisi, Her. Aku sama Refa siap backing posisi Silmi, tapi nggak buat tukar posisi. Jangan merasa lebih baik si A dibanding si B. Disini kita sama-sama belajar ya, organisasi ataupun manajemen diri. Kalau nggak ada kepercayaan dan tanggung jawab mau sebagus apapun sumber dayanya nggak akan berjalan lancar acaranya, percuma, sia-sia."

✔ RELOADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang