Jalan

7 0 0
                                    

Minggu pagi, ketika sarapan pukul 07:00

"Ma, Pa, aku pergi dulu, ya." Aku berdiri sembari meminum sisa air di gelasku.

"Mau ke mana? Ini masih pagi," kata mama.

'Mau ngehindar dari si cowok aneh, sebelum dia datang,' batinku.

"Ah, ada urusan lah pokoknya."

"Gak jelas banget kamu," kata papa tanpa memandangku dan masih fokus pada makanannya.

"Hehe ... aku berangkat dulu, ya."

Aku pergi. Akhirnya aku bisa terhindar dari cowok aneh itu. Namun, sesuatu yang mengejutkan menimpaku ketika tiba di depan pintu.

"Assalamu'alaikum, Tania. Kamu mau ke mana? Kita 'kan udah ada janji."

"Kok elo udah di sini aja, sih?" tanyaku, dengan nada suara hampir meninggi.

'Kayak setan aja ni orang, tiba-tiba muncul,' pikirku.

"Tania, janji itu harua ditepati, lho." Aku bergidik ngeri mendengar ucapannya. Siapa yang janji coba, dia sendiri yang mengambil keputusan.

Selang beberapa waktu, papa dan mama keluar, membuat semuanya semakin runyam.

"Eh, ada Arkan. Kenapa gak diajak masuk, Tan?" Papa menyambut kedatangan Arkan, begitupun mama.

"Om, Tante, apa kabar?" tanya Arkan ramah, seraya mencium tangan kedua orang tuaku takzim.

"Baik. Oh, jadi kamu buru-buru pergi karena mau ketemu sama Arkan?" tanya mama, meledek. Ia menaik-naikkan alisnya beberapa kali.

Saat itu, aku merasa terpojokkan, tak bisa berkutik. Pasrah.

"Kalau gitu, kita jalan dulu, ya, Om, Tante."

"Iya, hati-hati di jalan, ya. Have fun."

Arkan membukakan pintu untukku.

"Gak usah sok care." Dia hanya tersenyum. Aku heran, kenapa dia selalu menghadapi ketajaman mulutku dengan senyuman? Apa dia hanya pura-pura tabah, agar bisa mengambil hatiku?

"Kita mau ke mana?" tanyanya, sambil fokus memperhatikan jalan di belakang kemudi.

"Lah, situ yang ngajak, kenapa nanya mau jalan ke mana ke gue?"

"Ya, siapa tahu kamu punya rekomendasi, 'kan?"

"Gak ada, otak gue kosong."

"Wah, gawat kalau otak sampe kosong. Istighfar, Say."

Setiap ucapan yang dikeluarkannya membuatku malas untuk melanjutkan perbincangan. Baru beberapa kali bertemu saja sudah sejengkel ini, apalagi kalau bertemu setiap hari. Kacau duniaku.

Sepanjang perjalanan, Aku hanya berdiam diri dan beberapa kali memandang ke luar jendela. Sampai tidak kusadari, kami tiba di tempat tujuan Arkan.

"Ngapain kita ke sini?"

"Membuat kenangan."

.
.
.
.
Kenangan apa?





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Syukran AkhiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang