"Seandainya saja aku tak pernah melihat rautmu, semua mungkin saja tak akan menjadi seperti ini. Sungguh, aku menyesal pada takdir yang pertemukan kita"
-Na Jaemin
Lelah, mungkin itu yang kurasakan setiap jam pulang sekolah datang. Aku harus berjalan kaki menyusuri sebuah jalan kecil untuk mencapai tempat dimana antar jemputku berada. Rasa malas kerap kali menggelayuti seluruh inchi tubuhku, seolah memaksaku untuk berhenti berjalan. Ah, tidak-tidak. Aku tidak boleh malas berjalan seperti ini bila aku tak ingin kawan sepenjuru sekolah tahu bahwa akulah putri semata wayang pemilik yayasan sekolah.
Jalan kecil ini memang dibuat khusus untuk diriku agar aku tak dibicarakan sana-sini perihal status ku sebagai anak pemilik yayasan. Aku yang meminta ayah untuk membuatkan jalur tikus ini. Alasannya satu. Aku benci ketenaran. Jadi biarlah aku berjalan kaki berlelah-lelah agar statusku tak diketahui mereka. Jika orang-orang ayah menjemputku tepat di depan sekolah, maka aku akan segera tenar dari mulut ke mulut.
Jalan kecil ini hanya diketahui oleh sedikit anggota keluargaku, juga orang-orang papa. Jadi, kecil kemungkinan nya bila ada orang asing yang injakkan kaki nya ke jalan kecil ini.
"STOP THERE, SHIT!" tiba-tiba saja suara teriakan juga derap kaki tergesa memenuhi rongga pendengaranku.
Timbul sesosok lelaki dengan seragam yang sama tenganku berlari bak kesetanan. Bulir keringat basahi sekujur tubuhnya. Air mukanya panik juga pucat, membuat ku terkejut karena tiba-tiba saja ia muncul dari tikungan yang baru saja ingin kulewati, tikungan terakhir sebelum jalan kecil ini berakhir.
Lelaki itu berhenti tak jauh dari letak mematungku. Posisinya sungguh membuatku khawatir. Napasnya tersengal hebat, keseimbangan tubuhnya mungkin saja bertumpu pada lutut serta pasang tangannya. Karena kini tangannya memegang lutut dengan posisi tertunduk, posisi orang yang amat sangat kelelahan setelah marathon.
Kulangkahkan kaki ku sedikit tergesa kearahnya. Aku tak mengenalinya karena anak rambut miliknya menyembunyikan raut wajahnya yang tertunduk. Tak lama, tubuhnya ambruk ke tanah dengan pasang lutut sebagai penyangga tubuh. Kedua tangannya bergantian menyentuh bagian dada yang tampak nyeri, sesekali ia mendesis kesatitan. Jelas sekali ia kesulitan bernapas. Kubuka tas biru ku dan kuserahkan botol minum yang belum sempat kubuka apalagi kuminum–aku membelinya sepulang sekolah tadi.
Tangan lelaki itu bergetar hebat menyambut uluran botol minum yang kuberikan. Tangan kanannya memegang botol kuberikan yang sedang ia minum dan tangan kirinya menghela poni, dan–
Nampak pelipis kanannya yang memerah, berdarah.
Kuberikan plester luka yang belakangan ini selalu mendiami bagian depan tas milikku. Yeah, entah mengapa akhir waktu ini ayah overprotective padaku.
"Berhenti, bedebah sialan!"
Suara teriakan kembali menggema pada jalanan sempit ini. Lalu dua orang suruhan ayah yang biasa mengantar jemput ku muncul di tikungan tempat lelaki tadi ketakutan. Wajah kerasnya melembut kala menatapku, tetapi berubah nyalang ketika menatap lelaki tadi. Orang suruhan ayah menunduk, mengucap hormat padaku.
Lelaki itu menerima plester luka yang kuberikan sembari bangkit dari posisinya semula. Mengucap terima kasih pelan, hampir aku tak mendengarnya, lalu kembali berlari terseok-seok sambil memegangi dadanya.
Mengapa... ia tampak ketakutan dengan orang suruhan ayah?
Dan... mengapa orang suruhan ayah tampak benci pada laki-laki itu?
"Pak Kim." panggilku pelan ketika mobil yang kutumpangi sudah membelah padatnya pusat kota.
"Iya?"
"Lelaki tadi... siapa?" tanyaku penasaran.
Keadaan mobil lengang sejenak, menyisakan suara tape recorder mobil yang tengah memutar lagu Someone You Loved – Lewis Capaldi.
Kulihat kedua orang suruhan ayah tengah bertatapan ragu.
"Pak..?" desakku curiga.
"Ah, itu.. bukan siapa si–emm.. maksud saya.." jawabnya tergagap. Matanya mengarling kearah temannya, meminta bantuan seolah sedang contekan pada saat ulangan Biologi berlangsung.
"Ah, tadi ia tampak mencurigakan. Iya! Mencurigakan. Oleh sebab itu kami mengejarnya!" orang satunya menjawab.
"Mencurigakan atas dasar apa?" pojokku.
"Tidak usah dipikirkan, Youra. Kau pasti lelah. Tidurlah! Aku akan membangunkanmu ketika kita sudah sampai di rumah." orang suruhan ayah tampak menyembunyikan sesuatu. Ah, sudahlah! Biarkan saja. Lagi pula apa yang dikatakannya benar. Aku sangat lelah dan mataku meminta untuk segera beristirahat.
-o0o-
TBC
Makasii yang udah mau mampir baca
Vote dan share cerita ini yaa
makasih banyaak
-SajakSenja
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Care of Yourself || Na Jaemin
FanficKusampaikan beribu maaf untukmu, lelaki yang tanpa kusadari telah kutuntun menuju celaka. RANK 1 #justfiction Rank 11 #youra