Satu - Kembali.

220 99 123
                                    

Sang rembulan telah berganti tugas dengan sang mentari menandakan hari telah berganti. Sinar yang dipancarkan oleh sang mentari perlahan mulai menyelusup masuk ke sebuah kamar melalui celah-celah gorden. Hingga, saat cahaya tersebut mengenai wajah sang pemilik kamar—yang kini masih mengarungi dunia mimpi, mengernyitkan dahinya merasa terusik oleh keberadaan sinar itu.

"Hnggg!" Ia akhirnya bangun, lalu mulai melakukan peregangan pada otot-ototnya yang kaku setelah tidur dengan posisi yang kurang nyaman setelah marathon Drama Korea tentang pelakor hingga sepuluh episode dalam semalam saking serunya.

Belum selesai meregangkan otot, suara ketukan pintu mulai mengalihkan fokusnya hingga mau tak mau Dhara harus berjalan menuju pintu kamarnya meninggalkan kasur empuknya yang sepertinya tidak ingin di tinggalkan oleh pemiliknya.

Saat membuka pintu, terlihat perempuan yang berumur lebih dari setengah abad, yaitu Bi Minah—asisten rumah tangganya sejak Dhara masih kecil, sedang menatapnya penuh kegelisahan membuat alis Dhara bertautan tak mengerti dengan sikap Bi Minah yang aneh di pagi hari yang cukup cerah ini.

"Kenapa Bi ? Kok gelisah gitu ?" Tanya Dhara

"Anu non...Itu...Di bawah ada tuan, katanya mau bertemu dengan Non Dhara" Jawab Bi Minah dengan gugup menunggu reaksi yang akan di berikan oleh Dhara

Raut wajah Dhara yang awalnya tersenyum ramah pada Bi Minah berubah menjadi terkejut dan kaku menampakan sekali ketidaksukaannya pada seseorang yang mengganggu Sabtu paginya yang indah itu. Segera Dhara berjalan menuju lantai dasar untuk menemui orang yang mengganggu ketenangannya tersebut. Bukannya tidak suka Papa nya mengunjunginya, namun sudah hampir enam bulan laki-laki yang berstatus sebagai Papa nya itu tidak pernah menginjakan kaki di rumah ini.

"Ngapain Papa kesini ? Aku kira Papa lupa alamat rumah ini" Tanya Dhara sarkas sangat menunjukan rasa ketidaksukaannya terhadap laki-laki yang berdiri cukup jauh darinya tersebut. Sejak empat tahun yang lalu, lebih tepatnya setahun setelah kepergian Mama nya. Hubungan antara ayah dan anak tersebut memburuk. Diawali dengan kepergian Wardhana, Papa Dhara yang sangat mendadak membuat Dhara yang kala itu baru berumur 13 tahun terpuruk hingga menumbuhkan rasa benci di hati Dhara hingga saat ini. Wardana memilih untuk tinggal menyendiri jauh dari Dhara meskipun dalam beberapa tahun terakhir setiap tiga bulan sekali Wardana akan mengunjungi Dhara untuk memastikan kondisinya.

"Papa kesini, cuma mau kasih kamu ini" Wardana menyerahkan sebuah undangan berkonsep elegan dengan namanya dan nama seorang perempuan tercetak disana lengkap dengan foto prewedding mereka.

Melihat itu, raut wajah Dhara seketika diselimuti oleh perasaan kecewa dan sedikit marah. Dhara mengambil undangan tersebut, membuka amplop pembukus undangan lalu mengambil sebuah kertas berwarna putih yang sedikit transparant dengan gaya tulisan yang timbul serta berwarna emas, terlihat sangat elegan bukan ?

Setelah membaca dengan detail dan melihat beberapa foto yang sengaja di cetak lalu dimasukan kedalam amplop undangan tersebut, Dhara sangat tahu siapa perempuan yang akan bersanding dengan Papa nya itu, seketika Dhara menampakan senyum patah kearah sang Papa membuat Wardana sedikit was-was dengan sikap putrinya itu.

"Kemala Maheswari ? Sekretaris Papa itu ? Oh jadi nikahnya sama itu ?" Tanya Dhara dengan nada yang cukup menjengkelkan.

"Kenapa ? Papa rasa dia adalah figure Mama yang cocok untuk mendidik kamu" Jawab Wardana tegas, menyiratkan bahwa ini adalah pilihan yang tepat untuknya.

"Figure Mama ? Aku cukup punya satu Mama yang sekarang udah ada sama Tuhan. Aku gak butuh Mama baru lagi. Jadi, aku gak setuju Papa nikah sama Tante Mala atau siapapun" Tegas Dhara

"Jaga ucapan kamu Dhara!" Bentak Wardana membuat Dhara sedikit terkejut lalu menetralkan kembali raut wajahnya. "Papa kesini bukan mau minta persetujuan kamu. Papa kesini karena masih ingat kamu itu anak Papa!"

Jleb, Wardana kembali menorehkan luka baru di hati Dhara membuat Dhara hampir menangis, namun karena egonya yang sangat tinggi Dhara berusaha menahan tangisnya mati-matian. Kata-kata Wardana sangat menusuk untuk Dhara.

"O..Oh untungnya Papa masih ingat aku hidup" Suara Dhara terdengar sangat lirih dan bergetar karena mencoba mempertahankan dirinya untuk tidak menangis.

"Kamu harus hadir, jangan bikin malu Papa, nanti akan ada orang yang datang untuk membawakan gaun untuk kamu" Setelah mengatakan hal itu, Wardana langsung pergi tanpa berpamitan meninggalkan rumah itu.

Setelah kepergian Wardana, Dhara masih mematung di tempatnya, menatap undangan tersebut dan mulai meremasnya dengan kasar lalu melemparnya ke lantai meluapkan segala emosi yang sedari tadi ia tahan. Kata-kata Wardana tadi kembali terngiang-ngiang di kepala Dhara

'Papa kesini karena masih ingat kamu itu anak Papa'

Dhara POV

Setelah meremas undangan sialan itu, aku langsung kembali menuju kamarku meluapkan segala emosi ku yang sejak tadi aku tahan. Seandainya saat itu Papa tidak pergi, seandainya saat itu Papa tidak meninggalkan ku sendiri, seandainya saat itu... Mama tidak mengalami kecelakaan pasti hal ini tidak akan pernah terjadi. Hubungan ku dengan Papa pasti akan baik-baik saja. Aku, Papa dan Mama pasti akan menjadi keluarga yang sangat harmonis. Tapi semuanya mustahil untuk terjadi

Memangnya siapa aku ? Tuhan ? Sampai bisa mengubah waktu ? Atau Doraemon yang memiliki mesin waktu ? Aku hanya seorang remaja perempuan biasa yang sebenarnya masih memiliki Papa tapi terasa seperti anak yatim piatu.

Kalian tahu ? kapan acara pernikahan—ralat hanya resepsi, itu terlaksana ? Hari ini! Ya, hari ini kalian tidak salah baca. Apa salah aku bereaksi seperti ini dikala aku merasakan ketidak adilan yang sangat dalam di hidupku ? Apa boleh aku menyalahkan takdir ? Aku tidak tahu.

Tak beberapa lama, ku dengar Bi Minah kembali mengetuk pintu kamarku, dengan langkah yang gontai aku membuka pintu kamar ku, Bi Minah memandangku iba kemudian ia menyerahkan sebuah kotak berwarna putih. Ah sepertinya itu adalah gaun yang disebutkan Papa tadi. Aku tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Bi Minah lalu kembali menutup pintu kamarku.

Aku duduk di sisi tempat tidurku, membuka kotak tersebut yang berisikan sebuah gaun yang bagiku cukup cantik—bukan, namun sangat cantik. Aku mengambil gaun tersebut, sebuah gaun panjang tanpa lengan berwarna soft pink dengan hiasan pita berwarna hitam di pinggangnya, sangat cantik bukan ?

Aku sempat senang melihat design gaun tersebut, hingga akhirnya aku tersadar gaun tersebut akan ku gunakan untuk menyaksikan Papa dengan Mama tiriku berada diatas sebuah panggung kecil sembari melemparkan sebuah buket bunga, sangat memperihatinkan bukan ?.

Sempat terlintas di kepalaku untuk tidak datang keacara tersebut. Namun, entah mendapatkan bisikan dari mana hati nurani ku berkata untuk aku mendatangi acara tersebut. Namun, bukan Dhara nama nya kalau belum memberikan sebuah kejutan kecil di dalam pesta tersebut.

Aku cekikikan sendiri, membayangkan rencana yang sudah aku buat dengan absurd di dalam kepalaku, seperti nya acara ini akan menyenangkan kawan.

Aku cekikikan sendiri, membayangkan rencana yang sudah aku buat dengan absurd di dalam kepalaku, seperti nya acara ini akan menyenangkan kawan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana chapter dua nya ?
Aku nungguin banget kritik dan saran dari kalian, supaya cerita ini bisa lebih baik.
Gimana perasaan kalian kalau ada di posisi Dhara ?:)

EPIPHANY✔.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang