Dua - Pengganti

159 73 107
                                    

Resepsi pernikahan Wardhana dan Kemala mengambil konsep outdoor , diadakan disebuah taman yang memiliki latar hutan, berbatan langsung dengan sebuah danau yang sangat terlihat sangat indah. Terdapat banyak pohon dengan berbagai ukuran disekitarnya yang bisa dikatakan cukup terawat. Tempat yang sangat tepat untuk di jadikan tempat untuk menggelar acara resepsi pernikahan. Suasana yang damai, sejuk dan romantis dapat dirasakan secara bersamaan di tempat ini.

Tidak lupa juga hiasan-hiasan yang terpasang disini menambah kesan elegan. Jalan setapak yang membelah barisan kursi menjadi dua kubu itu juga dihiasi dengan kelopak bunga mawar berwarna putih dah merah jangan lupa dengan tempat duduknya yang di terbuat dari kayu agar menyatu dengan tempat itu juga dihiasi dengan ikatan-ikatan kain berwarna putih di tiap sudutnya.

Beberapa pohon disini juga dihiasi, seperti sebuah pohon besar di dekat panggung kecil yang berada di ujung jalan setapak tersebut dihiasi dengan beberapa tanaman merambat yang di tempel pada batang kokoh pohon tersebut beserta foto-foto prewedding. Dahan-dahan kecil juga dihiasi tanaman merambat yang digunakan untuk menggantung beberapa foto. Tidak hanya itu, ada sebuh papan kayu yang berisi tulisan yang berhubungan dengan cinta serta di penuhi foto-foto yang di tata se-aesthetic mungkin untuk dijadikan tempat berfoto bagi para undangan.
Acara resepsi ini mulai pada saat senja, saat matahari mulai beristirahat dan digantikan oleh rembulan dan bintang-bintang.

Pada saat matahari sedikit lagi benar-benar menghilang, pasangan yang terlihat tidak lagi muda namun masih berkharisma tersebut mulai berjalan menuju panggung kecil itu, mereka terlihat memamerkan senyum paling terbaik yang mereka miliki. Suara tepuk tangan memenuhi tempat itu saat pasangan tersebut baru saja sampai diatas panggung kecil itu, seketika lampu-lampu tumblr berwarna warm white yang terpasang di seluruh tempat itu menyala menbuat kesan dinginnya malam di tempat itu menjadi hangat.

Dari jauh terlihat Dhara yang baru saja memasuki tempat tersebut, sepertinya ia sedikit terlambat hingga melewati satu sesi yang menurut orang lain sangat mengesankan namun pastinya tidak sama sekali bagi Dhara.

Dhara POV

Iya, akhirnya aku sampai ditempat ini, di tempat yang sebenarnya sangat bagus namun menjadi kurang bagus saat mengetahui siapa yang membuat acara ditempat ini. Aku melihat, mereka tersenyum bahagia diatas sebuah papan atau bisa dikatakan panggung ? Ah aku tidak peduli. Aku melihat mereka saling berpandangan lalu saling menatap dengan dalam. Apakah hal itu juga dilakukan Papa saat menikah dengan Mama ? Kalalu iya, mereka pasti terlihat sangat romantis. Sekarang, Papa terlihat mengambil jemari Tante Mala, jangan lupakan tatapan mereka yang tidak terputus sama sekali.

Papa terlihat mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah dari sakunya, membuka kotak tersebut—yang ternyata berisi cincin. Papa mulai memakaian cincin itu di jari manis Tante Mala, begitu pula sebaliknya. Lalu mereka kembali saling memandang kemudian berciuman yang diiringi dengan suara tepuk tangan dari tamu undangan yang lain. Aku hanya memandang hal itu dengan sedikit geli ? Mungkin. Andai saja, Papa dengan baik-baik memberitahuku, mengenalkanku pada calonnya, dan yang paling penting tidak meninggalkanku. Pasti aku bisa tersenyum seperti tamu undangan yang lain. Tapi sayang, aku hanya bisa berandai-andai.

Aku sebenarnya sedikit terlambat datang karena aku tidak tahu lokasi mereka mengadakan acara ini. Jangan tanya kenapa, itu karena undangan yang diberikan ku remas hingga robek-robek lalu dibuang oleh Bi Minah. Namun, berkat media sosial aku akhirnya bisa sampai ditempat ini meskipun harus nyasar-nyasar sedikit.

Dhara POV End

Kini, saatnya acara lempar bunga yang merupakan acara puncak dari resepsi ini. Pada saat ingin membalikan badan, tidak sengaja tatapan Wardhana bertemu dengan tatapan sinis milik Dhara. Seketika amarah Wardhana memuncak, disana, ditempat itu berdiri gadis remaja dengan pakaian yang sangat kontras dengan tamu undangan lainnya. Disana, Dhara berdiri dengan setelan santai nya, ia menggunakan celana jogger hitam dengan baju kaos putih polos yang ditutupi oleh jaket jeans serta sepatu converse all star nya dan sebuah waist bag berwarna hitam, outfit yang sangat bagus untuk hangout namun tidak dengan acara resepsi apalagi acara yang sudah memiliki dresscode nya tersendiri.

Kemala yang merasa aneh dengan suaminya langsung mengikuti arah tatapan suaminya. Ia langsung menggelengkan kepalanya dikala mengerti apa yang membuat suaminya itu menajamkan penglihatannya.

"Udah, kita selesaikan ini dulu, nanti kita temui dia" Ucap Kemala sambil mengusap pelan lengan suaminya.

Wardhana pun mengangguk, lalu melanjutkan acara mereka yang sempat tertunda itu. Setelah itu, Wardhana dengan buru-buru menuruni panggung untuk menghampiri Dhara yang sejak tadi tidak berpindah posisi sama sekali

"Kamu ini apa-apaan Dhara !?" Marah Wardhana sesaat setelah berdiri tepat di depan Dhara.

"Tenang Pa, malu kalau dilihat tamu yang lain" Ujar Kemala yang mencoba menenangkan suaminya itu.

"Dhara!" Geram Wardhana, sang empu nama hanya menaikkan sebelah alisnya. "Bukannya Papa sudah memberikan gaun yang akan kamu gunakan malam ini?"

"Iyasih udah, tapi sayang aja aku gak suka gaunnya. Terlalu norak" Balas Dhara santai, pakaian ini hanyalah kejutan kecil yang ia persiapkan untuk menyambut anggota keluarga barunya.

"Hh, sudahlah terserah kamu. Kenalkan ini Mama Mala dan kedua kakak kamu, Rania dan Sagara" Seketika tubuh Dhara meremang mendengar nama terakhir yang di ucapkan Wardhana.

"Halo Dhara, kenalkan saya Kemala panggil saja Mama Mala, Rania, Sagara ayo kenalan sama adik kalian" Ujar Kemala, kemudian dua orang yang sedari tadi berdiri dibelakang Wardhana dan Kemala keluar, seorang perempuan yang sepertinya berusia 20 tahun keatas dan seorang laki-laki yang terlihat sedikit lebih tua dari Dhara. Wajah Dhara semakin mengeras.

"Hai, gue Rania" Rania menjabat tangan Dhata yang hanya ditatap dingin olehnya.

"Saga" Kini giliran Sagara yang memperkenalkan diri, Dhara menatapnya sengit seperti sedang bertemu dengan musuh lama sedangkan yang ditatap hanya memberikan tatapan biasa, bahkan bisa dikatakan tatapan sedih dan menyesal mungkin ? Entah lah.

"Semoga kita menjadi keluarga yang akur ya. Semoga kamu bisa menerima Mama dan anak-anak Mama sebagai kakak kamu" Ucap Kemala memecahkan keheningan

"Mama ? Maaf ? Bisa diulangi ? Sepertinya aku salah dengar. Tapi, kalau aku tidak salah dengar berarti tante lagi ngelindur ya ?" Jawab Dhara, yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari Wardhana. "Oh tante belum tahu ya ? Mama aku cuma satu sekarang dia lagi jalan-jalan di surga"

"Jaga sopan santun kamu Dhara!" Bentak Wardhana, sepertinya setelah pergi cukup lama, Papanya Dhara ini cukup emosional

"Bodo amat, udahlah aku kesini tujuannya cari makan, bukan mau debat" Setelah itu, Dhara langsung meninggalkan mereka, membuat Wardhana menghembuskan nafas berat lalu direspon dengan usapan lembut di lengan oleh Kemala.

"Bodo amat, udahlah aku kesini tujuannya cari makan, bukan mau debat" Setelah itu, Dhara langsung meninggalkan mereka, membuat Wardhana menghembuskan nafas berat lalu direspon dengan usapan lembut di lengan oleh Kemala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aneh gak sih ? Aku lumayan dapet feelnya tapi gak tau gimana sama kalian. Part ini lebih banyak narasi daripada dialog, gak tau kenapa jadi kayak gitu, aku cuma ngetik apa yang terlintas di kepala saya aja. Kalau kurang feel, aku mohon maaf

EPIPHANY✔.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang