Gita- 1

37 6 11
                                    

Terdengar helaan nafas panjang namun pelan, sebelum seseorang berbicara.

"Pah-"


"Kita kan udah pernah bahkan sering bahas ini pah, Gita juga udah bilang berkali-kali, kalau Gita itu nggak minat buat nikah" Papa menolehkan pandangannya ke arah mama. Seperti sedang meminta pendapat.

Dalam hati, Gita tahu betul apa yang sedang terjadi. Jadi, mari mencoba mengikuti pembicaraan Papanya kali ini dengan sabar.

Orang tua Gita menganggap kalau Gita udah cukup matang untuk menikah diusianya ini. Terbilang, besok minggu umur Gita genap 27 tahun. Gita yang sudah memiliki penghasilan sendiri dan bahkan usaha sendiri jadi semakin membuat mantap orang tua Gita untuk melihat anaknya bahagia.


"Gita, enggak boleh ngomong gitu" Mama Gita yang menyahut kali ini.

Perbincangan sore ini pasti akal-akalan mamanya. Karena Gita tahu, kalau sang papa nggak akan mungkin membahas sesuatu hal yang jelas udah clear titik permasalahannya dan nggak akan bisa diganggu gugat.

"Lagian.. Mama kan juga kepengen nimang cucu, Git. Mama kepengen melihat kamu bahagia"

Lagi-lagi itu! Sebenarnya apa sih definisi bahagia menurut mama sampai-sampai Gita selalu kehabisan akal setiap mendengar kata bahagia keluar dari mulut mamanya ini.

Gita meletakkan tabletnya ke meja, "Sebentar deh, Gita mau nanya"

Gita menolehkan pandangannya bergantian ke arah sang mama dan papa, "Mama sama Papa pernah lihat Gita sedih tahun ini? Atau dua tahun kebelakang deh?"

Semuanya terdiam, Gita menunggu jawaban sedangkan mama dan papanya tidak bisa menjawab.

"Gita bahagia mah," tangan Gita terulur memegang tangan mamanya.

"Gita udah sangat-sangat bahagia dengan keadaan sekarang semenjak terhitung dua tahun yang lalu. Gita bahagia bisa lihat mama dan papa setiap Gita bangun tidur, Gita bahagia setiap Gita bantuin dan ngerawat rumah atau tanaman-tanaman mama di depan,-"

"Bahkan Gita akan selalu bahagia saat ngerawat mama dan papa nanti diusia tua... Itu udah cukup buat Gita mah, please" Pandangan Gita mulai terasa blur, ia selalu merasa sensitif setiap keluarganya membahas permasalahan ini. Bahkan Gita bisa mendengar mamanya mulai menahan ingus yang tiba-tiba ingin keluar dari hidung miliknya.

Dehaman Papa Gita, sedikit mengaburkan kesedihan barusan,


"Udah-udah Gita masuk kamar dulu bersih-bersih badan biar Papa yang bicara sama mamamu" Kemudian Gita mengangguk dan mengecup sekilas pipi mamanya dan sang papa lalu beranjak menuju kamarnya di atas.

Selepasnya mandi, Gita berbaring di ranjangnya yang empuk. Pandangannya menatap lurus ke langit-langit kamarnya.

Ada beberapa hal yang menganggu pikirannya tentang perbicaraan tadi, hal yang selalu muncul kalau ada yang memancingnya keluar.

Kegagalannya saat menjalin kisah dengan para mantan, membuat Gita menutup dirinya. Ia tak ingin ada kesedihan lagi yang bersarang pada hatinya seperti dua tahun yang lalu. Waktu itu, semua orang hampir mengatakan jika Gita sangat desperate karena ia gagal tunangan dengan sang mantan akibat mantan yang kurang ajar selingkuh selama tiga bulan dibelakang Gita.

Gita menutup mukanya dengan tangan, memikirkan itu membuat pipi Gita memanas karena emosi yang masih belum hilang sepenuhnya dari diri Gita. Ada yang salah dari dalam diri Gita sehingga membuatnya takut untuk melangkah memasuki area yang melibatkan perasaan itu. Sebut saja Gita pengecut kalau masalah perjalanan hati.

Biarlah setan-setan dendam menertawainya sekarang, Gita nggak kepengen repot-repot mengusirnya. Gita sudah sangat nyaman berada di zonanya sekarang.

Hahaha, pengecut lo Git!


Gita menyipitkan matanya karena terpaan sinar dari lampu kamarnya yang kelewat terang. Ini sudah jam 9 malam, yang berarti tadi Gita ketiduran dan dia melewatkan makan malam bersama.

Ia membuka pintu kamarnya dan melangkah pelan menuruni tangga. Biasanya papa dan mamanya jam segini sudah tidur dikamarnya dan tapi kenapa Gita seperti mendengar suara mamanya yang sedang berbicara di dapur.

Gita mengintip dengan melongokkan kepalanya sedikit, ia melihat mamanya masih berkutat dengan pisau dapur dan sayur-sayuran.

"Iya jeng, santai aja. Orang anakku si Gita itu bos jadi besok enggak kerja enggak apa apa" Gita menajamkan pendengarannya saat namanya mulai disebut dalam obrolan.

Ini sebenernya enggak baik menguping pembicaraan orang lain, tapi mendengar namanya disebut-sebut membuat Gita semakin mantap ingin menguping nya kali ini.

Seperti tau arah pembicaraan mamanya kali ini, Gita langsung putar balik sepelan mungkin.

Tak ingin membuang waktu, Ia harus segera pesan tiket sekarang!

Setengah jam kemudian Gita berhasil memutuskan untuk pergi ke mana dan langsung memesan tiket, ia mulai mengemas pakaiannya ke dalam ransel andalan Gita. Baru pada pukul setengah 2 pagi, Gita mengendap-endap keluar rumah menuju mobil online yang sebelumnya sudah ia order.

"Gita pergi dulu ya Ma, Pa!" Teriak Gita dalam hatinya.






--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hai hai haiiii! gue balik nih, setelah sekian lama terombang-ambing dimasa penuh kebimbangan ini dan sekarang masih aja tetep (bimbang) alias tahun ini gue umur 21 tahun woi ! Gila sih. Ga ada kemajuan....

Tapi gue pengen tau, Kalian apa kabar? semoga Cerita gue ini menghibur ya! See you! XD

ttd

-Ra<3

Let's Go Git!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang