Akhir Pekan denganya ....

328 159 179
                                    

Akhir pekan, aku sedari sore tadi sudah sibuk memilih pakaian yang tidak bisa dikenakan lagi, beberapa baju dan celana menjadi pendek, karena aku bertambah tinggi tiap tahunnya.

Perubahan tinggi, tapi tidak begitu dengan berat badan, apa ini hal normal? Terkadang sedikit takut, karena berpikir bahwa hanya aku yang mengalami ini.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuatku langsung bangun dan menuju ke arah suara. Saat aku membuka pintu, terlihat wajah Tante Mila yang tersenyum hangat dan membawa setoples kue kering.

"Ni buat Gean, karena Rei gak suka yang manis, jadi buat kamu aja," ucap Tante Mila dan memberikan toples yang penuh dengan kue.

"Makasih, Tante," kataku setelah mengambil pemberian wanita yang sudah aku anggap seperti ibuku sendiri.

"Ge, lagi ngapain?" tanya beliau dan sedikit mengintip ke dalam kamarku.

"Oh itu, Tan. Gean lagi pilih baju yang udah gak bisa Gean pake, kayaknya Gean tambah tinggi beberapa bulan ini."

"Hmm gitu, perlu tante bantuin?" tawar Tante Mila semangat.

"Ah! Gak usah, Tan. Bentar lagi juga kelar, kok," tolakku, karena tidak mau merepotkan beliau.

Cklek!

Suara pintu depan kamarku terbuka, tampak Rei yang baru keluar dari sana tengah mengucek mata perlahan, sepertinya dia baru bangun tidur siang, rambut Rei juga terlihat berantakan meski masih dikuncir. Tampak menggemaskan, seperti anak kucing dengan bulu yang berantakan. Ah, tidak! Anggap aku tidak pernah mengatakan itu.

"Mama ngapain?" tanya Rei dengan wajah datar dan melihat tajam ke Tante Mila.

"Gak ada, ini cuma kasi Gean kue," jawab Tante Mila.

"Oh," balas Rei dan berjalan menjauh dari kamarku.

Apa Rei marah? Karena aku diberi kue oleh ibunya. Jika memang itu yang terjadi, seharusnya aku mengembalikan toples ini, 'kan? Rei sudah mau berbagi ibu denganku, pasti sulit baginya untuk berbagi camilan juga.

"Rei?" panggil Tante Mila dan berhasil membuat Rei berbalik.

"Bantu Gean beresin bajunya, ya?"

Aku terkejut mendengar permintaan Tante Mila kepada putri semata wayangnya, bagaimana tidak? Jika Rei membantuku merapikan pakaian, pasti akan terasa sangat canggung bagi kami berdua. Apalagi setelah kejadian minggu lalu di minimarket, aku tidak pernah mengajak Rei untuk mengobrol.

"Tante gak perlu gitu, Gean bis—"

"Oke," jawab Rei, sebelum aku berhasil untuk menolak bantuan yang diberikan Tante Mila.

Rei berjalan kembali mendekat ke arahku dan ibunya.  Dia melihatku dengan mata tajam seperti biasanya.

"Mau mulai dari mana?" tanya Rei, kemudian langsung masuk ke kemarku tanpa  izin.

Aku memandang Tante Mila penuh harap, seakan memberi isyarat, 'Aku tidak butuh bantuan Rei, tolong bawa gadis itu keluar.'

Namun, beliau sepertinya tidak paham dan malah pergi meninggalkan kami berdua, setelah mengatakan, "Semangat beres-beresnya, ya? Tante mau masak makan malam dulu."

Menghela napas berat, kemudian aku masuk ke kamar setelah membiarkan pintu tetap terbuka lebar. Meski tidak akan terjadi apa-apa antara aku dan Rei, tapi hanya tidak mau ada kesalahpahaman antara aku dan Tante Mila nantinya. Bagaimanapun sekarang aku remaja yang sudah 17 tahun, bukan anak 7 tahun lagi.

"Aku bisa sendiri, Rei duduk aja di atas kasur," pintaku kepada Rei.

"Gak apa," balas Rei, tangannya terus melipat baju yang sudah aku pilih, kemudian memasukkannya ke dalam kardus.

U R My ...? [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang