Nada tengah mengikat tali sepatunya ketika Gema menghampiri. "Gem."
"Apa?"
"Kita naik motor kamu aja, ya?"
Gema berpikir sebentar, "lo yakin?"
Nada pun tampak menimang-nimang, "sebenarnya aku belum pernah naik motor," katanya malu-malu.
Gema sedikit kaget mendengarnya, "lo yakin?" Tanyanya sekali lagi.
Nada menarik napas panjang dan menghembuskannya. Lalu ia menatap lawan bicaranya itu, "yakin."
Dan kini, disinilah mereka. Nada turun perlahan dari motor Gema. Ia merasa sedikit pegal karena sepanjang jalan tadi, ia menahan badannya agar tidak miring ke kanan atau kiri. Itupun tampak dari peluh di dahinya.
"Besok naik mobil lo aja, Nad," ucap laki-laki yang menggendong ransel di depan tubuhnya itu sambil membantu Nada melepaskan helmnya.
Nada menatap Gema yang lebih tinggi darinya, "kamu ngajak aku buat pergi bareng lagi?"
Gema mengalihkan kepalanya, "eng–engga gitu juga."
Nada menyembunyikan senyum gemasnya melihat Gema yang ketahuan malu atas ucapannya tadi.
"Udah ya, Nad. Gue ke kelas dulu."
Nada mengangguk dan tersenyum pada Gema, "nanti aku pulang bareng kamu lagi, ya Gem."
Gema membalas ucapan Nada dengan anggukan singkat lalu membalikkan badannya dan berjalan ke arah kelasnya.
***
"Nad."
Yang dipanggil menoleh menatap temannya, "Kenapa?"
"Bantuin gue ngomong ke Raka, dong."
Nada terdiam sejenak, "buat apa?"
Ia sangat malas berbicara dengan Raka—laki-laki yang terobsesi padanya itu. Raka kerap kali mengirimnya pesan yang membuatnya muak dengan gombalan-gombalannya.
"Lo tau, kan? Diva naksir banget sama Raka. Gue pengen kasih surprise ke Diva pas ulang tahunnya. Kita undang Raka. Tapi lo bantuin gue ngebujuk Raka, please?"
Nada tak tega melihat tatapan memohon Astrid, akhirnya mengangguk. Lagipun, ini demi Diva yang naksir Raka.
Sebenarnya, Raka termasuk laki-laki yang cukup tampan. Ia mahasiswa di jurusan arsitektur kampusnya dan menjadi anggota BEM. Tak jarang ia gonta-ganti pacar dan namanya sering disebut di pembicaraan perempuan, kecuali Nada. Menyebut namanya saja, Nada enggan.
Astrid tersenyum padanya, "makasih, Nad!"
Ting!
Gema: lo dimana?Nada: di kantin fakultas aku, Gem.
Read"Raka!"
Suara Astrid memanggil Raka berhasil memberhentikan aktifitas Nada dari ponselnya dan beralih menatap laki-laki itu yang kini duduk di sebelahnya.
Raka tersenyum melihat tatapan tak suka dari Nada. Itu yang disukainya. "Hai, Nada."
"Aku boleh minta kamu datang ke ulang tahunnya Diva?" Tanya Nada to the point tanpa basa-basi karena ia malas berbicara bahkan melihat Raka ada di sekitar teritorinya.
Raka masih memperlihatkan senyumnya yang membuat Nada muak itu, "boleh, tapi ada syaratnya."
"Apa?" Tanya Nada.
"Lo harus jalan sama gue nanti sore," ucap Raka sambil menggenggam tangan Nada.
"Engga mau," jawab perempuan itu sambil menarik paksa tangannya tapi Raka malah memegangnya lebih kuat.
"Lo nginap di rumah gue seminggu juga orangtua lo ga peduli, Nad," ucap Raka setengah mengejek, sementara tangannya satu lagi sudah mengelus kepala Nada.
Nada kembali menarik paksa tangannya tapi Raka malah menahannya lebih kuat lagi hingga tangan Nada terasa sakit.
"Lo jalan sama gue, atau gue sama sekali gak datang ke acara ulang tahunnya Diva?" Tanya Raka dengan senyum yang sama.
"Nada udah bilang engga, Rak!" Suara Gema tiba-tiba memberhentikan gerakan Raka dan melepaskan tangan Nada.
"Lo gak usah ikut campur!" Teriaknya pada Gema, telunjuknya menununjuk tepat ke wajah laki-laki itu. "Lo cuma anak pengedar narkoba yang selalu urusin masalah orang, najis!" Kali ini suara Raka berhasil menyita perhatian seluruh orang yang ada di kantin.
Nada menatap raut wajah Gema yang kini memberikan tatapan sengit pada Raka. Lehernya menegang menahan amarahnya. Dadanya mulai naik-turun.
"Nad, ayo pulang," putus laki-laki berjaket abu-abu itu. Gema lagi tak ingin memukul Raka kali ini. Ia benar-benar berusaha menahan dirinya.
Nada mengangguk pada Gema dan berjalan mengikutinya.
"Lo gapapa?" Tanyanya pada Nada ketika memakaikan helm perempuan itu.
Nada tersenyum padanya, "gapapa kok, makasih, Gema."
Gema menepuk helm yang Nada pakai, "lo gak perlu nahan badan lo biar gak jatuh dari motor, Nad. Malah kalau lo tahan, lo makin gampang jatuh."
Nada menatap Gema tak percaya, "itu kalimat terpanjang yang pernah aku dengar dari kamu, Gem."
Gema membalikkan badannya dan menaiki motornya diikuti dengan Nada.
"Aku pegang jaket kamu, ya?"
Gema mengangguk dan mulai menjalankan motornya.
Nada tersenyum kecil sepanjang perjalanan ke rumahnya, itupun disadari oleh Gema yang melihat dari spion dan senyum itu menular padanya.
Tak bisa mereka pungkiri, mereka telah membuat satu sama lain bahagia.
***
"Ravino Aditya, pengusaha terkenal tertangkap basah mengedarkan narkoba jenis ekstasi dan heroin divonis hukuman enam tahun penjara."
Raut wajah Gema langsung berubah mendengar reporter berita di tv yang menampilkan berita tentang Ayahnya. Tangannya langsung menekan tombol power off pada remot tv.
Nada yang tadinya serius mengerjakan tugas di meja, beralih menatap Gema yang duduk di sofa.
"Lo cuma anak pengedar narkoba yang selalu urusin masalah orang!"
Ucapan Raka tadi terngiang di kepalanya. "Gem."
Gema enggan menatapnya, "gue anak pengedar narkoba, Nad."
***
Aku bakalan coba buat produktif nulis cerita ini sebisaku, ok??
Jangan lupa votenya😽