Stage Two; #Demeanor 1

17 4 0
                                    

de·mean·or
noun
outward behavior or bearing.

==Happiness==

Gama keluar dari Café kliennya setelah menyelesaikan sebuah mural. Baru saja ia hendak menaiki motornya, klakson mobil disertai suara seorang wanita memanggil. "Gema!"

Gema menoleh. Bu Risa—ibunya tersenyum lalu turun dari mobil.

"Apa kabar, Nak?" Tanya ibunya sambil menatap Gema lembut.

"Baik," jawab laki-laki itu seadanya.

"Uang kamu masih ada?" Tanya Bu Risa to the point. Gema menaikkan alisnya. Dari mana ibunya tahu uangnya sudah mau habis?

"Masih, Bu."

"Jangan bohong kamu, Gema," suara ibunya diiringi dengan cubitan di perut anaknya sampai ia mengaduh.

"I–iya, Bu. Uang Gema udah hampir habis. Tapi Gema baru selesai ngerjain mural di kafe ini, jadi masih aman, kok."

Bu Risa tersenyum menatap Gema lalu sedikit berjinjit untuk mengusap pucuk kepala putranya. "Terima kasih udah berusaha buat raih yang kamu pengen, Gem. Ibu transfer uang ke rekening kamu ya?"

"Engga usah, Bu."

"Uang ibu kok, bukan uang Ayah."

Gema terdiam mendengarnya, ia mengucapkan terima kasih dalam hati. Bu Risa kembali tersenyum menatap putra satu-satunya itu, "tapi ibu masih berharap kamu–"

Rasa rindunya baru saja memudar saat ibunya datang, tapi tetap saja percakapan itu diakhiri dengan permintaan dan harapan sialan yang benar-benar Gema benci.

"Bu, Gema cuma pengen banggain ibu dengan cara Gema sendiri, salah?"

Risa terdiam sebentar, "ilustrator bukan pekerjaan tetap, Gema. Kamu laki-laki, kamu harus punya pekerjaan tetap. Kamu bisa lanjutin perusahaan keluarga dan jadi ilustrator sekaligus."

Gema menghelas napasnya lelah, "Bu, Gema janji, Gema bisa buat Ibu bangga dengan jadi ilustrator. Gema janji, Bu."

Risa menatap putranya itu, "kenapa gak dicoba dulu?" Tanyanya dengan nada memohon.

"Kenapa Ibu gak percaya sama Gema?" Tanya Gema membalik pertanyaan Risa. "Gema cuma pengen sekali aja, ambil keputusan dan nanggung resiko sendiri."

Mata Ibunya berkaca-kaca, tangan kanannya meraih tubuh Gema dan memeluk anak satu-satunya itu. Gema membalas pelukan Bu Risa setelah mendengar isakannya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua malam. Nada masih berkutat dengan beberapa soal diatas meja belajarnya.

Gema tak bisa tidur malam ini, kayaknya gue kebanyakan minum kopi di Café tadi, deh.

Apalagi ditambah ketika ia membuka aplikasi mobile bankingnya, ia mendapati rekening ibunya sudah mengirim sejumlah uang yang cukup untuk enam bulan kedepan. Ia menghela napas kasar.

Mendadak, ia merindukan senyum perempuan itu.

Ia menggerakkan kaki dan membuka pintu kamar kosnya. Kemudian mendudukkan diri di kursi kayu yang ada disana.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang