BAB 3

32 1 0
                                    

"Halo,"

"KAK ALFA KAPAN PULANG SIH! LAMA BANGET! DUA MINGGU LAGI!? JAHAT! SHENNA ULANG TAHUN SATU MINGGU LAGI KAK! AH KESEL!!!"

Apa? Aku bilang tak sudi menangis? Buktinya aku menangis, menumpahkan semua rasa sakitku ke Kakak. Rindu, kesal, marah, sakit, bercampur jadi satu. Aku juga rindu, Bunda.

"Dua minggu dari mana? Kakak pulang besok pagi,"

Tunggu. APA!?


***

Hari ini, rasanya terlalu pagi untuk datang ke sekolah. Harus segera menyiapkan bahan-bahan lomba. Padahal, suasana pagi ini sangat mendukung untuk bermalas-malasan.

Aku menoleh ke arah jendela, menatap setiap orang yang melewati koridor sekolah ini. Rasanya benar-benar malas. Aku hanya ingin diam di rumah, hingga akhirnya keluar dan bertemu Kak Alfa di bandara. Tapi sayangnya, menjemputnya di bandara pun aku tak bisa. Ah kacau sekali, tak ada yang sesuai rencana.

"Selamat pagi, Shenna!!" sapa Iyan tiba-tiba.

"Woi! Apaan sih ngagetin aja!"protesku.

"Ya elu sih ngapain coba ngelamun gitu? Liatain siapa hayo?"

"Ngaco lu parah! Dah ah gue mau ke perpustakaan aja, nanti kalau Jihan datang, tolong ya, kasih tau gue dispen persiapan lomba," ucapku seraya bergegas merapikan tas.

"Bayar gue!" sahut Iyan santai.

"Apaan sih lo! Klo lo nggak mau yaudah, gue minta tolong sama yang lain aja,"

"Dih siapa coba yang lain? Siapa?" ejek Iyan.

"Za..." ucapku memelas.

"Oke, Shen!" sahut Reza yang masih duduk di atas meja seraya menatap ke arahku.

"Noh! Lo denger? Sekarang gue mau ke perpus! Thankyou ya, Za!"

Aku segera menuju perpustakaan, sembari menebak-nebak, siapa yang akan menjadi tim ku dalam olimpiade kali ini? Apakah Alam? Ah, semoga saja.

Aku segera mengambil tempat dan menyapa ramah teman-temanku, begitu juga guru pembimbing kami. Aku adalah perwakilan untuk olimpiade astronomi. Ada juga yang menjadi perwakilan untuk olimpiade matematika, kimia, fisika,astronomi, komputer, biologi, kebumian, hingga ekonomi.

"Shenna? Kamu menyanggupi olimpiade ini? Bukannya ada lomba debat sebentar lagi?"tanya Kak Tiara.

"Iya kak, masih bisa di handle," ucapku yakin.

"Oh begitu. Yasudah, kalau gitu kita bagi tim dulu ya, ini berdasarkan nilai seleksi kalian. Bagi yang belum lolos, jangan berkecil hati, banyak kesempatan yang lain untuk berprestasi," hibur Kak Tiara.

"Kebumian, ada Kevin, Andrea, dan Hanif,"
"Kimia, ada Farah,Asyifa, dan Melodi,"
"Fisika, ada Shenna, Alam, dan Aksa,"
"Fisika, ada Aldina..."

Mendadak. Aku tak mendengar apa yang dibacakan Kak Tiara selanjutnya. Apa? Aksa? Ini buruk.

"Alam..." ucapku pelan.
"Iya, gue tau, ini buruk,"sahutnya seolah mendengar kata hatiku.

Aksa duduk di meja seberang, melipat kedua tangannya di depan dada, menatap buku yang ada di depannya, fokus. Fokus menatap buku itu, tanpa membacanya. Ya, betul. Hanya menatapnya. Aku tahu dari sorot matanya yang begitu tajam, aku tahu dari raut wajahnya, aku tahu hanya dari ekspresi wajahnya yang datar. Aku memalingkan wajahku darinya, menarik napas dalam, mengatur perasaanku yang tidak tenang.

"Nah, sekarang coba kalian duduk bersama teman seperjuangan kalian," ucap Kak Tiara.

Deg!

"Ayolah Shenna, ia hanya masalalumu!" lirihku.

Our Home Lost in This HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang