BAB 2

41 1 6
                                    

"Non Shenna, tadi Bapak (panggilan Pak Tarmin untuk Ayah sebagai majikannya) minta Non Shenna untuk jemput Mas Alfa di bandara,"

"Kak Alfa? Sekarang!?"

***

Pak Tarmin terkekeh melihat ekspresiku yang terkejut sekaligus sangat bahagia itu.

"Dua minggu lagi. Bapak menitip pesan ini karena takut tidak sempat memberi tahu Non Shenna, setelah berangkat ke Eropa besok,"

"Yah, padahal aku udah nggak sabar,Pak, ketemu kakak,"

"Ya pasti Mas Alfa juga sama, toh Bapak tahu betul Mas Alfa itu bagaimana,"

Aku tersenyum. Memang benar, Pak Tarmin sangat mengenal kakak, mereka benar-benar seperti teman. Mungkin karena Pak Tarmin sudah bekerja separuh umur kakak. Sudah seperti keluarga.

Setelah 30 menit berlalu, akhirnya kami sampai. Gerbang mewah itu terbuka, sapaan ramahku kepada Bang Jali, tak pernah terlewat.

"Terimakasih, Bang Jali!"

"Yoi Neng!"

Tiba-tiba saja ketika mobil baru terparkir, Dena membuka pintu mobil dan menutupnya kasar. Aku dan Pak Tarmin terkejut bukan main.

"Ck! Anak itu,Non. Keterlaluan!"

"Sabar ya, Pak. Mungkin Dena lagi ada masalah di sekolah. Kalau gitu, Shenna masuk dulu, ya Pak. Maaf ngerepotin,"

"Iya Non, sudah jadi tugas bapak,"

Aku masuk ke dalam rumah dengan perasaan was-was. Cukup cemas tentang Dena yang mungkin saja akan mengeluhkan masalah ini atas namaku. Aku tidak bermaksud ingin berprasangka buruk, tapi ini sudah menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang sangat mengganggu.

"SHENNA!"

"Nah kan seperti dugaanku," batinku pasrah.

"Iya, Tante?"

"Kamu ada masalah apa hah!? Kalau kamu jahat sama Dena begini, Mama adukan ke Ayah kamu!"

"Shenna nggak ngelakuin apa-apa, Tan,"

"Kamu tuh ya, bungsu, tapi paling ngelunjak! Nggak bisa diatur! Dikasih tau sama orang tua malah nyahut!"

"Tante bukan ngasih tau, itu tante nanya, dan Shenna cuma jawab aja. Lalu, salahnya dimana?"

"Anak kurang ajar! Sini kamu!"

Tante Rita menarik tanganku, sakit sekali rasanya. Dia benar-benar menyeretku tak berperasaan.

"Lepasin! Tante Rita, lepasin aku!"

"Lepasin! Aku bilang lepas!!!"

Aku menghentak kuat tanganku agar terlepas dari genggamannya. Sakit sekali.
Dan ternyata? Merah sudah pergelangan tanganku akibat cengkramannya itu.

"Aku nggak salah. Dena meminjam mobilku dan menabrak trotoar. Trotoar yang membuat mobilku rusak saja tidak bersalah, lalu kenapa ini menjadi salahku?"

"Wah hebat kamu ya, siapa yang ngajarin kamu ngebantah sama orang tua!"

"Sayang?"

Ayah.

"Eh, Papa. Maaf Pa, Mama cuma berusaha menasihati Shenna. Tapi dia malah membentak," ucapnya dengan wajah memelas.

"Shenna?" tegur Ayah pelan.

"Terserah Ayah saja!"

Aku berlari menaiki tangga dengan perasaan kesal. Tanpa sadar, airmataku jatuh begitu saja. Aku mengahapusnya kasar.

Our Home Lost in This HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang