4

15 5 3
                                    


   Boy yang kamarnya tepat di sebelahku, membuka pintu pembatas  antara kamarku dan kamarnya. Dalam  sekejap, Boy sudah berada di kamaku yang bernuansa serba merah itu.
  “Vi?”
  Aku yang masih sibuk dengan ponselku, menjawab tanpa menoleh sedikitpun kearahnya.
  “Apa?”
  “Marah ya sama gue soal tiket Jack itu?”
   “...”
   “Kalo gue kasih tiket itu buat lo, gimana?”
    Dalam sekejap, kulempar ponselku ke ranjang, dan langsung menoleh kearah Boy dengan wajah berbinar.”Mau banget lah!” ucapku senang.

   Boy mendekatiku dan duduk d sampingku kini.”Mau banget? Tapi gimana ya, seratus ribu tuh lumayan loh. Gue udah enak banget nih dapet tiket gratis. Jadii, tawaran yang tadi gue tarik deh!”
   Aku benar-benar sebal. Kulemparkan gulinku kearahnya,”Keluar lo dari kamar gue!” teriakku tanpa jeda.
   Aku bahkan nggak tau harus marah pada siapa.
   Pada Boy yang super-rese?
   Atau pada Jack, pacarku yang nggak peka?
                                          *
    Aku masih sibuk bergulihng dikasurku hingga sore. Tidur siang selama 2 jam memang membuat perasaanku sedikit senang.

    Oh, tidak.
    Tiap kali aku mengingat kejadian siang tadi, amarahku kembali lagi.
     Haruskah aku tidur siang puluhan jam hingga aku bisa melupakan segala amarah dan rasa sesalku?

   “Viola bangun?” Suara mama dibawah begitu menggema saat memanggilku. Oh, plis, ma. Jangan menyuruhku untuk mencuci piring atau mengangkat jemuran, lebih baik menyuruh pembantu saja percuma menyewa jasa mereka kalau tidak digunakan, karena kondisi hatiku sekarang sedang tak baik.

   “Iya, Ma?” balasku malas-malasan.
    “Ada telpon nih,”
    What? Zaman sekarang masih telepon pakai telepon rumah? Kenapa gak ke hp aja sih? Atau SMS, BBM, WA, apa kek. Sungguh malas rasanya menuruni tangga hanya untuk mengambil gagang telepon.

   “Halo?” sapaku lemas. Nyawaku masih sepenuhnya di ranjang. Kantuk masih amat menyerang.
   “Ini gue, Aksa.”
    “Kenapa gak pake hp aja sih? Bikin males turun kebawah tau nggak. Lagi enak tidur juga,” omelku panjang lebar. Aku bisa membayangkan ekspresi datar Aksa di ujung sana.

    “Sori...sori. gue nggak ada pulsa hehe, makanya nelpon rumah aja biar hemat. Emm, gue mau minta maap soal tadi. Gue agak kasar sama lo ya?”
   “ Ya menurut lo?”
    “Hm, tadi gue tuh kebawa emosi gara-gara lo jelekin Dodi dan banggain kembaran lo itu.”

  Siapa yang banggain Boy? Males banget.
  Ah. Ternyata rasa sensiku pada kembaranku belum hilang juga dari tadi. Jangan sampai aku bertemu Boy, bisa-bisa terjadi perang saudara di rumah ini!
    “Vi? Lo denger gue gak sih?”
   Aku mengangguk, meski kutahu Aksa takkan melihatnya.”Denger.”
   “Apa coba?”
   “Lo minta maap kan? Yaaa gue maapin deh.”
    “Ah, makasih ya? Oya, ada satu hal penting.”
    Setengah menguap, aku mencoba bertahan dalam sambungan telpon.”Apa? Ngantuk  nih gue.”
   “Yang dijamin bikin kantuk lo hilang.”
    “Emang apaan?” balasku tanpa semangat, tanpa rasa penasaran. Awas aja kalo gak penting.

    “Tadi gue latihan cheers.”
    “Terus?” sambungku tak minat.
    “Terus gue liat Jack kasih tiket GAN ke  Keysa. Lo tau Keysa kan?”
  Deg!
  Jantungku berdebar kencang. Siapa yang tak kenal Keysa, seorang model yang kini duduk dikelas 2-IPS 2, anak popoler, dan bisa dibilang Ratu disekolah karena kecantikannya.

   Pertanyaannya:
  Apa hubungannya Keysa dan Jack?
  Lalu mengapa Jack memberikan tiket itu pada Keysa, bukan aku yang kenyataannya adalah pacarnya sendiri?
                                                                               *
   Benar-benar badmood.
   Malam ini, aku sama sekali  tak keluar kamar. Terakhir, aku hanya mengangkat telpon dari Aksa. Setelah itu aku kembali ke kamarku. Makan malam pun kulewatkan begitu saja.

   Sungguh, lama-lama aku hanya tinggal tulang hanya karena seorang Jack.

   Drrrttt...ponselku bergetar, sebuah pesan masuk. Mataku membulat ketika membaca nama Jack di layar ponselku. Semoga saja, Jack merasa menyesal dan meminta maaf atas ketidakpekaanya.
   From: Jack
   Hei, aku mau kerumah kamu nih.
   Mau nitip makanan?

   Pfftt. Sekali nggak peka, yaudah, nggak pekalah dia. Kuputuskan untuk pura-pura tidur dan membalas pesan Jack esok harinya.
   Kubuka laptopku dan kuaktifkan modem kesayanganku. Berselancar di internet lebik baik mungkin, ya?.

   Dalam sekejap, aku sudah membuka situs anak muda zaman sekarang: www.facebook.com. Kuabaikan beberapa notifikasi yang sebagian besar hanya komentar tentang statusku dan Jack, like foto, dan undangan permainan.

Kufokuskan mataku pada permintaan pertemanan. Mataku tertarik pada nama teratas yang mengirim permintaan pertemanan padaku.
    Bruno-Andrew .
  Siapa dia? Aku seperti tak asing dengan namanya. Tanpa pikir panjang, kuklik ‘konfirmasi’.
   Sebelum aku berselancar lebih jauh, kudengar seseorang mengetuk kamarku, disusul dengan seruan namaku,”Viola?”
   Tak benar dan tak salah, itu Jack.
   Aku segera mematikan laptopku kembali ke kasur, seolah aku benar-benar tidur.
   “Vi?” toktoktok.
   “Mmm...yaaa sebentar,” kataku, seolah aku memang baru bangun tidur. Kubuat suaraku seserak mungkin. “Masuk aja.”
  Beberapa detik kemudian, terlihatlah Jack yang memasuki kamarku membawa sekotak nasi ayam kremes kesukaanku.

  “Baru bangun ya? Kebo banget” ucapnya sambil mengacak rambutku. ”Aku bawain nasi ayam buat kamu nih, di rumah makan depan komplek. Kamu suka kan?” tanyanya.
   Kini, Jack menarik kursi belajarku dan meletakkannya disamping ranjangku. Persis seorang ayah yang akan membacakan dongeng untuk anaknya.
   Sesaat, aku spechless, tak bisa bersuara. Mengapa Jack super-perhatian begini? “Iya suka kok, makasih ya. Kamu mau ngapain, Jack?
  “Mau ngerjain biologi sama Boy.”
   Tuh kan, nggak mungkin dia datang kesini ‘khusus’ untuk menemuiku. Pasti ada embel-embel Boy di balik kedatangannya.
   “Tapi emang gak boleh ya aku samperin pacar sendiri?” Jack mengedipkan sebelah matanyan kearahku.

   Gila. Dia benar-benar menggemaskan. Rayuanya sukses membuat wajahku memerah.”Boleh kok.”
   “Oya aku minta maaf tentng tiket itu ya...aku benar-benar lupa tentang kamu.”
   Yuhuuu, aku memang pantas di lupakan, kok.
   “Nggak apa-apa kok, Jack. Santai aja,” Balasku, berusaha memasang wajah santai.
   “Nad, besok aku nggak bisa wawancara. Gimana kalau sama anggotaku yang lain?’
   Astaga, aku bahkan lupa tentang tugasku. Tim jurnalistik sekolah memberiku tugas untuk mewawancarai personel Boy’s-Avenue untuk mengetahui bagaimana persiapan malam GAN’23.

Kegalauanku tentang Jack, dan ke badmood-anku akibat Boy, membuatku lupa membuat daftar pertanyaan sebagai acuan wawancara besok.
  Aku mengangguk.”Oke. Emang kamu mau kemana besok siang?”
  “Aku ada pemotretan, Vi. Kamu dateng aja ke ruang musik besok pas jam istirahat kedua. Disana kamu bisa milih siapa personel yang bakal dipilih buat diwawancarai, tapi aku nggak ada.”
  Sangat disayangkan. Padahal aku benar-benar berharap, bisa mewawancarai pacarku sendiri. Paling tidak aku ingin berbicara dengannya tanpa embel-embel Jack.
“Jack? Aku  mau nanya dong.”
   “What?”
   Pikiranku melayang pada nama itu. Keysa. Gadis cantik yang membuat Jack melupakanku. Ya, aku harus bertanya padanya sekarang.”Kamu ke-“
   “Jack. Yuk, gue udah selesai mandi.”
   Oh sial! Boy lagi, Boy lagi. Dia membuka pintu pembats, dan menghampiri Jack. Jack kini menatapku, dengan tatapan yang aku senidiri tak tahu artinya. Pasrah? Atau kecewa karena dia masih ingin enganku?
    Kurasa tidak.
    “Aku duluan ya. Kamu tidur aja, udah malam.”
   “Oke. Hati-hati ya.” Kuanggukkan kepalaku, dan tersenyum semanis mungkin kearahnya.
   “Good night.”
   Diiringi kepergian Jack, aku terus menatap punggungnya yang menjauh dariku. Muncul kesesakan dalam dadaku.
   Apakah sesulit ini, mencari waktu untuk berbicara denganmu?
  Apakah serumit ini, kisah cinta kita?
  Mengapa kita tak semudah waktu bersahabat dulu?

Hayy guys, gimana partnya? Maaf ya kalo ada kata" yang kurang atau typo..next time bakal aku revisi kok..segitu aja ya assalamualaikum

Sun SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang