6

14 5 0
                                    

Ulangan kimia telah usai.

      Berkat posisi nyaman,aku bisa mengerjakan sepuluh soal dengan lancar. Tujuh soal kukerjakan sendiri. Sisanya lirik kanan-kiri. Hehehe. Wajarlah, masa SMA akan kurang rasanya kalau kita nggak pernah melakukan kriminalitas dalam ulangan, kan?

     “Vi? Panggil Aksa.
     Aku menoleh ke arahnya, tanpa suara.
    “Lo kena sih, hari ini kok diam banget? Nggak kayak biasanya.”

     Tentu saja aku lebih banyak diam. Pikiranku hari ini kacau. Dihantui macam-macam kotoran. Tentang Jack dan Keysa, tentang Aksa, tentang tugas menumpuk.Arhg

    “Yah, mungkin gue kecapekan kali ya? Semalem gue begadang bikin bahan wawancara,” Jawabku bohong. Belum waktunya untuk menceritakan kegelisahanku padanya, sepertinya.

   "Lo, jangan ngeforsir gitu dong. Di tas gue ada roti sama air, kalo lo mau ambil aja nggak apa-apa.”
   “Mau kemana emang  lo?” tanyaku ketika melihat dia siap-siap dan mengikat rambutnya.

  “Latihan cheerleader buat turnamen basket minggu depan. Jagain tas gue ya, ntar abis istrahat latihannya selesai kok. Kalau lo butuh makan, ambil aja di tas gue.”
  “Oke, semangat ya.”
“Suer, dear.”

  Sebentar. Aku sedikit bingung dengan kata-kata Aksa barusan.
Di satu sisi, ia memperhatiaknku dengan kata-kata di tas gue ada roti sama air, kalau lo mau ambil aja nggak apa-apa.
   Tapi di kata-katanya jagain tas gue ya, memberi kesan bahwa aku memang kaki tangannya, bahwa aku ini sidekick-nya
                                      *
Karena kelaparan menunggu Aksa yang tak kunjung usai latihan, aku memutuskaan untuk pergi ke kantin. Satu roti kacang milik Aksa tak cukup kuat untuk mengganjal perutku yang benar-benar didemo cacing.

  “Viola? Sendirian aja?”
   Tak tahu dari mana datangnya, tiba-tiba Obet sudah ada di sebelahku. Obet, bassist di band pacarku, Boy’s-Avenue. Ah, kebetulan sekali ada Obet.
“Iya, Bet. Lo juga?”
Obet mengangguk dan tersenyum. “Yup. Ya udah, bareng aja yuk kekantinnya.”

   Sebenarnya nama aslinya Owen Berthuro disingkat sama teman-temanna menjadi Obet sampai sekarang, Obet memiliki wajah manis. Banyak yang bilang sih, Obet itu bagai Jack dalam versi agak cokelat. Kalau Jack berkulit putih. Nah kalau Obet, kulitnya cokelat mulus karena dia memang keturunan bule ( ayahnya Amerika-Negro dan ibunya Padang, kalau nggak salah). Satu yang kusuka dari Obet, adalah bagian matanya, sedikit kebiruan.

   Di kantin, aku dan Obet memilih menu yang sama. Dua nasi kuning dengan es teh.
   “Aksa mana? Pacar lo juga, kok tega ngebiarin lo sendirian gitu?”
   “Aksa latihan cheers, kalau Jack... kayaknya izin deh. Dia ada pemotretan.”
   “Oh ya. Dia emang ada pemotretan, makanya nanti siang dia telat latihannya.”
   Ah mumpung ada Obet...
  “Bet, gue minta tolong boleh nggak?”
  Obet menatap ke arahku sambil mengunyah nasi kuning dengan lahap.

“Apa, Vi?”

      “Gini. Gue ada tugas dari tim jurnalis sekolah buat wawancara salah satu personel band lo. Pertamanya gue mau wawancara Jack, eh dianya nggak bisa. Gimana kalau gue wawancara lo aja? Mau ya, ya, ya?” Aku mengedipkan sebelah mataku ke Obet dengan harapan Obet mengabulkan keinginanku.

    “Em... Gimana yaaaa?”
    “Ayo dong. Bet.”
    “Kapan emangnya?” tanyanya.
    “Terserah sih. Asal lusa harus udah gue kasih ke Bu Lusi.”

   Seketika, aku membayangkan  wajah Bu Lusi, guru pembimbing tim jurnalistik sekolah. Wajahnya gahar, sesuai dengan sikapnya yang begitu disiplin. Oleh karena itu, aku hampir tidak pernah main main dengan yang namanya deadline dari Bu Lusi.

    “Oke, ntar siang aja ya sepulang sekolah. Sebelum gue latihan sama band gue. Gue tunggu ya di lobby sekolah.”

    Aku memekik kegirangan. Obet benar-benar baik. Padahal, biasanyacowok susah loh dimintain tolong buat wawancara.”Makasih ya, Bet!”

   “with pleasure, mantan penggemar.”
   Aku mencubit lengannya gemas.” Masih ingat aja lo!”

   O ya, aku belum cerita ya? Obet adalah mantan gebetanku ketika kelas 1 SMP dulu. Namanya juga cinta monyet, cinta yang tumbuh dan menghilang begitu saja. Aku kagum padanya sejak pertama melihatnya saat ospek waktu itu, Aku yang cepat menyukainya, tak malu-malu untuk mengakui itu, sementara Obet hanya diam karena dia tak menyukaiku. Dia menyukai Vani teman sekelasku. Namun aku tak sakit hati, tak mengenal galau. Ya karena aku sadar, itu semua hanya cinta monyet. Cinta yan tak mengenal rasa.

   Tak seperti cintaku pada Jack yang selalu penuh kesesakan ya? Ternyata cinta monyet lebih asik karena tidak menanggung banyak beban.

Hallo guys,,gimana partnya? Vote dan komen ya..see youu
Assalamualaikum

Sun SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang