Musik berbunyi keras mengisi kamar gadis tersebut yang sedang terlelap, gadis itupun mengerang dan kedua matanya perlahan membuka. Gadis tersebut mencari sumber bunyi tersebut, mematikannya, dan segera bangun dari ranjang kebanggaannya. Ia duduk di tepi ranjang mengumpulkan nyawanya. Saat mau beranjak, ia mendengar ketokan pintu dan tampak wanita paruh baya yang sudah membukanya.
"Morning Lil," Ujar Jasmine, ibu gadis tersebut, mendekati anaknya yang sudah dewasa namun sifat manjanya tidak bisa hilang.
"Morning mam," Lily memeluk wanita kesayangan itu dengan erat, merasakan kehangatan dibaliknya. Jasmine mengusap kepala Lily dengan penuh kasih sayang, ia menengok ke gambar yang sengaja ditempel oleh Lily di madingnya yang sangat berarti bagi keluarga sambil terus mengusap lembut kepala Lily. Jasmine tersenyum tipis dan air matanya keluar membasahi pipi wanita itu.
"Apa kabar Em?"
Sudah 2 tahun sejak kepergian putri sulungnya, Emma. Dia menderita bronkitis sejak umur 15 tahun dan meninggal di umur 27 tahun. 12 tahun ia berjuang sembuh dari penyakitnya itu, namun Tuhan berkehendak lain.
Gambar yang ditempel di mading Lily adalah karya Emma. Gambar tersebut adalah rumah keluarga mereka, Emma selalu ada di rumah itu sebagai jantung kehidupan keluarganya.
"Anggie belum mau pulang?" Tanya Lily melepaskan pelukan dan mengelap air mata Jasmine.
"Tidak perlu memikirkan gadis kurang hajar itu," Jasmine mengelus lembut kepala Lily, "Ayo ke bawah, Lilo menunggumu."
"Aku menyusul."
Jasmine segera berdiri dan keluar dari kamar Lily. Lily mengambil handphone miliknya dan mengetik pesan ke Anggie, kakak keduanya, ia berharap pesannya kali ini dibalas olehnya.
To: Anggie
Hai sist, apakah kau masih lama di New York? We need you. Cepatlah kembali. Besok hari ulang tahun mami, kuharap kau mengirimkan hadiah untuknya dan segera ke Indonesia. Itu saja yang ingin kusampaikan, bye🎈Lily menekan tanda 'send' dan melempar asal handphone nya. Entah mengapa Anggie selalu saja mengabaikan pesannya. Entah berapa pesan yang Lily kirim ke kakanya itu selama satu setengah tahun, gadis itu yakin ia membacanya namun tak membalas. Karena menurutnya, Lily adalah penyebab kematian Emma.
~~~
2 kata untuk New York, ramai dan besar. Kota yang pas untuk orang yang ingin melupakan kenangan pahit. Coffee shop, selalu jadi tempat tongkrongan Liam Garfield. Bel berbunyi nyaring tanda pembeli masuk dan disinilah Liam menjernihkan pikiran karena tempat nya yang lumayan jauh dari jalanan ramai dan dia sudah mengenal baik pelayannya.
"Good morning, Liam," Sapa pelayan ramah dengan senyuman manisnya, "How's your feeling today?"
"Good morning, Sharon, I'm good. One hot cappuccino, please," Liam mengeluarkan uang dari dompetnya. Mata pria itu mengelilingi Coffee shop tersebut seperti mencari seseorang, "Where's Evan?"
"Dia sedang mengantarkan pai apel ke rumahmu. Aku kira kau tidak datang jadinya aku menyuruh dia untuk mengantarkan ke rumahmu," Ujar Sharon sambil membuat kopi pesanan Liam, "Kapan kau kembali ke Indonesia?"
"Tomorrow at 10 AM."
"Sebelum ke bandara, datanglah kesini. Akan kubungkuskan sandwich untukmu dan keluargamu lalu kusuruh Evan untuk mengantar kalian nanti," Ucap Sharon sambil menyodorkan cappucino panas untuk Liam.
"Terima kasih banyak, Sharon. Keluargaku sangat menyukai sandwich mu itu," Ucap Liam menerima kopinya dan membayarnya, "Don't miss me, oke?" Liam mengedipkan matanya genit dan melangkah kakinya ke pintu untuk keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Us
RandomBandara, tempat cerita dimulai. Cerita sederhana maupun rumit, berombang ambing ujian yang dihadapi. Bandara, tempat cerita berakhir. Tempat terakhir berjumpa lalu meninggalkan orang tersayang, menyiapkan hati dari segala kemungkinan yang terjadi...