0.0 Coming Soon

51K 2.2K 216
                                    

Suara nyanyian anak-anak kecil untuk gadis mungil dengan mahkota cantik terdengar ceria. Gadis itu bertepuk tangan dan merasa senang untuk ulangtahunnya yang ke-sepuluh. Diiringi nyanyian dari teman-temannya gadis itu akan meniup lilin sebelum sang ayah menurunkannya dari gendongan.

"Sebentar ya," ucap sang ayah dengan lembut dan mengusap pipi putrinya. Pria itu merogoh ponsel di sakunya dan menyingkir dari kerumunan untuk menerima telepon.

"Queenza, papa kamu kenapa kelihatan panik?" Anak laki-laki disebelah gadis itu bertanya dengan bingung.

Queenza mengangkat bahunya dan kembali bertepuk tangan. Tanpa gadis itu sadari anak laki-laki disebelahnya mengikuti sang ayah dari gadis itu dengan kening mengerut.

"King, kenapa kamu disini?" Pria itu bertanya dengan berjongkok menatap anak laki-laki itu.

"Siapa yang sakit, om?" tanya anak laki-laki itu penasaran.

"Um, kamu balik ke ruangan, okay? Om masih nelpon, gak sopan kalau mau tau urusan orangtua," jawab pria itu dengan senyum lembut.

King mengangguk kecil dan berbalik ke ruangan yang dipenuhi oleh teman-temannya. Queen mengedarkan pandangannya menunggu sang ayah karena dia akan meniup lilin.

"Sabar, aku kesana setelah acara ulangtahun Queenza selesai." King menoleh sebentar karena suara papa Queen yang mengeras lalu meneruskan langkahnya.

King terdiam ditempatnya karena papa Queen mendengus dan kelihatan sedang marah atau khawatir. King tidak terlalu mengerti emosi yang ditunjukan pria itu namun King tahu pria itu jarang sekali marah namun sekarang dia berjalan kearah Queen. King melihat Queen yang merengek tidak mau ditinggalkan oleh ayahnya.

"Queenza, papa harus pergi sekarang," ucap Pria itu terdengar ke telinga King meskipun samar. "Papa janji papa bakal beliin kamu Teddy, mau?"

Queen menggeleng cepat dan menarik lengan ayahnya dengan cemberut. Bahkan senyum lebar yang tadinya King lihat itu sudah padam. Teman-teman Queen pun ikut menjadi bingung.

"Queenza, malu dilihat teman-teman kamu. Kamu sudah besar, kan? Sudah sepuluh tahun, sekarang. Gak boleh cengeng lagi okay?"

"No papa, kali ini aja. Seharian bareng Queenza, sehari ini aja ..." Queen memohon dengan hidung yang memerah menahan tangis.

Wijaya, pria itu merasa tersentil hatinya, namun dia memang benar-benar harus pergi karena seseorang membutuhkannya. Seseorang membutuhkan kehadirannya.

Wanita yang berada disebelah Queen menatap Wijaya dengan tatapan kecewa. Dia tahu tujuan pria itu namun dia berusaha untuk menenangkan diri Karena sekarang acara ulangtahun putrinya masih berlangsung.

Wanita yang berada dibelakang mereka adalah ibunda dari King dan dia berusaha untuk mengalihkan perhatian anak-anak tamu undangan agar perdebatan mereka tidak terlalu mencolok.

"Mas, sekali ini aja. Queenza jadi prioritas kamu," bisik Aruna pelan.

"She's my daughter, of course she's always my priority."

"Kalau gitu tetap disini sekarang mas. Kamu lihat tatapan semua orang, kan? Mereka bingung. Seenggaknya kamu disini sampai acara ini selesai."

Wijaya menggeleng pelan dan menatap Aruna lekat. "Kalau aku bisa, aku bakal terus disini, Na," bisikannya terdengar frustasi. "Indah demam, dia cari aku dan aku gak bisa tetap disini."

"Itu masalah dia, mas! Bukan masalah kamu." Aruna berusaha untuk tetap menjaga suaranya agar tetap rendah.

"Aruna, Indah juga putriku ..." Aruna terdiam dan menatap Wijaya dengan tatapan berbeda dan kekecewaan. Aruna melepaskan tangan Wijaya dan bergerak mundur menggandeng Queen. "Maksudku ... Aruna, Indah itu udah—..."

"Pergi aja kalau gitu," kata Aruna dengan dingin dan memejamkan matanya karena mendengar rengekan dari putrinya.

"Aruna..." Wijaya berusaha untuk menyelesaikan ucapannya namun dia gagal. Wijaya mendekat dan mengecup kening Aruna dan berjongkok didepan Queen. "Papa pergi sebentar, okay? Mau ambil kado kamu."

Queen cemberut dan berusaha menghentikan ayahnya. "No ... Kadonya bisa diambil nanti," katanya dengan terisak pelan.

Wijaya menghela napas frustasi. "Sayang, sebentar aja ... Papa janji," bujuknya dengan lembut.

"Papa selalu bohong! Papa ... Papa gak sayang Queenza, kemarin papa bilang Queen bisa sama papa seharian tapi papa mau pergi! Papa bullshit!"

Wijaya membulatkan matanya dan segera membekap mulut Queen dengan telapak tangannya. "Siapa yang ngajarin kamu bicara begitu?" tanya Wijaya menatap Queen tegas.

Queen menghentakkan kakinya dengan keras dan pergi dengan cepat menuju kamarnya. Wijaya merasa malu dan memejamkan matanya, dia menyadari bahwa mungkin saja ada yang mendengar percakapan mereka. Pria itu mulai berdiri dan menghela napas frustasi. "Aku pamit," katanya pada Aruna dan mengecup pipinya.

King yang memperhatikan itu semua hanya diam ditempatnya dan mencerna apa yang terjadi. Dia mengikuti Queen diam-diam.

💙💙💙

Hallow semua! Cerita ini akan aku kembali publish mulai besok dan akan aku rombak ya sayang-sayangku! Semoga kalian masih disini yaww dan semoga kalian masih enjoy dengan cerita yang aku buat.

Udah pernah kejebak friendzone belum dek? Jangan ya dek ya jangan🤏🥰

Wuuf youuu🥰.

Imperfect Queen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang