03. Satu kelas lagi?

370 146 422
                                    

Happy Reading

Jangan lupa vote dulu. Biar gak sider.

Bacanya pelan-pelan yaa...
~typo tandai

***

"Dah sampe!"

Zhea turun dari motor disusul Zico. Cewek itu melihat ke sekeliling dan berjaga-jaga. Matanya menyipit, menerawang dari satu tempat ke tempat yang lain. Bukan. Bukan karena dia satpam atau apa, melainkan dia sedang mencari keberadaan Kafa.

"Ehh ... udah, deh. Kek orgil tau, gak. Kafa udah pergi jauh, jadi jangan kaya gitu lagi, oke?!"

Zhea hanya bungkam. Menatap abangnya sambil mengangguk. Matanya mengerjap-ngerjap.

Zico memegang bahu sang adik.
"Denger, dek. Ini pertama kali lo masuk SMA. Lo harus tampil cantik, baik, dan ramah. Jauhin perilaku buruk lo yang kemaren, Ya."

Sekali lagi Zhea mengangguk. Sang kakak hanya menghela nafas, mengacak pelan rambut sang adik. lalu tersenyum.

"Dah, ya. Abang mau pulang. Moga hari ini lo seneng, dek!" pamit Zico meninju pelan bahu Zhea.

Senyum Zhea mengembang. "Gue sekolah dulu ya, Bang!"

Bugh!

Gadis itu membalas tinjuan dengan keras. Membuat Zico menahan nafasnya. Tak lama ia pergi meninggalkan Zico yang masih melongo. 

"Ah, adek gue bener-bener udah gede sekarang! Makin gede makin gada akhlak, emang!" maki Zico memegang bahunya yang terasa berdenyut. Sakit sekali.

***

Zhea tampak semringah melihat bangunan sekolah. Bagaimana tidak? Sekolah dengan bangunan tinggi dan lapangan yang luas membuat Zhea bersemangat menjalani hari-harinya di sekolah. Ia terus berjalan sambil mempertahankan senyumnya.

Zhea berjalan dengan kaki lebar, langkahnya ia biarkan mengegang. Sesekali berlari kecil dengan berjinjit. Persetan dengan tatapan aneh dari murid lain, yang penting sekarang dia sedang bahagia.

Tampak dari lekuk tubuhnya pun, gadis itu mempunyai tubuh yang bagus. Walau sedikit pendek.

Ia melihat plang yang begitu besar dengan tulisan 'NATIONAL STATE SCHOOL'. Lalu masuk melewati lapangan parkir yang digabung dengan lapangan utama yang besar.

'Ini lapangan apa tititisan bandara?' tanya Zhea dalam hati.

Ia melihat ke arah kiri. Nampak beberapa kaka kelas yang sedang bermain basket.

Melihat ke arah kanan. Nampak murid yang sepertinya seniornya itu sedang dimarahi habis-habisan oleh seorang guru.
"Kalian tau, kenapa kalian dihukum, hah?!  Yang satu nyontek! Kabur! Terlambat! Cinta monyet! Ngapel! Mojok!" murka sang guru menunjuk satu-satu para muridnya.

Zhea hanya menggeleng pelan melihat pemandangan seperti itu. Ya, menurutnya itu sudah biasa.

Tidak ambil peduli, Zhea kembali berjalan. Banyak orang-orang aneh disini. Mulai dari yang bermain skuter di lapangan, menghafal puisi untuk nembak cewek, berpacaran, debat dengan teman, bermain basket, sok penguasa dan masih banyak lagi.

Langkah Zhea terhenti. Ia memandang kelas yang akan ditempatinya melalui koridor.
'Bagus banget! Ini kah yang bakal jadi istana gue selama tiga tahun? Good, nggak ada yang berani ganggu hidup gue lagi. Selamat bersenang-senang, Zhea!' batinnya.

"Eh, eh. Ini kelas  X  bukan?" tanya Zhea pada siswa yang lewat.

"Bukan, ini kelas XI." ralat siswa itu. "Kelas sepuluh itu, lo lurus dari lapangan. Terus naik tangga. Lurus lagi. Belok. Lurus. Terus ada kelas yang paling ujung itu kelas X."

Classmate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang