P2-Sepersekian Detik

25 5 2
                                    

A/N Terjemahan bahasa jawa dilampirkan di bagiann bawah

"Tetap saja manusia penuh kekurangan yang tak pernah luput dari khilaf dan dosa. Apabila ia sudah sadar jika apa yang dilakukannya adalah suatu hal yang salah, maka hendaknya ia segera bertobat dan memohon ampun kepada Allah 'Azza Wa Jalla."

-----؋ترؠ-----

Perlahan kereta yang sedang aku tumpangi ini terasa semakin pelan lajunya. Rupanya sebentar lagi kami akan segera memasuki pemberhentian akhir.

"Perhatian..... Sesaat lagi kereta Prambanan Express dengan nomor 360 akan tiba di stasiun Solo Balapan. Bagi Anda yang akan mengakhiri perjalanan di Stasiun Solo Balapan kami persilahkan untuk mempersiapkan diri. Periksa dan teliti kembali barang bawaan Anda jangan sampai ada yang tertinggal. Untuk keselamatan Anda tetaplah berada di tempat duduk sampai kereta berhenti dengan sempurna. Terimakasih atas kepercayaan Anda telah menggunakan jasa layanan Kereta Api Indonesia. Sampai jumpa pada perjalanan berikutnya."

Aku segera membereskan semua barang bawaan. Novel yang sedari tadi berada dalam genggaman langsung aku masukkan ke dalam tas. Tidak lupa totebag dan tas yang berada di bawah bangku penumpang segera aku ambil. Aku merogoh ponsel yang sedari tadi terdiam di saku gamis untuk mengabari sepupu yang akan menjemputku di stasiun. Sembari menunggu roda kereta benar-benar berhenti berputar aku kembali mengecek barang bawaanku memastikan tidak ada barang yang tertinggal.

Roda kereta telah berhenti berputar dengan sempurna. Pintu kereta pun telah dibuka. Namun, aku masih tetap duduk dibangku penumpang tatkala melihat antrian penumpang yang berdesakan hendak turun.

"Hhhmmmm... nanti sajalah turunnya," gumamku.

Lelaki di depanku pun masih terdiam di tempat duduknya. Setelah lorong kereta berkurang kepadatannya, aku segera bergegas untuk turun.

"Mas, Saya duluan ya," pamitku sambil melempar senyum tipis.

"Iya, Mbak. Monggo," ujarnya kalem.

Huftttt... akhirnya aku bisa bebas menghirup udara segar setelah satu jam harus berbagi oksigen dengan banyak orang di kotak persegi panjang itu. Suasana di luar stasiun terasa masih padat karena dipenuhi banyak orang. Beberapa diantaranya menjajakan jasanya agar dapat menyambung hidup. Tidak lama kemudian, ponselku kembali bergetar. Rupanya Almira yang menelpon. Segera kuterima panggilan tersebut.

"Assalamualaikum. Iya, Ra?"

"Waalaikumussalam, Sha. Udah di luar belum? Aku udah nunggu di luar nih,"

"Iya, Ra. Udah di luar kok, kamu dimana?"

"Udah di parkiran nih. Buruan ke sini gih,"

"Oke."

Tak lama berselang sambungan telepon terputus. Kemudian, kulangkahkan kakiku menuju tempat parkir. MasyaaAllah... Rupanya parkiran tak kalah padatnya. Setelah celingak-celinguk cukup lama aku mendengar seseorang memanggilku.

"Quinshaaaaaaa. Disini disini," teriak seseorang sembari melambaikan tangannya.

Yupps, ia adalah sepupuku, Almira. Setelah berjalan mendekat, ia turut membawakan barang-barangku yang tak seberapa banyak ini. Setelah itu, kami pun tenggelam dalam hiruk pikuk jalanan kota Surakarta. MasyaaAllah... Aku selalu takjub dengan kota ini. Meski tidak sepopuler Yogyakarta, tapi kota ini mampu membuatku terpukau akan kenyamanannya. Kupandangi tatanan kota yang dipagari dengan pohon-pohon rindang, semakin menambah kesan asri kota ini.

"Sha, udah makan belum? Kalau belum sekalian makan diluar aja lagipula Ibu sama Bapak  masih di luar kota," ucap Almira yang sukses mengembalikan kesadaranku sepenuhnya.

RumangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang