prelude: sepotong percakapan di jembatan merah dan kisah tentang elegi

299 27 0
                                    

When we first met, I didn't want to get involved with anyone. I didn't have the time of energy and I didn't think I was ready for it; but you were so good to me and little by little, I found myself falling for you.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Kita bertemu lewat sebait sajak hujan di kotaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kita bertemu lewat sebait sajak hujan di kotaku

Hujan yang tidak meminta apa pun selain jatuh di sukmamu

Di tengah ramainya suara kendaraan yang penuh asap kelabu, ada dua hati yang memohon pada semesta untuk bisa bersatu

Di tengah aroma kopi yang menyeruak di kala petang, ada setitik harap yang meminta pemiliknya untuk pulang.

"Kamu lagi mikirin apa, Gi?"

Sebuah suara yang menyeruak di tengah keheningan malam berhasil membuat Egi terseret keluar dari lamunan. Gadis itu buru-buru menormalkan ekspresi wajahnya seperti semula, kemudian napas pelannya terembus saat menyadari bahwa secangkir sekoteng telah tersaji hangat di atas meja.

Sore tadi sepulang sekolah, Javier tiba-tiba mengajaknya singgah sebentar ke Jembatan Merah, tempat yang biasa mereka datangi setiap kali ingin menghabiskan waktu berdua. Besok pagi-pagi sekali, dia harus berangkat ke Jakarta sehingga lelaki itu ingin menghabiskan waktu dengan Egi sedikit lebih lama.

Namun persis seperti yang direncanakan semesta, kata sebentar tak pernah tercantum dalam kamus seorang Javier Kanigara. Sekarang sudah hampir pukul delapan malam dan keduanya masih duduk di depan gerobak penjual sekoteng dengan seragam sekolah yang masih melekat di badan mereka—ditemani kepulan asap dari pedagang jagung rebus yang sibuk melayani pembeli di emperan toko sebelah.

Second Lead SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang