〜☆*☆*☆〜
c a s s i o p e i a
Queen of the Nothern Sky
〜☆*☆*☆〜"Kau tidak takut ketinggian?"
"Takut, sangat. Dokterku berkata aku punya acrophobia. Tanpa menunggu diagnosanya lagi aku bisa putuskan kalau aku sudah sembuh," Hyunjin berucap dengan percaya diri.
Tidak bisa ditipu, Chris lihat apa yang diucapkan Hyunjin itu benar. Sesekali pemuda itu melongok ke bawah lalu memejamkan matanya erat. Butuh lima menit sampai manik sehitam jelaganya ditampakkan kembali.
Badannya gemetar kecil. Begitu samar karena mereka sedang duduk di atap gedung tinggi dan satu-satunya pencahayaan berasal dari benda langit. Chris tidak melihatnya, Chris merasakannya.
"Aku tak masalah dengan fobiaku. Asalkan aku bisa melihat mereka secara langsung, apapun akan kulalui," tambah Hyunjin. Pemuda itu beringsut masuk menjauhi tepian atap. Kaki jenjangnya sesekali mendorong kecil supaya badannya tidak terpojok.
"Kau tampak seperti orang yang mau bunuh diri."
"Begitu, ya?" tanpa menoleh, Hyunjin menyahut. Matanya fokus pada langit. Dari posisinya Chris lihat jelas binar matanya. Cahaya bintang yang dipantulkan iris kelam Hyunjinㅡcantik.
Memang belum ada tiga jam mereka bertemu dan bertukar dialog, tapi Hyunjin mudah diajak bicara. Sesekali keduanya berselisih topik, diselangi diam, lalu salah satu akan mulai berbicara lagi.
"Tidak mengantuk?"
"Ya," Hyunjin jawab singkat. Pertama kali sejak bertemu Chris, ia mengucek matanya. "Aku minum obat, sekarang aku mengantuk."
"Mari turun."
"Kau duluan saja. Aku masih betah," kalimat itu disusul gestur Hyunjin yang menyamankan duduknya. Pemuda itu mengeratkan pelukannya pada lutut, menumpukan dagu dan menatap lurus ke gedung di depan.
Badan jangkung itu dilipat sedemikian rupa, Hyunjin tampak kecil. Ia hembuskan napas melalui mulut, kabut tipis tercipta diiringi gemelatuk giginya yang sayup.
Tak mau mengundang perdebatan, Chris turun dari atap sendiri. Ia beranjak menuruni tangga dan masuk ke unit apartemennya sendiri.
Pukul 10 malam. Sejujurnya, Chris belum merasa terlalu mengantuk. Ia sempat lihat Hyunjin yang kepalanya terantuk kecil di atap tadi. Usulnya untuk turun ternyata dia lakukan sendiri.
Berhubung sudah waktunya tidur, maka Chris bersiap. Ia mengganti pakaian lalu berbaring di kasur. Memainkan ponsel untuk membaca pesan sejenak, akhirnya matanya memberat.
Earphone ia selipkan di telinga, memutar lagu sebelum terlelap.
Chris adalah penghuni baru apartemen. Ia baru pindah dari luar negeri kemari. Selesai membenahi ruangan, usai makan malam ia iseng berjalan mengelilingi lantai apartemen.
Pria itu hanya ke tempat yang diberitahukan pemilik apartemen saja. Walau sebenarnya tak ada yang sebegitu menarik perhatian, Chris tetap melangkahkan kaki.
Tujuan akhirnya sebelum kembali ke unitnya adalah atap.
Pemilik apartemen berkata tempat itu sedikit berbahaya karena dipagari besi sejak lamaㅡkini sudah karatan dan bisa runtuh kapan saja. Sisi utara saja yang pagarnya masih kuat. Sisi selatan pagarnya sudah runtuh karena sering disandari penghuni apartemen.
Di sanalah ia bertemu Hyunjin.
Duduk memeluk diri sendiri menghadap sisi selatan yang mengarah ke gedung kota. Berdalih ia menyukai bintang meski yang dilihat hanya isi kota.
Keduanya berbagi cerita kecil. Hyunjin dengan fobia ketinggiannya, kecintaannya pada bintang-bintang. Sementara Chris tak banyak bicara, lebih senang diam menyimak sambil mengamati wajah kenalan barunya.
Untuk ukuran laki-laki, Hyunjin bisa dibilang unik.
Biasanya Chris menemui laki-laki yang langsung bertindak dibanding duduk menungguㅡtermasuk dirinya sendiri. Tapi Hyunjin curhat dengan mudah kalau dia lebih suka diam dibanding membuat ulah.
Dia suka cari amanㅡyang mana sulit Chris temukan pada diri laki-laki biasanya.
Bukan berarti dia bisa asal judge. Dia belum mengenal Hyunjin sepenuhnya. Chris hanya kesulitan menahan diri untuk tidak melanjutkan asumsinya mengenai laki-laki semenarik Hyunjin.
"Kenapa kau mau repot-repot naik ke atap hanya untuk duduk diam begini?
"Aku menyukai bintang, sesederhana itu."
"Apa yang kau cari dari mereka?"
"Entahlah. Hanya suka."
.
Meskipun mimpinya bisa dibilang indah, Chris terbangun tengah malam. Kepalanya diserang pening karena earphone masih terpasang.
Duduk sejenak, ia lantas teguk air sampai gelasnya kosong. Karena ia tak bisa tidur lagi dengan mudah, Chris putuskan untuk keluar ke balkon.
Semilir angin malam berhembus. Chris menggigil karena hanya mengenakan baju tidur. Dingin itu terbayar dengan view kota yang terlelap. Beberapa kendaraan masih lewat, bisa dihitung jari.
Pria itu lantas duduk di kursi balkon, tak sengaja mengarahkan wajah ke samping. Unit samping juga memiliki balkon, kebetulan ia melihat seseorang di sana.
"Hyunjin?"
"Oh, Chris? Belum tidur?" Hyunjin menyahut tanpa mengalihkan pandangan. Tatapan pemuda itu menerawang ke langit. Terlihat angkuh bahkan untuk sekedar menatap lawan bicaranya.
"Aku yang harusnya bertanya begitu, Hyunjin."
Hyunjin terkekeh. Pakaiannya belum diganti sama sekali. Masih kaus, celana dan jaket yang sama. Rambutnya sedikit acak-acakan. Terlihat kentara telah dihembus angin untuk waktu yang lama.
Meskipun keduanya terpisah jarak, Chris lihat jelas Hyunjin tampak berbeda.
Ia tidak sehidup saat di atap.
Ia terlihat lebih murung.
"Hyunjin, kau lihat apa?"
Tangannya terulur, telunjuk mengarah ke satu arah. Tebaran bintang yang ramai di langit, namun jarinya menunjuk lima bintang yang merangkai huruf W.
"Cassiopeia," jawabnya singkat. Tangan masih terangkat, bibirnya terbuka sedikit.
"Wanita sombong," lanjutnya.
Next chapter: Andromeda
KAMU SEDANG MEMBACA
in the stars
Fanfiction[ chanjin ] was an astrophile, now six feets' never far enough. Start: [20.06.20] End: [20.08.20]