Aku yakin, yang memberiku ketenangan dan kedamaian secara ghaib ini adalah Dia. Tuhanku, yang baru aku sadari keadaannya memang ada dan nyata.
~Natasya Arhisya~
Jarum jam menunjukkan pukul 08:30. Natasya masih terbaring di ranjang kamar milik anak kedua Umi Aisyah.
Hari ini, anak kedua dari pasangan suami istri yang mempunyai Pondok Pesantren Nurul Huda akan kembali ke Indonesia setelah 3 tahun menyelesaikan pendidikannya di Negeri orang, Kairo Mesir.
Umi Aisyah masuk ke dalam kamar yang di dalamnya ada Natasya sedang memejamkan matanya. Sepertinya ia sangat kelelahan karena kejadian semalam hampir saja merenggut nyawanya.
Untung saja ada Syahdan, anak pertama Umi Aisyah yang melihatnya mengambang di sungai yang arusnya sudah lumayan rendah. Jika tidak, mungkin Natasya sudah tidak bisa melihat dunia lagi saat ini.
Umi Aisyah menghampiri Natasya, dengan membawa nampan dan segelas air putih.
Lalu meletakkannya di atas nakas."Nak, bangun. Makan dulu, setelah makan minum obat," Umi Aisyah, mengulurkan tangannya, lalu mengusap kening Natasya, lembut.
Natasya membuka matanya, lalu memposisikan dirinya menjadi duduk.
"Maaf Umi, Natasya ketiduran," cengir Natasya, matanya mengarah ke atas nakas. Lalu ia menelan ludahnya.
Kriuk kriuk
Suara cacing di dalam perut Natasya sudah mendemo. Perutnya merespon begitu cepat indra penglihatan dan penciumannya.
Umi Aisyah terkekeh saat mendengar suara perut Natasya.
Astaga, mengapa cacing-cacing nakal ini, bunyi sih. Aku maluuu. Batin Natasya, berteriak.
"Makan ya, Nak. Umi suapin," tawar Umi Aisyah, Natasya merasa tidak enak karena telah merepotkan Umi Aisyah.
Natasya menggeleng. " Gak usah, Mi. Natasya bisa kok, sendiri," tolak Natasya halus, ia sudah banyak merepotkan Umi Aisyah.
"Tangan kamu memar, gak papa biar Umi suapin kamu," paksa Umi Aisyah, dan langsung mengambil piring yang berisi nasi, lauk pauk, dan sayuran yang tadi ia simpan di atas nakas.
Natasya hanya mengangguk pasrah, 'toh, emang tangannya masih sakit,' batin Natasya.
Suapan pertama, masuk ke dalam mulutnya.
Hingga suapan terakhir. Ini adalah kenikmatan yang baru ia dapatkan, makan makanan enak, sambil disuapin pula.Umi Aisyah menyodorkan air putih yang langsung diterima oleh Natasya, lalu meneguknya hingga tandas tidak tersisa. Dia sangat kehausan sehingga menghabiskan minumnya, padahal setelahnya harus meminum obat.
Natasya menepuk jidatnya.
"Kenapa jidatnya di tepuk?" tanya Umi Aisyah.
"Natasya lupa, Mi. Seharusnya Natasya nggk ngabisin air minumnya. Kan kata Umi harus minum obat."
Umi Aisyah menggeleng. "Gampang, Umi ambil lagi," ucap Umi Aisyah, lalu melenggang pergi untuk mengambil air.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAHADAT CINTA [On Going]
Fiction généralePerjuangan ini belum sampai pada batas akhir. Aku menemukannya, tetapi harus kembali berjuang agar mendapatkan hatinya, beserta juga Ridho-Nya. ~Alexia Praditama~