Aku pergi karena ingin memperbaiki diri, mengenal siapa Tuhanku lebih dalam lagi.
~Natasya Arhisya~
Ternyata Allah masih memberikan kesempatan untuknya hidup, meski yang ia lihat pertama kali berbeda dari hidup yang biasanya ia jalani.
Wajah baru, kasih sayang baru, mungkin itu yang sedang di rasakan oleh Natasya saat ini.
Kejadian malam itu membuatnya enggan untuk kembali. Ia tidak sanggup jika harus kehilangan orang yang ia cintai lenyap dari muka bumi.
"Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak," ucap seorang perempuan paruh baya.
Natasya pun mengangguk, ia masih bingung dengan keberadaannya saat ini.
Siapa wanita berbaju longgar, berkerudung lebar ini? Batin Natasya.
"Perkenalkan nama Umi, Aisyah. Kamu boleh manggil Umi," ucap Umi Aisyah memperkenalkan dirinya.
"Saya Natasya, Um ... Umi ...," ucap Natasya, ragu memanggil Umi Aisyah dengan embel-embel 'Umi'.
Umi Aisyah tersenyum, lalu duduk di pinggir ranjang. "Jangan canggung, anggap saja ini rumah kamu, dan anggap saja Umi ini Ibu kamu."
Natasya menunduk, air bening tiba-tiba jatuh dari pelupuk matanya tanpa izin dulu. Entah kenapa, ucapan Umi Aisyah seperti menusuknya.
Umi Aisyah mendekatkan tubuhnya ke Natasya, lalu memeluknya erat mencoba menenangkan Natasya, memberi kekuatan untuknya.
"Ayah, Ibu, aku sudah meninggal dunia 2 hari yang lalu, Umi ...," ucap Natasya lirih.
"Innalillahi Wainnailaihi roji'un. Maafkan Umi, Nak. Jika perkataan Umi barusan mengingatkan kembali kepada lukamu," kata Umi Aisyah meminta maaf di sela isak tangis Natasya.
Natasya menggeleng, lalu tersenyum. Mencoba tegar dengan apa yang telah menimpanya.
Rasa sakit itu, tidak sebanding dengan rasa sakit yang ia rasakan saat harus melepaskan orang yang paling ia cintai saat ini.
Mungkin dengan tidak kembali pada Alexia, adalah jalan satu-satunya, agar ia bisa bertahan hidup. Meski hari ini, besok, bahkan selamanya mungkin ia akan kehilangan Alexia.
"Rumah kamu di mana, Nak?" tanya Umi Aisyah membuyarkan lamunan, Natasya.
Natasya menggeleng, ia tersenyum miris. Semua orang membencinya, bahkan keluarga dari Ayah, Ibunya tidak pernah mengakui keberadaannya.
Hanya Ayah, Ibunya, dan Alexia saja yang menyayanginya dengan tulus. Mertuanya juga pernah mengancam Natasya, bahwa Natasya tidak akan dianggap sebagai Menantunya di rumah Praditama.
"Natasya di usir, dari rumah keluarga. Mereka tidak menginginkan Natasya, Umi ...," ucap Natasya lirih, lalu berhenti sejenak untuk mengambil oksigen agar bisa bernafas. Menceritakan tentang keluarganya membuat nafasnya sesak.
"Satu hari setelah Ibu, dan Ayah meninggal ... Natasya menikah dengan seorang laki-laki yang sangat mencintai Natasya, begitu juga dengan Natasya, juga sangat mencintai dia," lanjutnya, sambil terus terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAHADAT CINTA [On Going]
Narrativa generalePerjuangan ini belum sampai pada batas akhir. Aku menemukannya, tetapi harus kembali berjuang agar mendapatkan hatinya, beserta juga Ridho-Nya. ~Alexia Praditama~