Dua

10 0 0
                                    

Memasuki butik milikku. Selalu saja fokusku pada kebaya pernikahan karya pertamaku.
Ya, baju itu adalah rancangan pertamaku. Yang ku buat pertama kali. Dengan jerih payah tentunya.

Setiap kali aku melihat baju itu selalu saja ingatanku melayang padanya. Pada dia yang membuat aku matian-matian membuktikan diri agar layak bersanding dengannya.

Dan kali ini, ingatan itu kembali menguak tanpa bisa kucegah.
"Sayang, rancanganmu cantik sekali," ucap Hanan, kekasihku.
"Iya dong. Karena baju ini nanti akan aku pajang di bagian depan butikku dan akan menjadi pakaian yang aku pakai saat menikah denganmu," ucapku percaya diri.
"Wah, kalau begitu kamu harus membuat setelan untukku juga," ujarnya.
"Sudah pasti.  Nanti akan aku buat. Tetapi, kamu tak boleh melihatnya," balasku.
"Kenapa begitu?" Protesnya. Alisnya menaut menandakan ketidakterimaannya.
"Karena, itu akan menjadi kejutan. Dan hadiah dariku untukmu untuk pernikahan," jelasku meyakinkan.
"Baiklah kalau begitu. Aku pasrah saja," ucapnya memelas.
"Jangan begitu, sayang. Aku melakukan ini juga untukmu," ucapku.
"Baiklah. Baiklah."

"Ta, Nata...," teriak Diandra padaku membuyarkan lamunanku.
"Eh, apaan sih, Di, ngagetin aja," balasku sewot.
"Habis, kamu dipanggil dari tadi nggak nyahut. Mikirin apa sih, serius banget melihat bajunya."
"Aku hanya mengingat proses pembuatan baju ini, Di."
"Kamu, ingat mas Hanan, ya?"  tanyanya.
"Hm (menarik napas) ya begitulah. Kadang, ingatan itu seringkali muncul saat aku melihat baju ini."
"Sabar ya. Semoga kamu segera dipertemukan dengan orang yang menerimamu apa adanya. Tanpa menyakiti dan mengkhianatimu."
"Aamiin. Semoga saja. Ayo mari kita bekerja, rapikan seluruh pakaian pukul 10.00 WIB kita meeting."
"Siap, bosku," ucapannya dan berlalu dari hadapanku.
Bagiku Diandra bukan sekadar bawahan saja, tetapi dia sudah kuanggap sahabat sekaligus saudara, karena aku tak memiliki saudara. Kepada dia aku menumpahkan segala keluh kesahku. Bagiku dia adalah rumah tempat aku pulang.
Dia sangat tahu bagaimana rapuhnya aku 5 tahun lalu. Saat Hanan memutuskan pergi secara tiba-tiba.

***

Saat jam yang di tentukan seluruh staf berkumpul di ruanganku. Karena di butik hanya ada tempat istirahat karyawan dan ruanganku saja. Untuk rapat atau pun membahas hal apa pun di ruanganku. Sama halnya dengan kali ini.

"Ini adalah tahun ke sepuluh aku berkarya. Dan sebagaimana yang kalian ketahui, setiap tahun kita akan mengeluarkan rancangan terbaru. Untuk tahun ini pun begitu aku ingin kita mengeluarkan rancangan terbaru. Dan itu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Aku ingin  pembaharuan di tahun ke-10 ini," ucapku sebagai pembuka.
"Aku setuju dengan apa yang mbak Nata, kita perlu ada pembaharuan di tahun ke-10 ini. Akan tetapi, untuk ide saat ini aku belum bisa ngasih masukan," balas Nira karyawanku paling muda.
"Nah, benar kata Nira. Aku juga setuju dengan pembaharuan yang kamu maksud itu. Kurasa mulai sekarang kita harus kerja keras untuk debut tahun depan. Saranku kali ini kita harus melakukan fashion show untuk tahun ke-10 ini," tambah Diandra.
"Iya, itu bagus saranmu, Di. Tetapi, saat ini yang kita butuhkan bukan hanya go nya ke mana, tetapi karya kita yang di fashion show kan itu apa," tambahku berapi-api menahan amarah. Bagaimana tidak, aku meminta ide untuk karya terbaru, sedang dia sudah menyarankan baiknya karya itu diapakan. Benar-benar tak habis pikir aku sama anak satu itu.
"Ya, kan itu saranku aja sih, Nat. Kali aja kamu belum kepikiran untuk itu," belanya.
Aku diam. Apa yang dia bilang ada benarnya, karena memang selama ini kami belum pernah sekalipun melakukan fashion show, atau pun mengikuti peragaan busana lainnya.
"Ok. Kita akan fashion show kali ini. Akan tetapi, sebelum itu kita harus membuat karyanya dan mencari sponsor yang mau mendanai kita," pungkasku.
"Maaf, ya mbak. Menurutku perihal rancangan baiknya mbak Nata saja yang memikirkan. Tetapi, untuk sponsor kita akan cari bersama," ucap Nira takut-takut.
"Nah, ide bagus. Aku sangat setuju dengan saran Nira. Bagaimanapun butik ini kan milikmu. Dan rancangannya juga atas nama kamu. Untuk karya seperti apa yang kamu mau, kurasa kamu lebih paham. Kami berdua akan memberikan pendapat ketika kamu mempresentasikan rancanganmu. Dan selama kamu fokus pada sketsa, kami akan fokus pada butik dan mencari sponsor. Sedang kamu, bebas untuk mencari inspirasi. Bagaimana?"
Mereka berdua menatapku lama. Aku hanya diam memikirkan ucapan mereka. Hingga akhirnya aku pun menanggapi.
"Hm, baiklah kalau begitu. Aku akan fokus pada rancangannya dan kalia  dengan butik dan sponsor. Kita akan bagi tugas, karena waktu untuk mengerjakannya hanya tinggal 3 bulan lagi. Kita harus kerja ekstra," putusku akhirnya.
Mereka tersenyum puas dengan keputusanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Harga Sebuah PercayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang