JILID II : SENJA KELABU

6 0 0
                                    

( Emma )

Buitenzorg, 25 Augustus 1892.
Pukul 15.00

Sore hari itu rumah sakit Buitenzorg penuh sesak oleh pasien dan pengunjung.

Rumah sakit Buitenzorg itu tak lain bernama Hetkrankzinnigengestich Buitenzorg.

Hetkrankzinnigengestich Buitenzorg ialah salah satu rumah sakit yang dibangun pemerintah hindia belanda untuk pasien yang menderita gangguan jiwa atau depresi. Bangunan putih megah dengan gaya arsitektur belanda menghiasi sudut ruangan  yang dibangun pada era awal kolonial di kawasan buitenzorg yang kini dikuasai oleh para pemerintah Hindia Belanda di Nusantara.

Emma kala itu tengah bergelut dengan rakitan busur panahnya sembari menunggu kakaknya, Yasmin, tiba di rumah sakit untuk sama-sama merawat dan membesuk sang ayah. Terlihat juga ibu yang tengah duduk dan mengobrol dengan perawat ditemani oleh bibi disampingnya.

Sebelumnya ia menyuruh Aurora, sang bungsu untuk mengirimi surat ke Batavia tempat Yasmin bersekolah. memberitahukan keadaan ayah dan keluarga saat ini, surat itu tak ada balasan sama sekali, seluruh keluarga cemas apakah Yasmin datang atau tidak. Demikian dengan sang adik, Diana, Ia terlihat sibuk membawa obat dan berkonsultasi dengan dokter pendamping untuk proses penyembuhan ayahnya itu. Ya, Diana adalah tenaga medis unggulan dan bakti nya sudah terbukti se-antero hindia belanda dalam dunia kesehatan; ahli bedah dan psikoterapis. Sungguh, putri Praja itu adalah pemudi yang terbaik dalam pergerakan kemanusiaan Hindia Belanda.

"berapa lama ia akan tiba?" tanya Diana dengan memasukan lengannya kedalam saku jas medisnya.

"Entah, lagipun aku belum sempat bertanya pada Aurora apakah ia membalas surat itu atau tidak?"  Jawab Emma sambil merakit busur.

Percakapan tersebut dilerai oleh datangnya ibu dengan membawa sepiring makanan ringan, dengan lahap mereka berdua makan sembari melihat taman air mancur persis didepan kamar inap sang ayah, Aurora menyusul dengan menenteng buku-buku ilmiah nya dan dengan cepat mengambil setengah makanan diatas piring yang baru saja ibu hidangkan dan diletakan untuk menemani perbincangan antara Diana dan Emma.

"Aku harus kembali ke kantor dr. Frankenstein, ia menyuruhku memberikan beberapa obat baru untuk ayah, Antidepresan hanya membuatnya tenang sesaat. selebihnya ia akan terus mengalami stress berlebih dan melakukan hal-hal yang diluar kendali. Aku mohon bantuanmu dan yang lainnya untuk menenangkan ayah." Ujar Diana lalu lekas pergi menuju arah kantor dr. Frankenstein.

Busur panah siap untuk dijadikan alat latihan, Emma kembali menyimpannya ke lemari tempat barang bawaan pribadi nya disimpan. Disudut ruangan rumah sakit, terdapat keributan dan disaksikan oleh pengunjung rumah sakit lainnya. Emma berjalan menuju ke arah keramaian itu dengan tenang. Terlihat beberapa perawat dengan sigap membantu menenangkan dan membius pasien yang tengah memberontak di kasurnya itu, ramai sekali yang melihat sehingga Emma harus menyusup ke sela-sela para "penonton dadakan" itu.

"Apa yang terjadi nyonya?" Tanya Emma kepada salah satu "penonton" yang sedang melihat dari balik jendela besi di kamar pasien yang tengah menjadi pusat perhatian itu

"Pasien ini membuat gaduh seluruh ruangan rumah sakit, sehingga kami penasaran untuk melihatnya, kabarnya ia depresi karena pabrik tekstil dan lumbung padi miliknya hangus terbakar" jawab pengunjung tersebut.

Melihat itu ia bergegas kembali menuju kamar Tulip, kamar inap ayahnya yang berada di sayap kiri rumah sakit, memastikan bahwa tidak terjadi keributan yang akan menimbulkan perhatian dari seluruh penghuni rumah sakit.

"Ada apa kak?" tanya Aurora berpapasan dengan Emma yang hendak keluar dari kamar inap.

"Dia baik-baik saja?" Tanya Emma cemas

"Dia baik nak, kita perlu siaga saja. Bila terjadi sesuatu hubungi diana, atau cari perawat" Jawab ibu dari balik tirai dapur kamar inap.

Emma menghela nafas. Ia sangat takut jika ayahnya melakukan hal yang "gila". mengingat pasien yang baru saja ia lihat memiliki riwayat psikis yang mirip dengan ayahnya.

***
pukul 16.35

Matahari mulai menunjukan cahaya jingga nya kala itu, Emma dan seluruh saudarinya berharap kedatangan Yasmin detik itu juga. Aurora kala itu sibuk membaca, Diana tengah merapikan obat di meja, Ibu terlelap dengan tidurnya karena kelelahan, bibi yanti sedang membereskan laci dan barang bawaan.

Tak lama kemudian suara pintu diketuk.

Dengan cepat Emma menuju ke arah pintu dan membuka pintu tersebut. Dihadapanya terdapat wanita bergaun putih dengan rambut pirang terurai tersenyum menatapnya, dibelakangnya pria paruh baya dengan membawa koper kecil turut tersenyum kearah Emma. Ya, Itu Yasmin. Emma memeluk erat kakaknya itu.

"Lama sekali kakak pulang, Kami rindu" Ujar Emma sembari matanya berkaca-kaca, disusul oleh Diana dan Aurora yang terkaget melihat kedatangan kakanya itu serta dipeluknya Yasmin dengan erat.

"Aku senang kalian sehat" Ujar Yasmin sembari mengusap rambut Diana dan Aurora.  Emma tersenyum bahagia. Ibu lekas memeluk  Yasmin dan menjelaskan apa yang terjadi dibalik kecelakaan ayahnya tersebut, namun sebelumnya ibu menarik Yasmin keluar kamar dan berbincang di depan teras kamar inap.

Dengan sigap Aurora membereskan bawaan yang dibantu mamang untuk disimpan dilemari. Tak lama kemudian perawat pun masuk untuk mengecek keadaan Ayah dan berbincang dengan Pendamping Pasien-Diana. Karena merasa kakaknya telah tiba ia sangat tenang sekali. Seluruh keluarga berkumpul untuk menunggu kesembuhan sang ayah.

Tak berlangsung lama perbincangan Yasmin dan Ibu sudah selesai, Emma yang kala itu sedang membantu bibi Yanti membereskan makanan ayah, turut mengambil air untuk sang kakak untuk menghilangkan rasa lelah dari perjalanannya itu.

Sore itu langit menjadi kelabu, Seluruh lentera dan listrik remang menyala disudut-sudut rumah sakit menandakan bahwa malam akan segera tiba. Penghuni yang berkeliaran kembali ke bilik nya masing-masing. Kecuali Diana yang harus "pulang pergi" ke ruang kerja untuk mengobservasi kesehatan ayahnya diikuti oleh perawat-perawat lain yang sibuk dengan pasiennya masing-masing.








ALEMBANA SAHAJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang