Part 3

39 1 0
                                    

Aku benar-benar tidak percaya apa yang barusan Pak Burhan katakan.

"Saudari Batty, anda dengar, kan, apa yang baru saja saya katakan?"

"I--iya, Pak."

Selamat, ya," ucap Pak Burhan dengan senyum manisnya.

"Terimakasih banyak, Pak."

'Yes! Akhirnya ....'

Aku segera keluar ruangan Pak Burhan. Ku lihat karyawan lain berhamburan sepertinya mereka menguping di balik pintu.

"Selamat, ya, Batty."

"Iya, terimakasih semuanya. Karena saya merasa bahagia hari ini, nanti siang saat jam istirahat, saya traktir kalian makan."

"Yey, kita makan gratis, Bro," seru Hilman.

"Asik, beneran, Bat?" tanya Arpan, dengan tatapan binarnya.

"Iya, serius."

"Halah, baru diangkat jadi manager aja sombong," cela Sely ketus.

Aku hanya tersenyum. Dan duduk kembali di ruang kerjaku.

****

Hari ini amat melelahkan sekaligus hari yang paling bahagia dalam hidupku. Karena akhirnya karirku tak jalan ditempat. Usai pulang kerja, aku menyalakan televisi dan menonton darama korea kesukaanku. Karena merasa lelah, tak terasa aku tertidur.

"Mbak, tolong aku," ucap wanita yang bersimbah darah dengan wajah pucat pasi.

"Ka--kamu siapa?"

"Aku adalah salah satu korban kebiadaban Pak Mulyana."

"Maksud kamu, apa? Aku tidak mengerti."

"Tolong aku, Mbak."

Aku mundur berusaha menjauhinya.

"Mbak, tolong kamu kubur tas itu. Karena tas itu terbuat dari kulitku."

"Tas? Maksud kamu tas yang diberikan nenek itu padaku?"

"Ya, tas itu. Selama tas itu ada. Hidupku tidak akan tenang, Mbak. Aku tersiksa."

"Tidak! Aku tidak akan mengubur tas itu. Karena tas itu adalah keberuntunganku."

Kulihat wanita itu marah, mendekat melangkah kearahku dan tangannya meraih leherku. Tiba-tiba dia mencekikku amat keras.

Arrrghhh ....

Aku ingin berontak tapi sulit sekali bergerak, nafasku sesak.

"Lepaskan aku."

"Tidak!"

"Tolong, arrgghhh ...."

Drrrrtttt, drrrtttt ....

Ponselku bergetar. Aku terbangun dari mimpi buruk itu, sambil terengah-engah, mengambil napas. Peluh sebesar biji jagung menetes di pelipisku. Syukurlah ternyata aku hanya mimpi.

Aku segera mengambil ponsel yang ku simpan di atas nakas. Kulihat ada beberapa chat masuk. Beberapa diantaranya adalah karyawan kantor yang mengucapkan selamat dan berterimakasih atas makan siang tadi yang aku bayarkan. Kemudian, aku beralih ke salah satu chat. Pengirimnya adalah pria yang aku kagumi selama ini.

[Malam, Batty, dah tidur belum?]

'OMG, ini beneran chat dari Setiawan, pria yang aku kagumi selama ini. Aku nggak mimpi, kan?'

Aku segera mencubit pipiku. Lumayan sakit. Berarti ini nyata, aku tidak mimpi.
Aku segera membalas pesannya dengan hati berdebar-debar. Sampai tanganpun ikut bergetar, efek grogi.

[Met malam juga, Mas. Tumben ngechat aku.]

Chatt yang aku kirim, lansung ceklis biru dua, dan sepertinya dia sedang mengetik kembali. Beberapa detik kemudian pesan masuk lagi.

[Memangnya nggak boleh, ya?]

[Emh, nggak juga, sih. Cuma aku takut aja Sely marah.]

[Loh, kenapa harus takut sama dia? Aku kan bukan cowoknya dia.]

[Tapi, sepertinya Sely suka kamu, Mas]

[Kalau aku sukanya sama kamu bagaimana?]

Pipiku tiba-tiba memerah. OMG ... Mas Setiawan suka sama aku?

Bersambung ....

TAS KULIT MANUSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang