Part 2

39 4 0
                                    

Wanita itu meringis kesakitan, dan berusaha meminta tolong. Tapi seseorang dengan sadis menguliti beberapa bagian organ tubuh itu, diantaranya kulit paha, dan bagian perutnya. Darah tercecer di mana-mana. Tak ada satu orang pun di sana.

Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Tak tega rasanya melihat ini semua.

"Tolong ...."

Wanita itu berteriak lemas, berharap ada orang yang menolongnya.

"Haha ... percuma kau berteriak meminta tolong. Karena ruangan ini jauh dari penduduk," ucap seseorang yang menguliti wanita itu, dengan menggunakan pisau yang terlihat tajam. Sesekali, seseorang itu membuka topeng yang ia gunakan. Lalu ia menutupnya kembali.

Aku ingin sekali menolong wanita itu, tapi aku sendiri tidak berani. Aku takut orang itu malah mencelakakan aku.

'Oh Tuhan, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?'

Karena hampir semua kulitnya dikelupasi, sehingga daging yang terlihat memerah bercampur darah, kini terlihat jelas. Aku bergidik ngeri.

Tok, tok, tok ....

"Batty, mana janji kau mau membayar kos hari ini?" pekik seorang wanita di luar sana.

Aku terbangun dari mimpi. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

'Duh! Aku kesiangan."

Tok, tok, tok ....

"Batty! Kau dengarkan, apa yang aku bicarakan? Jangan ngeles lagi seperti kang bajaj."

Suara itu aku kenali. Dia Kakak Lamboru, istri dari Abang Situmorang. Wataknya keras, cerewetnya minta ampun. Berbeda dengan Abang Situmorang yang terlihat ramah pada semua orang, terutama penghuni kos.

"Iya, Kak, sebentar."

Aku segera bangun dari tempat tidurku, lalu segera membuka pintu, menyodorkan beberapa pecahan uang merah pada Kak Lamboru.

"Ini, Kak, aku bayar uang kosnya. Sekalian buat bulan depan juga, ya."

"Lagi banyak uang rupanya kau Batty. Ya sudah, aku tinggal dulu. Terimakasih."

Kak Lamboru terlihat senang setelah menerima uang dariku. Aku menutup pintu kosanku lagi. Dan segera masuk ke dalam kamar mandi, sekedar mencuci muka. Setelah itu, segera memakai blazer berwarna hitam andalanku, tak lupa membawa tas pemberian nenek kemarin, dan beranjak pergi.

****

Di dalam kantor, semua orang memperhatikanku. Aku merasa heran, tak biasanya mereka menatapku seperti itu. Pak Burhan atasanku keluar dari ruangannya.

"Batty, masuk ke ruangan saya," pukas Pak Burhan.

'Duh, mati aku! Aku pasti akan dipecat, gara-gara terlambat datang ke kantor akhir-akhir ini.'

"I--iya, Pak," jawabku gugup.

Aku segera masuk ke dalam ruangan Pak Burhan atasanku. Aku menundukkan kepala, keringat dingin mulai terasa. Mungkin karena aku sedang tegang. Aku tahu betul watak Pak Burhan yang terkenal sadis dan tegas dalam menyampaikan sesuatu.

"Ada apa, Bapak memanggil saya?"

"Batty, kamu saya angkat menjadi manager di Perusahaan ini."

"Apa, Pak?" aku menganga seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan Pak Burhan saat ini.

Bersambung ....

TAS KULIT MANUSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang