Rasa untuk dia...

5.8K 286 10
                                    

Hai! Makasih udah baca cerita ini :) Aku senang ada yang baca. Baik itu yang nggak sengaja kesasar kesini atau memang beneran ngikutin cerita ini. Please don't be a silent reader ya, vote & koment akan sangat menyenangkan untuk dilihat dan mood boaster untuk aku berkarya terus.

Happy reading

Cheers

-BJ-

___________________________

Oka Mahendra. Nama itu selalu terngiang-ngiang di telinga Gantari. Pemilik nama itu juga selalu terbayang di benak Gantari. Sudah setahun ini, sejak masuk SMA, dialah penyebab Gantari selalu mencari tempat duduk di dekat jendela karena mengarah ke lapangan basket di tengah gedung. Cowok tinggi, gagah dan jago basket. Sayangnya, dia sudah punya pacar, anak kelas tiga juga, Maharani yang cantiknya kayak putri Indonesia. Makanya Gantari harus puas hanya dengan memandanginya menembakkan bola ke ring atau berlari-lari di tengah lapangan. Ya kalo di pinggir sih wasit namanya. Oke. Abaikan.

Gantari betah duduk bengong di depan jendela hanya untuk memandangi kakak kelasnya itu main basket. Itulah kenapa Gantari bete banget waktu masuk telat di kelas dua, jadi tidak bisa memilih duduk dekat jendela. Dia sudah berusaha minta tukar dengan Melani, Reni, Daniel bahkan Renata -yang judesnya kayak nenek sihir- yang semuanya kebagian duduk dekat jendela, tapi semuanya menolak mentah-mentah. Ya wajar sih..banyak keuntungan duduk dekat jendela. Bisa ngeliatin orang-orang yang lewat, bisa nerima jus yang diangsurkan teman dari luar, bisa nerima contekan dari kelas sebelah dan yang paling penting bisa menikmati semilir angin sambil ngelamun kalau pelajarannya sedang membosankan.

Tapi untungnya, saat pulang sekolah, saat semua penghuni kursi pinggir jendela sudah pulang, Gantari masih bisa memandang Oka di lapangan. Seperti siang itu. Gantari memandangi Oka sambil senyum-senyum. Kedua tangannya bersidekap di pinggiran jendela. Dagunya diletakkan diatas kedua tangannya yang terlipat.

Krasak..krusuk...greekkk...

Gantari menoleh. Siapa sih yang mengganggu konsentrasinya memandang pemandangan indah diluar sana. Dilihatnya Bagas masuk sambil menyeret gulungan besar kertas lalu duduk di kursi belakang, singgasana kebesarannya. Gantari mengacuhkan kehadiran Bagas dan asyik lagi dengan lamunannya.

"Mau sampe kapan bengong kayak gitu? Kesambet baru tau rasa." Suara bariton Bagas terdengar menggema di ruang kelas yang kosong.

"Lo ngomong sama gue?" Gantari menoleh. Kali ini heran. Tumben si galak ngomong sama dia. Sudah dua minggu duduk bersama, baru dua kali Bagas mengeluarkan suaranya buat Gantari. Pertama waktu kenalan, kedua waktu harus latihan conversation bahasa Inggris dan Aldo sedang dispensasi karena pertandingan basket keluar kota. Kalau ada Aldo sih, pasti Gantari juga akan milih Aldo sebagai partner, sebodo amat si galak mau ngomong sama siapa. Tembok juga boleh.

"Nggak. Ngomong sama semut." Suara Bagas terdengar lagi. Dia sedang menunduk, membuat coretan-coretan entah apa di kerta besar yang sekarang terbentang di mejanya.

"Semut-semut yang berbaris di dinding menatapmu curiga?" Gantari menjawab asal. Busyet. Dia umur berapa sih kok bisa tahu lagu jaman emak-emak masih berseragam abu-abu?

Bagas tertawa. Astaga! Baru kali ini Gantari mendengar Bagas tertawa untuknya. Enak didengar ternyata. Sudah beberapa kali sih Gantari mendengar Bagas tertawa bersama Aldo dan cowok-cowok yang lain. Tapi kan bukan ditujukan buat Gantari. Apa sih!

"Nggak nyangka gue klo teman sebangku gue emak-emak." Bagas ngomong sambil tetap menunduk mengerjakan coretan-coretannya, kali ini lengkap dengan spidol warna-warni. Mengabaikan ucapan Bagas barusan, tapi kening Gantari mengkerut. Sedang apa sih cowok ini, sibuk banget keliatannya. Kalau masalah tidak menatap orang yang diajak bicara, Gantari sih sudah hafal. Tapi dengan kesibukan mencoret-coret, baru ini Gantari tahu. Ia beranjak dari jendela dan menghampiri Bagas.

"Ngerjain apa sih lo?" Gantari duduk di kursi depan mejanya.

"Kepo banget sih lo." ujar Bagas dengan nada galaknya, sambil terus menggambar ini itu. Gantari terus mengamati Bagas dalam diam.

"Wawww..Lo ternyata jago nggambar ya...Ini buat mading kan?" seru Gantari semangat. Sumpah gambar Bagas bagus banget. Dia lagi menggambar ilustrasi buat mading. Ada orang lagi lari-lari, ada orang lagi manjat. Yaa..Gantari nggak tahu juga sih apa tema madingnya, tapi pokoknya gambar orang-orangan yang digambar Bagas lucu dan bagus. Tidak ada sahutan dari Bagas. Dia sedang menggigit-gigit ujung spidol warna biru dengan wajah serius.

"Dor!" Tiba-tiba Aldo yang sudah di belakang Gantari menepuk bahunya hingga Gantari terloncat.

"Aldo! Ngagetin aja sih lo! Duh...keringetan pula. Ihhhh..." Gantari mengusap-usap pundaknya yang bekas ditepuk Aldo.

"Nggak kotor kali neeeng...Sumpah. Gue udah cuci tangan sebelum kesini." Aldo cengengesan. Ada handuk tersampir di pundaknya. Sedangkan pundaknya yang satu lagi mencangklong ranselnya. Ia masih memakai seragam basket sekolah. Seragam yang sama dengan Oka. Ehhh..apa kabar Oka. Gantari berderap ke jendela. Lapangan sudah kosong.

"Yahhh...udah kelar ya latihannya?" Gantari menggumam lemas. Ia kembali lagi ke bangku deretan belakang. Aldo duduk di meja sambil minum air dari botol minumannya.

"Masih nyariin Kak Oka lo? Udah pulang orangnya. Lagi patah hati dia. Putus sama Kak Rani." Ujar Aldo setelah selesai menenggak minumannya.

"Ciyuus lo, Do?" Gantari memekik kegirangan. Bukan bermaksud bahagia diatas penderitaan orang lain siihh...tapi ini Oka lhooo...yang artinya dia available untuk dijamah. Eh...apa bahasa yang tepat ya...dimiliki? Digapai? Yah...itulah pokoknya. Gantari memang pernah cerita sama Aldo kalau dia ngefans sama Oka, gara-gara Aldo ternyata anggota tim basket juga.

"Ciyus gue. Orang dia mainnya jelek banget hari ini. Kasar gitu. Trus sama coach Adi ditanyain kenapa. Ternyata ya itu, dia baru putus dari kak Rani. Jadi emosian gitu deh." Aldo menjelaskan sambil menatap Gantari yang balik menatapnya tanpa kedip seperti bocah nonton Masha di tv. Terpesona. Bukan terpesona sama Aldo, tapi sama cerita Aldo soal Oka. Ya belum tentu Oka suka juga sama dia sih....tapi siapa tauuu dia punya peluang.

"Napa muka lo mupeng gitu sih? Jijay banget deh. Mau kirim salam buat kak Oka? Ntar gue sampein." ujar Aldo dengan tampang prihatin.

"Wuaahhh..beneran Do? Iya..iya..gue mau...Beneran ya? Asekkk..Aldo baek deehhh." Gantari tertawa gembira sambil mencubit pipi Aldo.

"Asyeemm.. ga usah pake cubit-cubit pipi ah...Ntar pipi gue ndower, hilang deh ketampanan gue." Aldo menggerutu sambil mengusap-usap pipinya.

"Hadoohhh..pada berisik sih! Gue pindah dari sekre mading gara-gara disana cewek-cewek pada berisik. Disini nggak cewek nggak cowok pada berisik." Bagas tiba-tiba mengomel dengan suara keras.

"Sorryyyy Gas...ya udah gue pulang. Yuk Do, kita pulang. Kita harus membicarakan hal penting." Gantari mencangklong ranselnya, lalu menarik tangan Aldo.

"Heh...siapa suruh lo pulang, Do? Tari, lo pulang sendiri aja. Aldo masih disini sama gue." Suara Bagas terdengar galak. Lagi.

"Lah ngapain Aldo disini? Kan elunya nggambar-nggambar sendiri, Bagasss... Aldo pulang sama gue. Gue ada perlu penting sama Aldo." Gantari ngotot.

Bagas tidak menjawab apa-apa. Hanya menatap tajam ke arah Gantari. Gantari jadi keder sendiri. Nyalinya langsung menciut. Ia menatap Aldo penuh harap.

"Gue temenin Gantari pulang ya, Gas. Kan elonya sibuk." ujar Aldo lirih. Gantari mengangguk-angguk semangat.

"Lo disini..sama gue." Bagas mengeluarkan titah yang tak terbantahkan. Gantari menelan ludah susah payah.

"Gapapa Do, gue pulang dulu. Ntar gue whatsapp lo ya. Hihihi." Gantari tersenyum-senyum nggak jelas.

"Daah Aldo..dah Bagass.." Gantari melompat-lompat gembira sampai pintu dan melambaikan tangannya sebelum hilang di balik pintu kelas.

Bagas mendengus kasar. Bisanya cuma bikin bete aja cewek satu itu.

Karena Kau AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang