Drama

6 1 0
                                    

Udara cukup dingin. Alunan musik hujan terdengar. Terlihat seorang wanita berdiri di teras cafe lantai dua. Sosok itu tengah menengadahkan tangan menampung air hujan dengan jari yang merapat. Sebuah lengkungan lebar menghiasi bibir yang mukanya tanpa sengaja terciprat air hujan.

"Bee." Suara bariton itu mampu membuat sang wanita terpaku.

"Boo," ucap lirih sang wanita.

Sang wanita memustuskan memutar tubuhnya. Menatap sang bariton yang pernah membuatnya lupa tentang langit karena tawanya. Dalam jeda antara tiada dan hadirnya, ada yang retak; yang tak akan kembali seperti semula.

oOo

"Ya Tuhan ... mataku ... mataku ternoda," ucap seorang gadis dengan nada rendah lantas memutar arah dan melindungi matanya dengan tangan. Dengan langkah cepat ia meninggalkan tempat tersebut.

Sekolah telah sepi karena para warganya sudah pulang ke rumah masing-masing. Gadis itu awalnya akan ke kelas menemui sahabatnya yang sedang mendapat jadwal piket kelas pulang sekolah. Namun saat ia berbelok di lorong kelas yang akan dilewati, ia malah mendapati sepasang kekasih tengah berciuman mesra!

Matanya yang ia rasa telah jaga selama ini merasa ternodai. Ia saja selalu menghindari adegan tersebut dalam drakor yang ditontonkan paksa oleh sahabatnya di laptop, eh ini malah adegan tersebut ditonton live di depan matanya. Umurnya baru 16 tahun tiga bulan yang lalu, maka dari itu ia merasa belum pantas menonton adegan anget sedikitpun.

Oke, ia memang pernah beberapa kali tak sengaja menontonnya di drakor dan merasa penasaran akan hal tersebut. Ia tak munafik akan hal itu! Namun ia sebisa mungkin menahan dan mengusir rasa penasarannya serta melindungi pikirannya dengan menghindari adegan tersebut.

Gadis itu masih melangkah dengan cepat, hampir seperti orang berlari menjauh menuju parkiran dan melewati taman sekolah.

Bukkk!!!

"AGRHH!!!" Teriak gadis itu mengikuti tubuhnya yang terjatuh ke tanah. Ah, rasanya tetap saja nyeri dan berdenyut.

Beruntung tidak terjadi ciuman antara dirinya dan sang tanah. Tangannya telah dengan sigap menopang dirinya. Ia meringis menahan nyeri pada tubuhnya yang terbentur dengan tanah lantas mengubah posisi menjadi duduk dan mengusap bagian-bagian tersebut.

"Batu sialan!" Ia mengumpat melihat sikunya mengeluarkan darah akibat tak sengaja tersandung batu.

"Lo gapapa Sal?" tanya seorang laki-laki yang baru saja tiba, ia adalah Aldo, teman sekelas gadis itu. Yang ditanya hanya menggembungkan kedua pipinya.

"Muka lo udah kayak ikan buntal aja, hahaha..." ejek Aldo yang diiringi tawa melihat ekspresi teman sekelasnya itu.

"Salma, lo gapapa-kan?" tanya Aldo lagi sambil berjongkok melihat Salma yg mukanya tertekuk.

"Udah tau kalo jatuh itu sakit, masih aja basa-basi bukannya nolongin! Lo liat nih, sakit tau!" Salma menunjukkan lukanya kepada Aldo dengan sebal.

"Hehehe iya iya, sori deh. Kasian banget siku lo. Kalo gitu ke UKS dulu yuk, mumpung belum ditutup!" ajak Aldo mengulurkan tangannya. Salma hanya diam tak bergeming. Aldo kemudian menarik paksa Salma.

"Awhh!" Salma meringis karena tangannya yang sakit ditarik paksa oleh Aldo.

"Eh, sori." Aldo meminta maaf lantas berpindah menggandeng tangan Salma yang tak sakit.

"Lagian lo anak silatkan? Masak sakitnya gak elegan cuma gara-gara tersandung," ujar Aldo.

Salma menendang tulang kering Aldo dengan kuat karena kesal. Pertama, saat ia datang bukannya menolong, ia malah berbasa-basi. Pake bawa-bawa ikan buntal segala. Kedua, karena menarik paksa tangannya dan menyakitinya. Dan yang ketiga, ia malah mengejeknya. Ia tidak menerima diremehkan tahu.

PluviophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang