06

11.1K 1.2K 12
                                    

Kaki Rara melangkah cepat menuruni anak tangga, dengan setengah berlari ia menuju pintu keluar.

"Eh eh mau ke mana?" Teriak ibu dari dapur.

"Mau ke rumah Tante Vaida bu," Ucap Rara sedikit berteriak, tanpa melihat ke arah ibu. Ia segera menarik kenop pintu, dan meluncur ke rumah tetangga.

"Asalamu'alaikum, permisi." Rara mengetuk pintu utama rumah Tante Vaida, tetapi tak kunjung dibuka setelah cukup lama ia menunggu.

Rara mengernyit, Radit sudah pulang tadi, sudah pasti ia ada di rumah kan? Rara mencoba mendorong pintunya, ternyata tidak terkunci. Pandangan Rara menyapu ruang tamu yang terlihat sepi.

"Radit," panggilnya sambil berjalan ke kamar Radit.

"Radit." Rara mengahampiri Radit yang tengah berbaring di karpet warna putih yang ada di lantai kamarnya. Di dekatnya ada sebuah mainan puzzel dan balok jenga yang tak tertata rapi. Mendengar namanya dipanggil, Radit beranjak duduk sambil menatap Rara datar.

"Sini, sini, sini," ucap Radit sambil menepuk-nepuk ruang kosong di sampingnya. Mengajak Rara duduk di sana.

"Tante Vaida mana Dit?" Tanyanya sambil beranjak duduk di depan Radit. Rara menatap Radit yang kembali fokus pada perkerjaannya yang sempat tertunda, menggambar.

"Belum pulang." Rara mengangguk kecil beberapa kali. Seharusnya Rara mengerti setelah melihat mobil Tante Vaida tak ada di garasi.

Mata Rara menangkap benda-benda di samping cowok itu. "Mainan baru Dit?" Radit yang masih fokus pada kertas dan pensil hanya mengangguk.

Tangan Rara terulur menata balok-balok jenga menjadi tumpukan tinggi. Ia melirik Radit yang masih fokus menggambar, lalu kertas yang penuh coretan pensil dan justru terlihat 'artistik' di mata Rara.

Gadis itu mendesah singkat. "Radit ayo main, kan tadi lo yang ngajak main." Radit mengalihkan tatapannya pada tumpukan balok jenga yang sudah tertata. Bola mata Radit membulat, ia meletakkan pensil dan kertas gambar di atas karpet bulu warna putih.

Rara tersenyum lebar. Ia menjelaskan cara bermain jenga pada Radit, untungnya setelah penjelasan Rara yang ketiga, Radit mengangguk, paham bagaimana cara memainkannya.

Balok jenga yang telah tertata rapi, para pemain akan mengambil balok yang ada di tengah tumpukan balok tanpa menjatuhkan tumpukan balok di atasnya. Bagi pemain yang membuat menara balok runtuh, maka dia kalah.

"Nggak seru Dit kalo nggak ada hukumannya. Bentar, gue ambil tepung dulu, lo di sini aja, oke?" Ucap Rara, senyumnya kian mengembang sambil menatap Radit.

Cowok itu menganggukan mengerti. Rara segera beranjak untuk mengambil tepung di rumahnya. Tatapan Radit mengiringi kepergian Rara, wajahnya hambar tanpa ekspresi. Sambil menunggu, ia menunduk, kembali melanjutkan kegiatan menggambarnya.

***

Rara berlari menuju dapur. Matanya mencari tepung yang akan dia gunakan dalam permainannya dengan Radit.

Senyum Rara mengembang saat matanya berjumpa bahan masakan yang ia cari, terletak di meja dapur dalam mangkuk transparan yang hampir memenuhi wadahnya.

Tangan Rara terulur mengambil mangkuk yang penuh terisi tepung. Belum sempat melangkah,

"Raraaaaaa!" Suara melengking yang sudah sangat Rara kenal lebih dari siapapun masuk ke telinganya. Ia memutar bola matanya malas, dari nada suara sang ibu, sudah pasti Rara akan kena semprot lagi. Pikirnya.

Ibu berjalan cepat dari arah tangga ke dapur. Ia menatap Rara dengan tatapan sebal, mulutnya tertekuk dengan wajah kusut. Wanita itu menabok tangan Rara lalu mengambil mangkuk itu dari tangannya.

My Idiot Best Friend (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang