10

9.8K 918 10
                                    

Mbok Sitem merasa bersalah. Ia merasa tak becus menjaga Radit sehingga ia bahkan tidak mengetahui keadaan Radit tadi jika Rara tidak datang.

"Mbok Sitem ngga papa mbok?" Rara melihat mbok Sitem gelisah, sepertinya mbok Sitem merasa bersalah.

"Maap mbaa, maapin mbok, kalau aja tadi mba Rara ngga dateng, mbok pasti ngga tau keadaan mas Radit" mbok Sitem gelisah dan takut, ia bingung akan mengatakan apa kepada tante Vaida nanti.

"Ngga papa mbok, nanti Rara bantu jelasin ke tante, mbok Sitem tenang aja" Rara memberikan senyumnya kepada mbok Sitem, berharap mbok akan merasa sedikit lega. Melihat senyuman Rara, mbok Sitem tersenyum lega. Rara lalu beranjak dan duduk di sebelah Radit yang tengah berbaring menatap kosong langit langit kamarnya.

"Radit... lo kenapa?" Radit mengalihkan tatapan matanya ke Rara yang juga menatap Radit cemas.

"Radit mau ambil air minum....tv nya keras sekali, sangat keras" Radit memegangi kepalanya yang tadi terasa sangat pusing mendengar suara televisi.

"Rasanya ingin pecah, pusing sekali Ra, pusing sekali"

Tadi mbok Sitem memang menyalakan televisi dengan volume yang agak keras, berharap menghilangkan kesunyian di dalam rumah ini. Tapi tindakannya justru membuat Radit yang sangat sensitif terhadap suara menjadi sangat pusing, seolah kepalanya ingin pecah saat itu. Tapi sekarang kelihatannya sudah lebih baik.

"Ma-maapin mbok mas Radit, mbok ngga tau.." mbok Sitem menundukan kepalanya, ia merasa tak enak dan merasa bersalah atas tindakannya itu.

"Engga engga engga, jangan minta maaf mbok" ucapan Radit sedikit menghilangkan rasa bersalah di hati mbok Sitem. Radit yang baru pertama kali bertemu dengan mbok Sitem masih menganggap mbok sebagai orang asing. Jadi ia masih tidak ingin terlalu dekat dan terbuka dengan mbok Sitem.

"Lo ngga papa sekarang?" Radit mengangguk anggukan kepalanya antusias. Rara lalu mengambil barang yang tadi dibelinya kepada Radit. Sontak saja Radit yang awalnya berbaring langsung duduk di ranjang nya dan menerima pemberian Rara dengan antusias.

Rara mengeluarkan cat, kuas dan palet yang ia beli dari kantong plastik berwarna putih. Radit mengambil salah satu cat berwarna biru, ia melihat dengan teliti cat yang masuh berada ditempatnya itu.

"Lo tau itu apa?" Rara tersenyum melihat tingkah Radit. Ia mengambil barang barang yang Rara beli dan memperhatikannya satu persatu.

"Tau" Rara mengernyitkan dahinya, ia kira Radit tidak mengetahui. Paling tidak, Radit tidak mengerti fungsi dari cat tersebut. Belum sempat Rara menganggapi ucapan Radit,

"Mbok ambil minum dulu ya, mba Rara, mas Radit" mbok tersenyum menatap tanpa dosa. Rara menghela nafas berat dan tersenyum lalu mengangguk.

"Lo tau itu namanya apa, dan buat apa??" Rara kembali menatap netra Radit yang tidak membalas tatapan Rara, ia memilih menatap lantai. Radit mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan gadis disampingnya ini.

"Apa?"

"Buat ngasih warna ke gambar" nada suara Radit terdengar biasa biasa saja, membuat Rara merasa tetangganya ini tidak senang dengan pemberiannya.

"Nahh itu lo tauuu, terus kenapa lo ngga pake cat di lukisan lo? Kayanya tambah bagus deh Dit, ada warna nya gituu, cerah ye kan?" Rara memperlihatkan binar dimatanya yang indah. Ketiga kalinya bagi Radit melihat mata yang tak membuatnya terintimidasi, memberi rasa tenang pada perasaan dan pengelihatan seorang penderita syndrom asperger seperti Radit.

Bagi Radit, mata yang pertama kali memberi ketenangan dan kenyamanan tanpa menampakkan intimidasi, adalah ibunya, tante Vaida.

"Radit ngga suka warna" Radit lalu mengambil satu cat berwarna putih.

My Idiot Best Friend (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang