🍉 Surat.

278 43 4
                                    

Ana masih terisak di dekapan Jeno. Bedanya ia sudah tidak memberontak lagi.

"Jeno..hiks."

"Iya, aku disini," ucap Jeno mengusap punggung Ana perlahan.

"Jenhh."

Jeno melepaskan pelukannya. Melihat Ana yang kesulitan napas. Astaga, asmanya kambuh.

"Bi Yoona! Bi!" teriak Jeno sambil menggendong Ana dan menidurkannya diatas kasur.

"Iya den??"

"Obat asmanya Jean bi!" ucap Jeno cepat. Ia panik.

"Jenhh."

"Iya, sebentar ya, bertahan," kata Jeno sambil mengusap kening Ana.

"Sesakhh bangethh."

Jeno menggenggam tangan Ana. Sedangkan gadis itu menyalurkan rasa sakitnya lewat sana.

"Den, ini den," kata Yoona ngos-ngosan. Baru saja ia berlari dari lantai bawah.

Perlahan Jeno memberikan obat itu pada Ana. Sang gadis berusaha mengatur napasnya.

"Tolong ambilin minum, bi," ucap Jeno yang masih memberikan obat tadi pada Ana.

"Tarik napas," aba-aba Jeno.

"Buang," lanjutnya.

Setelah kepergian Yoona, lagi-lagi air mata Ana berjatuhan.

"Semua orang bohong." Kalimat itu berhasil mengambil alih fokus Jeno. Ana berkata dengan pandangan lurus kedepan. Pandangannya kosong. Dan juga, napasnya sedikit belum beraturan.

Jeno hanya bisa mendengarkannya sambil mengusap pucuk kepala Ana, mencoba memberikan ketenangan pada gadis itu.

"Semua bilang mama kecelakaan. Tapi nyatanya mama meninggal karena ngelahirin aku. Aku pembunuh," isak gadis tersebut.

"Ssstt, nggak. Kamu bukan pembunuh. Mama kamu pasti bangga karena berhasil ngelahirin kamu. Jangan salahin diri kamu," ucap Jeno lembut.

Jeno menatap Ana dalam. Mencoba merasakan apa yang kini gadis itu rasakan. Sebagai sahabat yang baik, bukannya harus mengerti akan sahabatnya?

Tok.. Tok..

"I-ini minumnya," ucap Yoona memberikan segelas teh hangat pada Jeno.

"Makasih, bi," kata Jeno.

"Bibi juga bohong?" Pertanyaan itu sukses membuat tubuh Yoona bergetar. Ia menoleh ke arah Ana yang kini sedang menatapnya

Yoona menunduk.

"N-non, m-maaf. Bibi nggak bermaksud."

Ana tidak ingin mendengar jawaban itu. Ia mengubah posisi tidurnya menjadi memunggungi Yoona dan Jeno.

Ana benar-benar tidak ingin mengobrol dengan Yoona. Apalagi Ayahnya nanti. Aj, sepertinya Sehun lembur hari ini.

"Jen aku butuh tante Jisoo."

"Sebentar, aku telfonin."

Ana mengangguk dan menangis lagi dibalik selimutnya. Selama menelfon Jisoo, tangan kiri Jeno tak ada hentinya untuk mengusap rambut Ana.

"Tante Jisoo ngajak ketemuan di apartemen lamanya."

Ana menghapus air matanya secara kasar. Mengapa hidupnya serumit itu astaga?

"Duduk dulu," kata Jeno di depan Ana. Gadis itu masih terdiam, tidak ada pergerakan.

Perlahan tangan Jeno membuka selimut yang menutupi wajah sahabat perempuannya itu.

AFTER [ Squel of Cold Man OSH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang