01 - Es Berjalan

7 2 3
                                    

Lail namanya, mahasiswi semester dua di sebuah universitas swasta salah satu kota kecil di Sumatera Selatan.

Sudah hampir satu tahun sejak kepindahannya ke kota ini, namun ia masih tak mau menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Itu sebabnya, terkadang orang-orang memanggilnya dengan sebutan "es berjalan."

Tak ada yang tahu, kenapa seorang akhwat berjilbab panjang yang seharusnya memiliki pribadi ramah dan santun, malah seringkali bersikap cuek bahkan ketus di hadapan orang-orang sekitarnya.

Sampai akhirnya, sebuah gosip yang entah darimana tersebar di kalangan mahasiswa kampus. Bahwa Lail adalah seorang hafidzah 30 juz jebolan salah satu pondok pesantren favorit di Jawa. Tak hanya itu, ia bahkan kerap kali meraih juara dalam berbagai perlombaan bersifat islami, hingga foto dan namanya berkali-kali di publish di majalah dan dan media lainnya.

Yang lebih mengejutkan, ibunya adalah mantan anggota DPR dan ayahnya adalah pengusaha batu bara sukses, sekaligus ustadz kondang yang kehadirannya selalu dinanti, terutama di pengajian-pengajian kota kecil seperti ini.

Sederet prestasi dan kenyamanan hidup itu lantas membuat orang-orang bertanya,
"Apa yang membuatnya tidak bahagia?"

***

"Lail, mau ke kantin bareng?"
Seorang gadis berjilbab coklat mencoba mengajaknya untuk makan siang bersama di kantin kampus.

"Lail?"
Panggilnya sekali lagi. Sampai akhirnya gadis itu berhenti membaca bukunya, dan menoleh kepada si penanya yang mulai terlihat tak enak hati.

"Aku puasa."
Jawabnya singkat, lantas segera berlalu keluar kelas setelah membereskan barang-barang di atas mejanya.

"Tuh kan, Ris. Udah dibilang juga. Mana mau anak konglomerat kek itu gabung sama kita. Makan di kantin aja ga pernah. Ga level dia mah."
Ucap Nimas - salah satu teman Risna- gadis yang tadi mengajak Lail pergi ke kantin.

"Udahlah, Ris. Mau ditolak berapa ratus kali lagi? Kalo kamu mau deketin dia supaya dia gabung sama lembaga dakwah, kayaknya usahamu bakal sia-sia." Tambah Fera, yang sedari tadi hanya mengamati dari kejauhan.

"Iya, bener itu. Ga semua yang berjilbab panjang itu sebaik tampilan mereka. Kadang justru, hatinya lebih bagusan yang jilbabnya biasa kek kita ini. Ups." Lagi-lagi Nimas menimpali.

"Astaghfirullah. Udah deh gibahnya. Lagian siapa juga yang mau ngajak Lail masuk lembaga dakwah, cuma karena aku salah satu pengurusnya. Hfftt."

Risna menarik nafas berat. Ia hentikan pembicaraan itu sebelum lebih jauh dan membuat mereka semua layaknya orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Kemudian, ia buru-buru mengajak dua orang temannya itu untuk lekas ke kantin sebelum pergantian jam dimulai.

"Risna.. Risna.. mentang-mentang lagi ga sholat, bisa-bisanya ngajak orang yang lagi shaum sunnah ke kantin, duh."

Risna hanya bisa mengutuki kecerobohannya dalam hati. Tapi semua kegagalan itu tak membuatnya berniat untuk menyerah atas usahanya mendekati Lail, si akhwat misterius yang tak mau bersosialisasi.

Bukan untuk lembaga dakwah, tapi untuk Allah. Setidaknya, ia harus tahu mengapa gadis itu terlihat tak bahagia, dan apa yang harus ia lakukan supaya Lail mau membuka diri. 

Mungkin untuk sekarang, semua terlihat mustahil. Tapi sungguh, ia punya Allah yang maha membolak-balikkan hati.

***

Holaa~
Lama ga nulis di dunia orange, akhirnya sang author come back juga hehee (T^T)

Entahlah, aku ga tau kenapa aku mau nyeritain ini, meski dalam versi yang agak beda sama yang beneran terjadi.

Do'ain semoga Istiqomah sampe selesai ya.
Selamat berbuka puasaa~ 🍰

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang