Part 9

1K 145 15
                                    

HAI! Selamat menjalankan puasa bagi yang menjalankan ya:) Bagi yang masih stay at home, aku gak bosen-bosen ingetin kalian kalau cerita ini, Le Pere De La Fille, dan The Housemaid's Daughter bisa dibaca di DREAME secara full dan gratis! Lumayan bisa nemenin kalian dan bisa dibaca pas puasa karena minim adegan ena enanyaa hahahahah ;')

Untuk ke Dreame, bisa di cari username aku TRISHADIW ya. Jangan lupa follow dan love ceritaku. Comment juga boleh sebagai masukan buat aku supaya bisa menyajikan cerita yang lebih bagus lagi. Stay safe and stay sane semuanya. Semoga pandemi ini segera berakhir.

--

Gelang kuning ini adalah lucky charmnya. Anna juga awalnya tidak ingat asal usul gelang ini dan mengapa Ia begitu menyayangi gelang ini pun Ia tidak tahu. Yang jelas Ia selalu membawa gelang ini kemanapun Ia pergi. Bahkan Ia sampai mereparasi ulang gelang ini jika terlihat benang-benang yang keluar agar gelang ini tetap terlihat bagus.

"Gelang ini...dari Bapak kan?" Tanya Anna lirih, hampir tidak terdengar. Ia menggenggam gelang kuning pemberian Mahesa kecil di tangan kanannya, tidak menyangka orang yang memberikan gelang ini ada di sebelahnya saat ini.

Mahesa tidak langsung menjawab. Lidahnya seakan kelu. Ia tahu Anna akan menanyakan hal ini. Tapi Ia belum siap. Ia belum siap dengan reaksi Anna. Bagaimana kalau Anna malah marah kepadanya? Bagaimana kalau Anna tidak mau menemuinya lagi?

Ia berdehem. "Iya, Na. Gelang itu dari aku," jawab Mahesa akhirnya disertai helaan nafas. Ia sengaja menghilangkan panggilan formalnya. "Kita dulu berteman."

Mahesa tidak melihat ada reaksi dari Anna. Wanita disebelahnya ini masih terdiam dengan posisi membelakanginya. Pandangan Anna kearah jalanan dan sepertinya tidak ada tanda-tanda wanita itu akan menanggapinya.

"Say something, Na." Mahesa berujar sambil menoleh, mengalihkan pandangannya sebentar dari jalan.

Anna mengangkat bahunya pelan. Kepalanya sakit sekali. Bagian tubuh lainnya juga terasa tidak enak. Mungkin akibat waktu dulu Ia dipaksa melupakan Mahesa sehingga saat ini, ketika Ia mengingat semuanya, tubuhnya bereaksi.

Anna tidak tahu kenapa Ia menangis. Ia juga sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menahan air matanya agar tidak tumpah. Ia sudah besar, Demi Tuhan. Saat Mahesa pergi juga sudah bertahun-tahun yang lalu. Tapi mengapa air matanya masih saja menetes?

Mahesa membelokkan mobilnya ke tempat pengisian bensin, namun Ia tidak berhenti di bagian pengisian. Ia memarkiran mobilnya tepat di depan bagian minimarket

"Na, kenapa nangis?" Tanya Mahesa lembut sambil mengambil kotak tissue yang ada di kursi bagian belakang.

"Maaf. Saya.....saya nggak tahu kenapa saya menangis. Kenapa berhenti? Kalau Bapak merasa terganggu, saya bisa naik taksi."

Mahesa menyodorkan tissue namun tangis Anna malah makin kencang. Anna tidak mengambil satu helai pun tissue yang disodorkan Mahesa ia mengelap air matanya asal menggunakan punggung tangannya.

"I'm sorry. I gotta go," ujar Anna masih dengan suara yang begetar. Ia malu Mahesa melihatnya seperti ini. Ia buru-buru mengambil tasnya dan hendak membuka pintu mobil Mahesa. Namun laki-laki itu lebih cepat. Mahesa menarik Anna ke pelukannya dan wangi lembut wanita itu langsung memenuhi indera penciumannya. Anna melepaskan tasnya dan mencengkram bagian depan kemejanya dengan tangan kirinya. Ia menangis terisak.

"Maaf, Na. Aku minta maaf," kata Mahesa dengan tulus.

"Aku takut banget waktu itu, Sa. Aku takut kalau nggak ada kamu gimana."

Aku tahu, Mahesa membatin. Ia tidak berkata apa-apa. Ia mengerti betul bagaimana perasaan Anna. Bahkan saat Alisa bercerita, Mahesa dapat melihat kekhawatiran diwajah Alisa. Ia hanya mengusap punggung Anna dengan lembut supaya Anna cepat tenang dan sepertinya berhasil.

Anna melepaskan pelukannya dan mengambil tissue untuk mengelap wajahnya yang basah karena air mata. "Maaf. Kemejanya jadi basah."

Mahesa mengambil air kemasan botol yang Ia bawa dari kantor tadi. Ia melepaskan segel plastiknya dan memberikannya pada Anna.

"Diminum dulu."

Anna tersenyum sebagai pengganti ucapan terima kasih. Ia mengambil botol itu dari tangan Mahesa dan meminumnya. Ia sedikit merasa lebih tenang sekarang. Satu hal yang Anna sadari, Mahesa tidak berubah setelah belasan tahun mereka tidak bertemu. Sama seperti dulu, Mahesa selalu bisa membuatnya tenang. Tapi Mahesa hanya masa lalunya yang kebetulan kembali lagi. Anna pun tidak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali.

--

Mahesa mengusulkan agar mengganti makan malam hari ini pada hari lain saja karena mereka tidak mungkin keluar dengan keadaan seperti ini dan Anna setuju. Ia mengganti persnelling ke P begitu Ia tiba di depan rumah Anna. Wanita itu kekeuh hanya ingin diantar sampai luar gerbang padahal Ia ingat betul jarak antara pintu gerbang dan pintu masuk di rumah cukup jauh. Anna menjadi pendiam saat perjalanan kerumahnya.

"Ini."

Anna menyodorkan gelang itu. "Saya jaga dengan baik kan?" Ujarnya sambil tersenyum kecil. Belum sempat Mahesa menjawab, Anna meletakkan gelang itu di dashboard dan membuka pintu mobil. "Hmm makasih ya, Pak. Maaf sudah merepotkan."

Pintu tertutup bahkan sebelum Mahesa sempat berbicara. Anna tidak mengambil satupun boneka unta yang dibeli Mahesa minggu lalu. Mahesa tahu bahwa Anna akan bersikap seperti ini. Inilah yang Ia takutkan. Ia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Alisa.

Mahesa Sutantio: "Anna sudah tahu. Kamu benar, Al. Dia gak begitu senang."

FORGOTTEN (Sequel Of Le Pere De La Fille)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang