"Perihal menyembunyikan rasa sakit hati, siapa yang paling lihai disini?" - Yuna
Hari itu, kala malam di musim dingin yang menyelimuti bumi dengan kebekuan, semuanya berakhir.
Yuna berhenti untuk menjadi pusat semesta bagi Hueningkai.
Yuna memilih u...
sorry for bad editing. im just try my best to make trailer of this fanfiction. thank you.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
▫ ᴍᴇ ᴀғᴛᴇʀ ʏᴏᴜ ▫
Hujan.
Hueningkai tersenyum miris. Agaknya semesta memang mendukungnya untuk merasa sakit hati. Tak dapat dipungkiri jika setelah membaca pesan dari Yuna membuat separuh kesadarannya menguap begitu saja.
Mood nya sedang buruk malam ini, menyebabkan dirinya enggan untuk pulang ke rumahnya. Ia sangat yakin keadaan hatinya akan semakin rusak kalau ia kembali ke rumah.
Ia pasti akan disuguhi adegan pertengkaran orangtuanya yang tak pernah terlewat setiap malam.
Hueningkai sangat muak menyimak pertikaian mereka, apalagi jika yang mereka debatkan adalah dirinya.
Lelaki itu berpikir, menginap di hotel semalam sepertinya bukan masalah. Itu adalah ide baik untuk menghindar pulang. Hueningkai segera merogoh saku celananya untuk mengambil dompetnya. Dan betapa paniknya saat ia mengetahui bahwa dompetnya raib entah kemana.
Sialan, umpat Hueningkai dalam hati.
Padahal di dalam dompet itu terdapat kartu-kartu penting serta uang gajian yang baru saja ia terima. Hueningkai mengacak rambutnya frustasi, bisa gila dia jika begini caranya.
Rencana untuk menginap di hotel pun kandas.
Ia berusaha mengingat-ingat dimana terakhir kali ia mengeluarkan dompetnya. Hueningkai menjentikkan jarinya ketika ia teringat jika ia terakhir kali memegang dompetnya saat berada di kafe.
Ya, dia harus kembali ke kafe itu dan mengambil dompet berharganya.
Namun langkahnya terhenti saat ponselnya berdering, menandakan jika ada seseorang yang menelponnya. Ia segera mengambil ponselnya di saku baju dan melihat siapa yang menelponnya.
📞 Kang Taehyun is calling...
Hueningkai mengerutkan dahinya. Tumben sekali teman kerjanya itu memanggilnya malam-malam begini. Ia langsung mengangkat telpon itu.
