setelah mendapat informasi yang nggak sama sekali aku rencanakan akan dibutuhkan, diri ini selalu saja menghindar tatkala surai biru milik si pemuda suka nyengir itu menyembul. malu, katanya.
padahal si agustus juga tak tahu, si gadis ini menganggap ia sebagai umat muslim. mungkin sebatas, oh. tak begitu penting juga sih, baginya.
lalu aku kepikiran, jaman sekarang menjalan hubungan tanpa pondasi yang sama kan sudah biasa. mungkin hanya akan satu atau dua masalah lah, selebihnya bagaimana mereka menyikapi saja. begitu pikirku melihat hubungan kak jaemin dan kak lia sekarang.
walau berbeda, mungkin mereka sudah sama-sama paham. dan dewasa.
hey, teman-teman, aku gak berharap mereka putus kok. atmaku naif, namun jangan anggap aku sejahat itu juga. ada beberapa hal yang sangat mendukungku untuk terus membiarkan kak jaemin dengan si cantiknya. salah satunya, ingin melihat kak jaemin terus bahagia dengan pilihannya.
menurutku, aku juga perlu mendewasakan. pikiran. perasaan. kesempatan.
tentang bagaimana aku yang suka kak jaemin, namun harus tetap menjamin. apakah aku sudah cukup? atau malah jauh dari kata melingkup.
kalau kugambar kak lia, mungkin sekiranya aku butuh satu kotak krayon dua puluh empat warna. semesta, kau tahu kan si cantik itu, mau dilihat dari jarak satu kilometerpun, akan selalu terlihat berwarna. bahkan mungkin satu jempol kakinya serupa indahnya dengan manikku. kalau dunia bisa berargumen, aku jauh dari kata sama dengan si dia.
“guanlin, elo tau kak lia?”
si tinggi keturunan chinese itu melirik sinis, “tau, lah. lu gak tau ya dulu gue naksir dia? please bilang iya, soalnya lu bloon kalau mengungkit masalah itu sekarang.”
aku melotot, sepertinya akan seru. “kenapa begitu? tragis ya?”
“ironis, dulu naksir waktu si dia masih ada yang punya. lu tau lah dulu gue otaknya masih di dengkul, nembak di depan sekolah, eh ditolak sambil ditontonin satu sekolahan.”
aku menahan tawa, tapi gagal. tawa mengudara, kekehan dari ryujin terdengar pula. “lu mah, bego sama bebal beda tipis. udah dibilang nggak percaya.”
“yaaa, yang bilangin gue aja kak haechan. kirain bercanda.”
aku hanya mengangguk, diam lagi. tak berniat melanjutkan topik sampai guanlin yang bertanya kemudian, “kenapa nanya gitu? dejavu gue nanya kak jaemin waktu itu.”
nah, bagaimana jagat raya membungkus kak jaemin dan kak lia dalam satu paket yang sama, contohnya. menarik.
“penasaran aja.”
“namira lagi terlibat misi suka pacar orang, tapi enggan gerak karena takut dosa, lin.” celotehan milik ryujin kubalas dengan pelototan.
si gadis sebahu dengan rambut lurus menatapku dengan tatapan aduh, maaf yang di buat-buat. ngeselin. tapi benar juga ya, bumi pasundan, kalau kisahku dibanding dengan milik guan, akan jomplang. rasanya, sekarang kalau aku mau ngeluh, harus mikir dulu.
“hese euy mun suka pacar orang mah. tapi yang pasti sih jangan sampe nyakitin satu pihak aja, na. sisanya terserah lah, kan itu intuisi. suara dari hati, mau dikekang juga jadi gak enak sama si hati. pedih sih.”
ryujin mendelik, “lu tau gak dia suka sama siapa?”
lantas si anak adam mengangguk. “tau betul, jaemin kan?”
samar-samar aku menghela nafas. menatap atap balkon rumah ryujin diam, lalu beralih pada peristirahatan sang baskara. jingga kali ini, otakku penuh raut. jari terpaut, wajahku semberaut.
rencana senang-senang dengan anak-anak gagal total, apalagi kalau bukan perihal hati yang dipancing oleh konfersasi random oleh si gadis berdarah sunda kental. sesingkat itu, namun mampu mengoyak pikiran dan sial.
senyummu memecah belah benakku, kak jaemin. cerita cinta antologi rasa. rasanya campur aduk tapi banyak senangnya.
“dah lah, jalanin aja.”
“jalanin gimana?” tanyaku pada somi, sudah berdiri di sebelah rupanya gadis manis keturunan luar ini. surai halus tak terikat dibuai bayu, mata menyipit tatlaka bagaskara menyapa malu.
“let it flow, man. kalau capek istirahat, kalau ada kesempatan gas. sama kaya yang dikata guan tapi, jangan sampe ada yang sakit ya? dan jangan jadi pelakor.”
aku terkekeh samar. mau tidak menjadi perebut laki orang sekalipun, tetap saja tokohku digaris menjadi tambahan. yang ketiga dari dua pentingnya. menjadi benalu antara anggreknya. menjadi mendung ditengah teriknya. menjadi peniti saat sudah ada kancing, menjadi yang sulit saat ada yang mudah. merekah di tengah mereka. berbinar di tengah gerimis hubungan mereka. berduka di tengah suka. bersedu sedan di tengah tawa alunan.
saat semesta suka bercanda, aku paham. ada waktu yang tak bisa di terka namun akan. ada rasa yang tidak disiram namun tumbuh. ada lara yang tak disinari matahari namun mekar.
kehidupan selucu ini untuk dijejak.
•••
aku kangen :(
KAMU SEDANG MEMBACA
nabastala, jaemin.
Fanfiction[hiatus] 𝙛𝙧𝙖𝙨𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙨𝙪𝙖𝙧𝙖 𝙨𝙚𝙧𝙞𝙚𝙨 bumi jogjakarta dan segala tetek bengek asmaralokanya. © rekayasemu, 2O2O