duapuluhdua: mati lampu.

1.3K 319 46
                                    

lembayung senja membawa namira dengan dua tungkainya mengelilingi rumahnya. penilaian pelajaran olahraganya ini memang banyak maunya! pakai diminta untuk merekam aktivitas olahraganya segala, lagi.

iya benar, pembelajaran sudah selesai. namun pjok ini, banyak maunya. khusus! walau libur tetap harus gerak katanya.

dia memilih lari untuk penilaiannya. tak habis-habisnya ia berkeliling sebanyak lima puluh, tinggal dua puluh detik lagi.

"rajin banget?"

jaemin, namira keburu malas kalau harus menghentikkan gerakannya demi si agustus semata. ia hanya mengangguk, membuang nafas teratur. si pemuda menggantung selimut, rambutnya setengah basah yang namira yakini baru selesai mandi.

nit nit nit.

ah itu bunyi penghitung waktunya, si gadis berhenti. meraup oksigen seperti tak ada hari esok. meninggalkan ponsel dan jaemin yang terkekeh sembari menjemur bajunya. mengambil sebotol air mineral dingin, gadis maret itu terduduk dengan kaki menekuk.

"kalau habis olahraga, kakinya dilurusin." paham lah namira dengan instruksi si kapten sekolah ini. tanpa banyak protes ia luruskan kaki yang tidak terlalu jenjang itu.

"jemur kok sore kak?"

"mesin cuci si ibu mati dari pagi soalnya, ini baru bener," yang diajak berbicara hanya mengangguk. membiarkan jaemin hanyut dalam aktivitasnya lagi.

"ooohhh."

hanya namira yang tak ada bosan memperhatikan si kakak kelasnya itu, dan suara deruman motor semangat. jaemin selesai, "mau sampai kapan ngeliatin saya?"

sadar, si gadis menampar pipinya sendiri. "maaf kak, ngelamun."

jaemin terkekeh, "saya ke dalem ya, mau balikin ember ini." dihadiahi anggukan oleh gadis dengan rambut hitam sebahu.

tak mau berlama-lama, si gadis kelahiran dua ribu satu masuk ke rumah. membawa ponsel dan botol isi minumnya tadi. memutuskan untuk mandi.

selesai mandi, ia dudukkan dirinya di atas ranjang. membuka ponsel dengan tangan kanan, tangan satunya mengotak atik ponsel diam. sampai notifikasi dari ryujin yang membuat dirinya setengah mati menahan nafas. gawat.

ryujin
| bakalan mati lampu!
19.00

waktu ditanya oleh namira bener atau nggak, si gadis sebahu di seberang sana tak menjawab lagi. akhirnya namira pikir itu hanya bualan semata, ia merebahkan diri di atas kasur. hanyut dalam dunia fana yang manusia buat, namira hampir ketiduran kalau saja tiba-tiba lampu rumahnya padam.

sialan, ryujin tidak sedang bercanda!

"MAMAAAAA."

jangan lupakan ia, semesta. gadis maret ini adanya amat lemah masalah gelap, takut terjebak sendirian. atau sekedar takut ada yang menyentuh ujung kakinya. kalau ketemu mba kunti sekarang kan nggak lucu.

akhirnya ia peluk satu guling, menyalakan senter ponsel. jam tujuh lewat dua puluh, belum terlalu malam. kalau ia telpon seseorang pasti nggak apa-apa kan?

"halo? kenapa naaaa udah mati lampu?" tanya pilu.

namira menutup matanya erat, "pilu dimana? takut."

"di rumah, ah rumah kita kan jauh... coba kamu ke depan dulu?"

si gadis yang sedang memeluk guling rapat-rapat itu setuju dengan instruksi pilu, menuju depan rumah dengan mata separuh tertutup dan cepat. dan bukan main, ini sih gelap betul!

"apaa ma? aduh namira maaf ya mama manggil nih, nanti aku telfon lagi."

pip.

dan demi tuhan, sejak kapan perumahannya ini terlihat begitu menyeramkan? bahkan tak ada secercah cahayapun disini. namira tiba-tiba merasa seperti ada di dunia gaib. sampai satu suara menginvasi pendengaran si gadis maret.

"namira? bener bukan sih apa setan itu..." satu sinar menerangi namira. jaemin lah si empu.

"KAK!"

"hah yaampun ternyata bener namira.. hampir panik saya, ngapain disitu? gak ada lilin?" tanya jaemin menjejalkan pertanyaan. si gadis menggeleng, lihatlah dirinya yang membawa-bawa seperangkat alat tidur. satu selimut dan guling.

jaemin terkekeh, "kamu mau kemah disana?"

"takut kak."

lengang sebentar sampai kalimat tawaran jaemin lontarkan, "saya boleh kesana nggak? biar kamu gak takut lagi."

namira boleh nggak sih kalau beranggapan kak jaemin perhatian? karena nyatanya begitu, si gadis menatap malu-malu, biru ditutup remang itu redup, tapi indahnya tak pudar. mengangguk, si pemuda keluar dan berjalan masuk ke pekarangan rumah namira, cahaya dari senter ponselnya menuntun.

saat di hadapan, namira mencubit perut yang lebih tua, si bungsu bunda menjerit. "ampun maaf kak saya memastikan!"

tapi setelah itu jaemin terkekeh.

"kamu pikir saya demit?"

"bukan begitu..."

"haechan sering bilang begitu, sih." kaya jaemin, membuat namira terkekeh sebentar. nyamuk menyergap kulit si anak adam dan hawa.

tanpa disuruh selimut yang dibawa-bawa si gadis menutupi tubuh keduanya.

jaemin menatap sekilas, "makasih, nami."

gak apalah ya kalau si gadis bersemu sekarang pipi penuhnya? karena remang sudah menutupinya. hanya anggukan yang bisa dikeluarkan, jaemin tersenyum samar. lucu sekali kalau diingat jantung milik yang lebih kecil berdetak tak karuan. tanpa tahu jaemin merasakan sama.

dua-duanya terjebak dan deg-deg an.

sialan.

"kamu udah mau tidur atau gimana ini?" jaemin bertanya sekedar mengisi lengang. gugusan bintang menertawakan namira yang seketika gugup karena hembusan nafas jaemin menyapa wajah.

kelewat dekat, semesta raya!

"iya, tadi mau ketiduran. eh tiba-tiba mati lampu. ya tuhan saya kira tadi ryujin bercanda."

jaemin meloloskan tawa, menepuk pucuk kepala si gadis manis tanpa ragu. "yaudah, tidur sekarang aja. saya jagain."

aduh, kali ini mau mencair atau menyublim aja, ya?















•••

chapter sebelumnya kalian lucu
banget anjir jadi kang keong huhu

nabastala, jaemin.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang