꒰ 02. Dia rindu ꒱

12 5 1
                                    

Hari ini tubuhku rasanya berangsur-angsur membaik. Semalam pulang dari klinik, Aku langsung meminum obat dan membaringkan diri di ranjang lalu terbangun jam dua belas siang.

Ini sudah jam tujuh malam, seperti biasanya Aku dan keluargaku makan malam bersama di ruang keluarga sembari menonton acara komedi kesukaan kami.

"Ayah," Ko Winwin membuka suara setelah sebelumnya suasana hening.

"Kenapa, Ko?"

"Liburan besok mau pergi kemana?"

"Hmm, kayaknya kita belum ada rencana."

"Ke Surabaya boleh ga, Yah?"

Ayahku tampak menimbang-nimbang permintaan Kakak sulung ku itu, kemudian mengangguk tanda menyetujui permintaannya.

"Boleh, Ko. Kangen, ya?"

Ko Winwin hanya mengukir senyuman di wajahnya, sudah lama ia tak menginjakkan kaki di kota yang menjadi saksi hidupnya selama belasan tahun.

"He'em, Yah. Adek juga kangen sama Aurel, Chika sama Nadia." Celetuk si bungsu, Embun.

.

.

.

Glekk

"EH AYAM CIKEN!"

"Koko ngapain sih? Bikin kaget tau ga!" Tegur Embun kepada laki-laki kurus yang masih memegang kenop pintu kamar kami. Ia berjalan ke belakang untuk mengambil sisir yang tadi dilemparkannya karena terlampau kaget beberapa saat lalu.

"Maap deh. Kamu ngapain sisiran malem-malem gini? Koko kasih backsound lingsir wengi, ya?"

"Ih ogah! Adek abis keramas, gerah banget ini kepala."

Ko Winwin hanya ber-oh ria kemudian duduk di pinggir ranjangku.

"Ko, kok mukanya kusut banget?"

"Berarti biasanya gan—"

"Eh ralat, Koko kok mukanya kusut banget? Udah jelek tambah jelek, Ko."

Koko melayangkan tatapan mengintimidasinya padaku, Aku hanya menjulurkan lidah tepat di depan wajah kusut nya.

"Koko lagi kangen, nih. Kangen sama Cece, Papa, Mama, sama anak-anak panti." Ko Winwin mengalihkan pandangannya keluar jendela-pandangan kosong.

Aku dan Embun saling melempar tatapan, kami tahu apa yang sedang Koko kami rasakan. Ini bukan pertama kalinya Koko seperti ini, sudah cukup sering terjadi.

"Koko sabar, ya. Bentar lagi kita ke Surabaya, kok." Ucap adikku hangat,

Aku menggenggam tangan Ko Winwin, tersenyum hangat seolah menyalurkan semangat ke tubuh Koko ku ini.

"Iya, Ko. Nanti kita ketemu mereka, kok."

Ko Winwin mengukir senyuman di wajahnya, Ia merengkuh tubuhku dan Embun kedalam pelukannya.

"Makasih, ya.. Senja, Embun. Kalian menyempurnakan hidup Koko lagi setelah putus asa menghadapi semua ini."

Aku dan si bontot membalas pelukannya, Koko mencium kening kami satu-persatu lalu menyuruh kami untuk segera tidur.

Ia mematikan lampu kamar kami dan menutup pintu dengan tenang, tidak seperti saat membukanya tadi.

"Kak, Aku selalu ga kuat kalo liat Koko kayak gitu. Ngerasa iba juga jadinya."

Ternyata Embun belum tertidur, Aku juga masih terjaga.

"Ya siapa yang enggak iba. Coba bayangin, Koko sesayang itu sama keluarganya, apalagi Cece nya. Tapi Tuhan ngambil mereka secepat itu, siapa yang enggak putus asa."

"Aku sayang banget sama Koko, Koko udah Aku anggep kakak kandungku sendiri kayak Kak Senja."

Aku tersenyum menanggapi kalimat adikku barusan, Ia memang paling tengil diantara kami bertiga. Tapi dia juga sesayang itu pada Kakak-kakak nya. Aku mendekap Embun dalam tubuh kurus ku sebentar, lalu mengucapkan selamat malam kepadanya.

🖇 › ♡˖°꒰

Haloo hihi
Jangan lupa tinggalkan jejak yaa
Makasii <3

Anw dua part ini kependekan ga?
Kalo iya besok aku panjangin lg per part nya, tapi gatau juga deng hehehe

crepusculumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang