4. Canda

37 0 0
                                    

"Rasa itu ada ketika kita berbagi canda"

Dimoragarka

👟👟👟


Aku tersenyum riang. Kapan lagi bisa meluangkan waktu bersama Rayna. Dia masih tetap sama sampai sekarang. Apalagi kalau lagi cuek dan dingin-dinginnya, ingin rasanya aku rebus.

Setiap hari dia selalu cantik dengan kesederhanaannya. Dibalik wajah datarnya terdapat hati yang polos. Aku pernah berpikir bahwa dia tidak normal. Bagaimana tidak? Aku belum pernah mendengar ia menyukai seseorang. Tetapi, aku harap dia menyukaiku. Toh, bertahun-tahun bersama tidak mungkin hanya sebatas rasa teman.

Hari ini aku ingin sekali membuatnya tertawa tanpa henti. Semenjak kuliah, yang terpampang hanya wajah sangar, sinis, dan datar. Hanya aku satu-satunya laki-laki di kampus yang bisa membuatnya tersenyum dan tertawa.

Walaupun begitu, Rayna pernah didekati oleh seorang lelaki di kampus. Satu jurusan dengan dia. Bahkan, Rayna pernah ditembak lelaki itu untuk menjadi kekasihnya. Aku yang saat itu juga ikut melihatnya merasa senang karena lelaki itu tidak berhasil memikat Rayna. Aku saja tidak diterima. Mungkin ia benar-benar akan langsung ingin menikah denganku saja.

"Lucu gak?"

"Gak terlalu sih, tapi not bad," dia berhenti tertawa.

Bagaimana bisa dia bilang seperti itu sedangkan sedari tadi ia tertawa renyah melebihiku.

"Kalau gitu gua gak usah nanya deh, sakit dijatohin," aku mengelus dada sabar. Dia balas dengan senyum.

"Nobar Fang Ga," Rayna bangkit berdiri.

"Nggak ah, nanti gua cemburu," aku menolak.

"Cemburu sama kartun!"

"Kan lu sukanya kartun, kalau lu suka orang ya gua cemburu sama orang,"

"Gua suka orang kok," Aku melotot saat mendengar pernyataannya. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun.

"Siapa Boo?" Aku sangat excited, sampai-sampai aku tak sadar saling menatap.

"Mau tau?" Boo tersenyum menggoda. Ah, jangan sampai kalau nanti dia jawab kepo.

"Iyalah, siapa?"

"Kalau udah tau, terus lu mau berbuat apa?" tanya Rayna kulihat dia mukanya seperti menantang.

"Gua labrak lah, terus gua gelud in Ampe mamp-"

"Oke. Gua suka sama lu Ga," ucapnya membuatku terdiam kaku menatapnya.

Tatapan dia menjadi hangat. Bahkan seperti bidadari yang baru saja turun. Angin yang datang berhembus membuat anak rambut dia berterbangan. Dia tersenyum mengangguk.

"Akhirnya Boo, langsung nikah aja yaa gua udah capek nungg-" belum selesai aku melanjutkan kata wajah dia berubah.

"Stres, yang bener aja!! Katanya mau gelud in sampai mampus?" Dia menatap sinis.

"Aduh Boo, mana bisa gua gelud in diri gua sendiri woylah. Udah paling bener kita ke KUA." Jawabku pede sambil merangkulnya.

"Eh? Eh? Nggak mau gua, apaan sih Ga, gua cuman bercanda tadi."

Dua dalam SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang