Restless(II)

9K 178 2
                                    

VIGO POV

"Jadi, ada masalah apa diantara kalian berdua?" Tanyaku pada Vanessa.

Sekarang kami sedang berada di meja bagian pojok cafè. Jangan berfikir yang aneh-aneh. Aku memilih tempat di pojok agar tidak di perhatikan oleh orang orang.

"Mau pesan apa?" Tanya salah seorang pelayan kepada kami.

"Rina, aku pesan strawberry cheese cake dan lemon tea saja , dan kau mau apa Vigo?" Ucap Vanessa.

Aku pun hanya memesan Vannila tea saja. Setelah pelayan itu pergi. Aku kembali bertanya tanya pada Vanessa.

"Kamu sepertinya kenal dengan semua pelayan di sini. Kamu sering ke sini?" Tanyaku

Dia tertawa renyah atas pertanyaanku tadi.

"Aku pemilik cafè ini. Walaupun Papa bangkrut. Tapi dia masih mempunyai uang yang cukup untuk membeli ruko ini dan membuat cafè. Jadi, sekarang aku memenuhi hidupku dari hasil cafè ini" katanya sambil menghembuskan nafas berat.

Ku fikir dia adalah perempuan nakal yang suka menghambur-hamburkan uang. Ternyata, dia adalah tipe pekerja keras dan mandiri. Aku jadi kasian padanya. Aha!! Satu rencana muncul di otakku, bagaimana kalau dia ku jadikan asistenku di kantor saja.

Kring... kringg...

Ada tulisan 'Bunda' di layar depan hapeku. Ada apa bunda menelfon? Sepertinya penting. Kebetulan pesanan kami sudah datang. Aku pun meminta izin untuk mengangkat telfon sebentar.

"Halo, bun. Ada apa?"

"..."

"Iya, maafkan aku. Apa kabar Bunda sekarang. Sudah pulang bulan madu dari Austria yang sampai sebulan itu sama papa? Kenapa menelfon?"

"..."

"Bagaimana bisa Bunda sudah berada di kantorku sekarang?"

"..."

"Baik, baik. Aku akan membawanya ke sana sekarang" Ucapku sambil menekan tombol merah di hapeku. Aku membuang nafasku sambil menyender ke bangku.

"Ada apa? Mungkin jika kau cerita aku bisa membantu" tanya Vanessa dengan nada gelisah sambil meraih tanganku.

Saat bersentuhan dengannya, aku merasa seperti ada listrik menyetrum tubuhku, rasa yang sama saat aku menggendongnya dalam keadaan mabuk.

"Ikut aku sekarang" ucapku sambil mengeluarkan satu lembar uang 100 ribu lalu menaruhnya di papan bill dan menarik lengannya lembut untuk keluar cafè tanpa memperdulikan raut wajahnya yang kebingungan.

Baru saja aku menyuruhnya naik ke mobilku. Tiba tiba dia mengeluarkan suara.

"Hey, Vigo. Aku ini ke sini membawa mobilmu. Yakali mobil itu ku tinggal di sini"

"Itu urusan orangku. Sekarang jangan banyak tanya. Cepat naik ke mobilku" kataku.

Dia hanya memutar bola matanya sambil mencebikkan bibirnya. Kalau saja aku tidak mampu menahan hasratku, sudahku pastikan bibir sexy akan bengkak sekarang karena ku cium.

***

Ya, sekarang kami sedang berada di Perusahaanku. Jadi, kenapa aku mengajak Vanessa kesini karena Bunda menagih hutangku padanya. Ya, aku berjanji kepada Bunda akan memperkenalkan pacarku padanya. Tapi sampai sekarang aku belum menemukan pacar baru setelah 'nya'. Jadi, saat ini yang paling aman untukku jadikan tumbal adalah Vanessa. Maafkan aku, Sayang.

"Whoa.. whoa.. whoa.. Jelaskan dulu semuanya kepadaku kenapa kita bisa di tempat ini sekarang?" Dia menuntutku untuk menjawab.

Aku hanya menarik lengannya untuk mamasuki gedung dan langsung menuju lift tanpa melihat ke orang lain. Di lift hanya ada keheningan antara aku dan Vanessa sampai akhirnya dia yang mengeluarkan suara.

"Vigo, ayolah. Maumu tuh apasih? Kenapa mukamu panik seperti ingin menahan pup begitu? Ck"

"Kalau kau tau sekarang. Namanya bukan kejutan Vanessa, sayang"

Mukanya memerah! Haha! Seperti anak polos saja.

"Hih.. dasar lo yaa. Panggil gue Nessa aja. Vanessa kepanjangan" ucapnya tanpa mau melihat ke arahku. Dia bahkan sudah tidak berkata formal lagi padaku.

Ting...

Pintu lift terbuka tepat di lantai paling atas. Tempat CEO Perusahaan bernaung. Aku berjalan cepat sambil menarik lengannya dan itu mampu membuatnya berjalan kewalahan. Sesampainya, aku langsung di sapa sekertarisku

"Bapak, anda sudah di tunggu oleh Ibu Della di dalam."

"Yayaya.. terima kasih, Ghina" Ucapku.

Saat aku membuka pintu ruanganku. Aku langsung melihat muka sumringah Bunda yang langsung menuju ke arahku, oh salah. Maksudku menuju Nessa yang sedang kebingungan.

"Hai, Cantik. Siapa namamu? Kapan kalian akan menikah? Panggil aku Mama sekarang. Untuk membiasakan saja. Hahaha" Kata Bunda ke Nessa tanpa rasa bersalah, sedangkan Nessa menatap ke arahku meminta penjelasan.

"Bunda, kenalkan calon istriku ini. Namanya Vanessa Clarina Alexander" kataku pada Bunda yang mampu membuat Nessa mematung dan pucat. Aku jadi kasihan

Aku membiarkan Bunda bertanya tanya pada Nessa. Wajah Nessa sudah sangat memerah saat ini. Aku yang kasihan pada Nessa pun akhirnya mendatangi mereka yang sedang mengobrol.

"Bunda, Bunda pulang saja ya? Sebetulnya daritadi Nessa ingin istirahat. Lihat saja mata bengkak dan bibir pucatnya itu, saat ini dia sedang tidak enak badan." Ucapku sambil melirik ke Nessa.

Aku baru sadar, ternyata kondisi sangat mengenaskan saat ini. Untung saja Bunda mau mengerti. Tidak bisa di bayangkan kalau Bunda masih kekeuh memberikan berbagai macam pertanyaan pada Nessa. Sudah kupastikan Nessa berada di UGD karna pingsan.

"Baiklah, Bunda pulang. Istirahatlah yang cukup, Ness. Kalau Vigo ngapa-ngapain kamu, langsung telfon mama"kata Bunda sambil menyodorkan kartu namanya ke Nessa dan di balas anggukan pelan darinya.

"Iyaa bunda. Hati hati di jalan ya." Kataku

"Hemm, yayaya" katanya dengan nada tidak peduli. Dasar, sudah di beri perhatian malah di acuhkan.

Saat Bunda sudah keluar dari ruanganku, seketika aku melihat sorot mata menuntut jawaban dariku. Siapa lagi kalau bukan dari Nessa.

"Jelaskan. Padaku. Sekarang." Sorot mata tajam dan membunuh langsung menghujam mataku.

Biarkan aku hidup lebih lama ya Tuhan...

Jangan jadi silent reader's ya..
Please, Vote and Comment.
Thank's

The AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang